tirto.id - Emirsyah Satar dipercaya memimpin Garuda Indonesia sejak Maret 2005. Ia menggantikan Indra Setiawan sebagai direktur utama. Emirsyah bukanlah orang baru di Garuda, dia pernah menduduki posisi direktur keuangan pada 1998.
Emirsyah yang sebelumnya menjabat Wakil Direktur PT Bank Danamon Tbk diberi tugas memimpin Garuda selama lima tahun. Namun, lima tahun kemudian, dia kembali dipercaya sebagai direktur utama.
Jabatan Emirsyah Satar di Garuda Indonesia sejatinya selesai pada Maret 2015, tetapi dia memutuskan mundur tiga bulan sebelumnya. Pengunduran diri itu disetujui oleh Menteri BUMN Rini Soemarno. Emirsyah juga menyatakan tak mendapat intervensi dari pihak manapun.
“Saya ini kan sebenarnya sudah tidak bisa diperpanjang sampai nanti awal Maret. Mengingat tahun depan adalah tahun yang menantang, sebaiknya ada manajemen yang baru masuk dulu, agar bisa menyiapkan untuk tahun 2015 nanti,” ujarnya kepada wartawan usai acara perpisahan dengan jajaran manajemen Garuda, 11 Desember 2014.
Tahun ketika Emir mengundurkan diri dari Garuda, maskapai kebanggaan Indonesia itu membukukan rugi $373 juta atau setara Rp4,8 triliun jika dikonversi dengan kurs tahun itu.
Manajemen Garuda dengan direktur utama yang baru, Arif Wibowo, mengatakan ada beberapa penyebab kerugian itu. Salah satunya adalah pembelian 34 unit pesawat baru sepanjang 2014, saat Emirsyah masih menjabat.
Banyaknya pesawat baru berarti meningkatnya kapasitas kursi. Sayangnya, hal itu tak diiringi dengan peningkatan penjualan. Hal itu mengakibatkan membengkaknya biaya rental. Tahun itu, biaya rental berkontribusi sebesar 28 persen terhadap total biaya.
Hari ini, Kamis, 19 Januari 2017, KPK menetapkan Emirsyah sebagai tersangka. Dia diduga melakukan tindak pidana korupsi terkait dengan pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari airbus S.A.S dan Rolls Royce P.L.C saat dirinya masih memimpin Garuda.
Emir diduga korupsi dalam pengadaan 50 pesawat airbus sepanjang 2005-2014, termasuk 34 unit pesawat pada 2014 yang membuat Garuda Indonesia merugi. Selain Emir, KPK juga menetapkan Soetikno Soedarjo selaku beneficial owner dari Connaught International Pte. Ltd sebagai tersangka.
Emir disebut telah menerima suap dari Soetikno senilai 1,2 juta euro dan $180 ribu. Suap tersebut berwujud uang dan barang yang tersebar di Singapura dan di Indonesia. Ini adalah sebuah tindak korupsi berskala internasional sebab ia dilakukan lintas negara.
Emirsyah Satar adalah lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan Sorborne University, Paris. Dia mengawali kariernya sebagai auditor di PricewaterhouseCoopers pada 1983. Dua tahun kemudian, dia bergabung dengan Citibank sebagai Asisten Vice President of Corporate Banking Group.
Emir terbilang sering berpindah-pindah kerja, tahun 1990-1994 Emir pindah ke Jan Darmadi Group sebagai General Manager Corporate Finance. Pada November 1994 hingga Januari 1996, Emir dipercaya menduduki posisi Presiden Direktur PT Niaga Factoring Corporation.
Setahun kemudian, dia menjadi Managing Director Niaga Finance Co. Ltd, Hong Kong. Kemudian menjabat Direktur Keuangan di PT Garuda Indonesia. Ia sempat menjadi Wakil Direktur utama PT Bank Danamon Tbk sebelum akhirnya kembali ke Garuda sebagai direktur utama.
Selama di Garuda, Emir digadang-gadang berjasa menyelamatkan perusahaan milik negara itu dari kebangkrutan. Di masa awal jabatannya sebagai direktur utama Garuda, dia harus menangani kerugian hingga Rp5 triliun yang diderita Garuda.
Di tangan Emir, Garuda menjadi salah satu maskapai dari 10 besar yang terbaik di dunia. Pada 2014, Garuda kembali diizinkan terbang ke Eropa setelah sebelumnya dilarang sejak 2005. Rating pelayanan Garuda juga naik dari bintang 3 ke bintang 5.
Setelah meninggalkan Garuda, Emir ditunjuk sebagai Chairman Mataharimall.com pada 2015. Sampai saat ini, dia masih menjabat posisi tersebut.
Tahun 2010, Emir tercatat memiliki kekayaan senilai Rp19,96 miliar dan $186,4 ribu. Tahun 2013, setahun sebelum mengundurkan diri dari garuda, total kekayaan Emir mencapai Rp48,73 miliar dengan utang $932,75. Jika pada tahun 2013 itu total asetnya dikurangi utang, Emir masih memiliki aset sekitar Rp37 miliar. Artinya, dalam tiga tahun, kekayaan Emir bertambah sekitar Rp18 miliar.
Penulis: Wan Ulfa Nur Zuhra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti