Menuju konten utama

Agustinus Ditembak dan Dianiaya Polisi Karena Dituduh Mencuri

Agustinus yang berprofesi sebagai petani itu diminta lari oleh polisi. Ia tak mau karena merasa akan ditembak.

Agustinus Ditembak dan Dianiaya Polisi Karena Dituduh Mencuri
Agustinus Anamesa, 25 tahun, korban penembakan polisi. Dia merupakan warga Kampung Tilu Mareda, Dede Pada, Wewewa Timur, Sumba Barat Daya, Provinsi NTT. FOTO/Petrus Paila Lolu

tirto.id - Aparat kepolisian dari Polres Sumba Barat menangkap dan menembak Agustinus Ana Mesa alias Engki, 25 tahun, warga Kampung Tilu Mareda, Dedepada, Wewewa Timur, Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur.

Awalnya Agustinus menonton pameran di daerah Waikabubak, Sumba Barat, pada Kamis malam, 23 Agustus 2018 sekitar pukul 20.30 WITA. Tiba-tiba, dia didatangi sekitar sembilan anggota kepolisian yang diduga berasal dari Polres Sumba Barat atas arahan Kanit Buser Polres Sumba Barat, Brigpol Dekris Matta.

Menurut pendamping hukum korban dari Yayasan Kajian dan Bantuan Hukum Sarnelli, Petrus Paila Lolu, ketika hendak menangkap, polisi tidak menunjukkan surat penangkapan.

“Tidak ada penjelasan kenapa korban ditangkap,” ujar Petrus kepada reporter Tirto, Senin (3/9/2018).

Menurut penuturan korban, lanjut Petrus, ia dibawa ke Polres Sumba Barat tanpa mengenakan baju dan mata tertutup. Di markas kepolisian itu korban mengaku dipukul, ditendang, dan dipopor oleh senjata petugas polisi.

Karena letak Polres berada di pinggir jalan raya, kemudian Agustinus dibawa ke daerah Lapale, kawasan hutan sepi penduduk. “Mungkin karena riskan, korban dinaikkan lagi ke mobil untuk dibawa ke Lapale, lima kilometer dari Polres,” terang Petrus menuturkan keterangan Agustinus.

Setibanya di Lapale, tambah dia, korban yang berprofesi sebagai petani itu diminta lari oleh polisi. Agustinus merasa ia akan ditembak. “Dia takut, dia tidak mau, tapi dia didorong, seolah-olah untuk membuat dia lari. Kemudian dia ditembak,” terang Petrus.

Timah panas yang ditembakan petugas bersarang di kaki kanan Agustinus. Ia kemudian dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Waikabubak. Petrus menjelaskan, peluru polisi itu bersarang tepatnya sekitar delapan sentimeter di bawah dengkul. Petrus juga mengirimkan foto, terlihat bahwa kaki kanan Agustinus menghitam dan bengkak.

Ada luka sekitar 10 sentimeter menampakkan daging yang menyembul keluar bewarna hitam legam. Di bagian yang terluka itu terlihat jahitan luar yang merupakan hasil dari operasi pengambilan peluru.

Petrus mengatakan pada 29 Agustus, keluarga korban mengisahkan kepada dirinya, pihak rumah sakit meminta keluarga untuk membayar biaya perawatan. Saat itu, Petrus bertemu dengan ayah korban, Pahlawa Engge.

“Bapak tua menyodorkan kertas, ia harus membayar Rp11 juta. Setelah saya minta keterangan dokter dan Kapolres Sumba Barat, akhirnya kepolisian mau membayar uang tersebut,” terang Petrus. Kemudian ketika ia menemui korban di rumah sakit, Agustinus meraung-raung karena kesakitan, kakinya bernanah, dan sulit digerakkan.

Saat di rumah sakit, Petrus menyatakan, sempat terjadi keributan karena persoalan administrasi. Orangtua korban tampak emosi melihat keadaan anaknya. Hingga menurut Petrus, polisi menerjunkan tim Pengendali Massa (Dalmas) untuk mengamankan RS.

“Mereka bersenjata lengkap. Kami tanya siapa perwira (penanggung jawab di lapangan), ternyata tidak ada perwira. Mereka bilang hanya menuruti perintah dari komandan,” ujar dia. Petrus pun berencana membawa persoalan ini hingga ke Mabes Polri.

Hari ini, tambah Petrus, ia membuat laporan ke polisi. Tanda bukti laporan Nomor: TBL/242/IX/2018/RES. SUMBA BARAT/SPKT, bertanggal 3 September 2018 telah selesai dibuat.

Sepupu korban, Yis Rewa menuturkan, berdasarkan keterangan dokter yang menangani korban, pembuluh darah utama dan pembuluh darah lutut kanan Agustinus pecah. Sejak 31 Agustus, Agustinus mendapatkan pengobatan oleh dukun di kampung Wee Delo.

“Dokter menyarankan untuk diamputasi, tapi kami menolak,” kata Yis kepada reporter Tirto.

Selain itu, tambah Yis, mereka akan memperkarakan peristiwa ini ke Komnas HAM, Kompolnas, dan Ombudsman. “Secepatnya kami ke Jakarta, setelah laporan ke polisi. Mungkin sebelum tanggal 10 September,” tutur dia.

