Menuju konten utama

Kasus Tembak Paksa di Sumba Barat, Polisi Diminta Bertanggung Jawab

Pihak kepolisian dinilai wajib bertanggung jawab terhadap pemulihan kesehatan Agustinus.

Kasus Tembak Paksa di Sumba Barat, Polisi Diminta Bertanggung Jawab
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam memberikan keterangan kepada media di Komnas HAM, Jakarta, Jumat (9/3/2018). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan penembakan terhadap Agustinus Anamesa (25) yang diduga dilakukan oleh Polres Sumba Barat merupakan sebuah pelanggaran serius. Pihak kepolisian harus bertanggung jawab terhadap hal tersebut.

"Kalau memang sudah ditangkap, dilepaskan kembali, dan ditembak, sebagai modus zaman dahulu yang masih dipraktikkan, itu merupakan pelanggaran serius," ujarnya saat ditemui Tirto di daerah Jakarta Pusat, Senin (3/9/18) siang.

"Karenanya pihak kepolisian harus membentuk tim untuk melakukan investigasi dan mempertanggungjawabkan apa yang dilakukan anggotanya," tambah Anam.

Anam mengatakan, selain membentuk tim investigasi, pihak kepolisian wajib bertanggung jawab terhadap pemulihan kesehatan terhadap korban, kendati tanpa adanya permintaan dari pihak korban maupun keluarga.

"Walaupun tidak diminta, polisi harus melakukan itu. Dalam proses hukum, jika seseorang dalam sebuah penahanan, entah dia tahanan polisi atau tahanan jaksa, itu jadi tanggung jawab orang yang nahan segala sesuatunya. Apalagi kalau ini luka yang baru terjadi. Itu jadi sebuah kewajiban anggota kepolisian," katanya.

Agustinus Anamesa (25) menjadi korban penembakan yang diduga dilakukan pihak Polres Sumba Barat. Dia merupakan warga Kampung Tilu Mareda, Dede Pada, Wewewa Timur, Sumba Barat Daya, Provinsi NTT.

Polda Nusa Tenggara Timur Kombes Pol Jules Abraham Abast menyatakan Agustinus merupakan DPO sejak 2017, lantaran diduga melakukan tindak pidana.

Petrus Paila Lolu, pendamping hukum keluarga korban dari Yayasan Kajian dan Bantuan Hukum Sarnelli menjelaskan, kejadian bermula saat Agustinus menonton pameran di daerah Waikabubak, Sumba Barat, pada 23 Agustus 2018 malam.

Tiba-tiba dia didatangi sekitar sembilan aparat kepolisian yang diduga dari Polres Sumba Barat. Para polisi itu diduga bergerak atas arahan Kanit Buser Polres Sumba Barat, Brigpol Dekris Matta.

Dari Polres Sumba Barat, Agustinus dibawa aparat polisi ke daerah hutan di Lepale. Lokasinya sekitar 5 kilometer dari Polres Sumba Barat.

“Di sana dia disuruh lari [oleh polisi yang membawanya]. Karena tidak mau lari terus didorong dan ditembak kakinya,” ungkap Petrus Paila Lolu, pendamping hukum keluarga korban dari Yayasan Kajian dan Bantuan Hukum Sarnelli.

Agustinus kemudian diserahkan ke Rumah Sakit Umum Waikabubak. Keluarga korban tak mendapat kabar dari kepolisian terkait hal itu. Mereka justru mendapat informasi dari penonton penembakan itu yang kenal keluarga Agustinus.

Saat ini, kondisi kaki Agustinus membengkak dan menampakkan daging yang menyembul keluar bewarna hitam legam. Menurut Petrus, kaki Agustinus harus dioperasi.

Petrus berujar, keluarga korban akan mengobati Agustinus ke dukun. Sebab tak mampu membayar biaya rumah sakit.

Baca juga artikel terkait PENEMBAKAN atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Hukum
Reporter: Haris Prabowo & Dieqy Hasbi Widhana
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra