tirto.id - Oditur menuntut rendah sejumlah anggota TNI Satgas Yonif 755/Yalet Kostrad yang menewaskan tiga anggota polisi di Papua.
Kasus bermula pada 12 April 2020 saat anggota Yonif 755/Yalet menyerang personel Polres Mamberamo Raya di Kabupaten Mamberamo Raya, Papua, sekitar pukul 07.40 waktu setempat. Pemicunya tak jelas, hanya disebut salah paham.
Penyerangan itu menewaskan tiga anggota Polres Mamberamo Raya yakni Briptu Marcelino Rumaikewi, Bripda Yosias Dibangga, dan Briptu Alexander Ndun. Serta melukai dua polisi yaitu Bripka Alva Titaley dan Brigpol Robert Marien luka.
Para pelaku menjalani sidang dan baru-baru ini divonis. Pelaku anggota TNI adalah Rawin Kambay, Gerson Sarwano, Muhammad Arfan, Ariyanto Andrarias Patanan, Septiyan Rudi Cahyono.
Pada persidangan di Pengadilan Negeri Merauke, 30 Agustus 2021, oditur mendakwa kelima pelaku dengan Pasal 358 KUHP tentang perkelahian.
"Dakwaan dalam pasal tersebut ancaman hukumannya sangat rendah berkisar antara 2 tahun 8 bulan hingga 4 tahun untuk sebuah kasus yang menyebabkan meninggalnya orang," kata Direktur Perkumpulan Advokat Hak Asasi Manusia (PAHAM) Papua, Gustaf Kawer, Jumat (3/9/2021).
Dalam perkara ini PAHAM Papua sebagai kuasa hukum dari keluarga korban Briptu Marchelino Rumaikewi. Kemudian, pada agenda mendengar keterangan saksi, dari 36 saksi (11 saksi dari TNI, 20 saksi dari polisi, 5 ahli dari kedokteran) hanya tiga saksi yang dihadirkan dan dimintai keterangan dalam persidangan.
Sedangkan saksi-saksi dan ahli lainnya, sambung Gustaf, hanya dibacakan keterangannya. Dia berpendapat sidang ini jauh dari kepentingan mengejar kebenaran materiel dalam pengungkapan fakta penembakan.
Sidang lanjutan 1 September 2021 dengan agenda tuntutan dibacakan oditur pada Jam 18.55 WIT hingga 20.00 WIT. Dalam uraiannya, oditur menyatakan para terdakwa terbukti melakukan penyerangan kepada lima personel Polri tersebut.
Jaksa menuntut mereka dengan Pasal 358 ayat (2) KUHP, dengan tuntutan masing-masing Rawin Kambay 18 bulan kurungan; Gerson Sarwano 12 bulan; Muhammad Arfan 10 bulan; Ariyanto Andrarias Patanan 10 bulan; dan Septiyan Rudi Cahyono 10 bulan.
Gustaf menyatakan persidangan ini jauh dari rasa keadilan bagi korban.
“Mulai dari penggunaan dakwaan yang ancaman hukumannya sangat rendah, proses yang memakan waktu 1 tahun 5 bulan, para terdakwa tidak ditahan selama proses hukum, tidak adanya komunikasi dari pihak Kodam dan Polda Papua kepada keluarga korban,” terang dia.
Tak hanya itu, pihak kepolisian pun tidak proaktif untuk menghadiri proses sidang untuk bertindak sebagai saksi, serta mengindikasikan proses hukum di Peradilan Militer ada niatan melindungi pelaku.
“Kami berharap hakim memvonis maksimal dan (memberikan) hukuman tambahan bagi para terdakwa agar dipecat dari kesatuannya karena menghilangkan nyawa,” tutur Gustaf.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Zakki Amali