Dipicu Dugaan Agustinus Mencuri

Kabid Humas Polda Nusa Tenggara Timur Kombes Pol Jules Abraham Abast menyatakan Agustinus merupakan DPO sejak 2017, lantaran diduga melakukan tindak pidana.

“Dia mencuri sepeda motor dan melakukan tindakan penganiayaan yang menyebabkan dua jari korbannya putus,” ujar Jules kepada reporter Tirto.

Jules membantah penembakan terhadap Agustinus merupakan tindakan yang tak terukur. Menurut dia, kepolisian tidak akan menembak jika Agustinus tak melawan.

“Nyatanya ia melawan petugas dan mencoba merebut senjata petugas. Ditemukan juga barang bukti sebuah parang yang dibawa Agustinus,” terang Jules.

Kejadian penembakan, tambah Jules, mungkin saja dilakukan ketika dalam perjalanan dari Taman Gelora Pada Eweta menuju Polres. “Kita tidak tahu korban di mobil mana, bisa saja ada dua-tiga mobil dalam perjalanan. Itu masalah teknis,” tutur dia.

Jules menyatakan sebelum penangkapan, ada informasi dari masyarakat tentang Agustinus yang dicurigai sebagai pelaku pencurian kendaraan. Polisi kemudian mengklarifikasi info tersebut dan memeriksa DPO, ternyata Agustinus masuk dalam daftar untuk kasus pencurian dan penganiayaan. Kemudian Tim Buser Polres Sumba Barat meluncur menuju lokasi.

Berkaitan dengan penganiayaan, Jules menuturkan parang yang digunakan Agustinus untuk menebas jari korban sudah dijual. “Menurut pengakuan dia sementara, parang telah dijual di Pasar Ombarade. Parang yang ia bawa ketika dalam penangkapan kemarin, adalah parang baru,” ucap dia.

Dilansir dari Media Polres Sumbawa Barat, Agustinus merupakan DPO tindak pidana dengan tenaga bersama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang. Hal itu berdasarkan surat bernomor DPO/05/I/2018/Reskrim dan Laporan Polisi Nomor 266/XI/NTT/Res. SB/SPT tanggal 16 November 2017.

Selain itu, berdasarkan Surat Perintah Pembantaran Penahanan bernomor SP. Han/235.a/VIII/2018/Reskrim bertanggal 31 Agustus 2018, yang ditandatangani oleh Wakapolres Sumba Barat Kompol Yohanes Nisa Pewali, Agustinus diduga melakukan tindak pidana dan terhadapnya dapat dilakukan penahanan. Namun karena kondisi kesehatan Agustinus, ia memerlukan rawat inap di rumah sakit di luar rumah tahanan.

Dihubungi secara terpisah, Yis Rewa yang merupakan sepupu Agustinus membantah Jules. Dia menegaskan Agustinus sedang bersantai di warung ketika ditangkap paksa.

“Ketika ditangkap ia bersama tiga rekannya sedang di warung, sedang duduk-duduk, tidak ada perlawanan ketika penangkapan,” jelas Yis pada reporter Tirto.

Yis mengungkapkan, sejauh ini Agustinus tak pernah melakukan tindak pidana. Dia tak percaya dan tak tahu jika Agustinus masuk dalam DPO.

“Tidak pernah ada masalah yang membuat dia dipanggil oleh kepolisian. Dia dituduh mencuri hewan dan kendaraan bermotor, juga tidak ada barang bukti. Tuduhan tidak pernah terbukti,” ujar dia.

Yang herannya lagi, Yis menambahkan, dua hari pasca-ditembak, penyidik datang ke RS dan menjerat korban dengan Pasal 170 KUHP tentang Kekerasan. “Yang polisi maksud ialah penyerangan yang dilakukan oleh kakak korban, Yonathan Engge, dan sudah divonis tiga tahun penjara. Tapi korban tidak ikut berkelahi,” tutur dia.

Infografik CI Penembakan Agustinus Anamesa

Komnas HAM Minta Polisi Bertanggung Jawab

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan apa yang dilakukan aparat Polres Sumba Barat terhadap Agustinus merupakan pelanggaran HAM serius. Dia meminta Polres Sumba Barat membentuk tim investigasi untuk memeriksa anggotanya yang diduga menganiaya dan menembak Agustinus.

"Kalau memang sudah ditangkap, dilepaskan kembali, dan ditembak, sebagai modus zaman dahulu yang masih dipraktikan. Itu merupakan pelanggaran serius," kepada reporter Tirto.

Anam mengatakan, selain membentuk tim investigasi, polisi wajib bertanggung jawab terhadap pemulihan kesehatan terhadap korban. Hal itu harus dilakukan meski tanpa ada permintaan dari keluarga korban.

"Dalam proses hukum, jika seseorang dalam sebuah penahanan, entah dia tahanan polisi atau tahanan jaksa, itu jadi tanggung jawab orang yang nahan segala sesuatunya. Apalagi kalau ini luka yang baru terjadi. Itu jadi sebuah kewajiban anggota kepolisian," katanya.

Baca juga artikel terkait PENEMBAKAN atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Dieqy Hasbi Widhana & Haris Prabowo
Penulis: Adi Briantika
Editor: Dieqy Hasbi Widhana