Menuju konten utama

Kasus Pembunuhan Penumpang di Cina, Nebeng Online Tak Aman

Kasus-kasus pembunuhan yang bertalian dengan jasa ride-sharing seperti taksi online hingga carpooling menunjukkan layanan ini masih berisiko soal keamanan penggunanya.

Kasus Pembunuhan Penumpang di Cina, Nebeng Online Tak Aman
Ilustrasi carpooling. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Dunia ride-sharing Cina tengah jadi buah bibir. Seorang perempuan berusia 20 tahun tewas di Kota Wenzhou pada Jumat (24/8). Perempuan malang itu meninggal saat menggunakan Didi Hitch—layanan carpooling dari Didi Chuxing—raksasa ride-sharing Cina.

Kejadian tragis ini bermula kala ia menaiki mobil Didi Hitch yang dipesannya pada pukul 13.00 waktu setempat. Sejam kemudian, menurut rekan korban, perempuan tersebut mengirim pesan ia dalam kondisi bahaya. Sayang, korban lantas ditemukan dalam keadaan tak bernyawa. Sebelum dibunuh, korban diketahui diperkosa terlebih dahulu oleh pengemudi Didi Hitch.

Otoritas setempat akhirnya sukses menangkap pelaku yang disebut pihak Didi “tak memiliki catatan kejahatan sebelumnya.” Namun, mereka mengakui, pengemudi Didi Hitch tersebut telah diberi “tanda peringatan” oleh penumpangnya sehari sebelum kasus pembunuhan terjadi atas perilaku buruk. Sayangnya, Didi kecolongan menanggapi “tanda peringatan” itu. Pemerintah lantas membekukan operasional Didi Hitch secara nasional serta memecat General Manager Hitch dan Vice President of Customer Services.

“Kami meminta maaf atas layanan Hitch. Layanan ini kami tangguhkan atas kesalahan yang telah kami perbuat dan hal tersebut sangat mengecewakan,” sebut pernyataan resmi Didi Chuxing.

Kasus pembunuhan yang menimpa penumpang Didi Hitch bukan kali ini terjadi. Tiga bulan lalu, atau pada Mei, seorang pramugari yang menggunakan layanan Didi Hitch tewas oleh pengemudi yang menggunakan akun Didi milik ayahnya. Buntut kejadian itu, Didi memblokir layanan Hitch selama enam pekan. Saat diaktifkan kembali, mereka memberlakukan aturan baru yang menyatakan hanya penumpang yang berjenis kelamin sama yang bisa menggunakan layanan Hitch pada malam hari. Sialnya, perempuan berusia 20 tahun yang jadi korban pada Jumat pekan lalu, meregang nyawanya di siang hari.

Kementerian Perhubungan Cina, dalam pernyataannya, menyatakan “dua insiden mengerikan yang terjadi telah mengungkap celah menganga pada platform Didi Chuxing.” Pemerintah Cina “menuntut Didi berhenti membual dan mengambil langkah konkret memastikan keselamatan penumpangnya.” Insiden semacam ini mirip-mirip pernah terjadi pada kasus ride-sharing taksi online di Indonesia.

Misalnya kasus pembunuhan Justinus Sinaga, ia ditemukan tak bernyawa pada 5 Maret 2018 lalu di kawasan Gunung Salak Endah, Pamijahan, Kabupaten Bogor. Pada 20 Januari 2018, Deny Setiawan yang merupakan pengemudi GoCar yang dibunuh di Tembalang, Semarang. Bedanya, pada kasus taksi online di Indonesia korban umumnya adalah pengemudi. Sedangkan pada kasus di Cina, pada layanan carpooling, korbannya adalah penumpang atau pihak yang sering disebut sebagai "nebengers"

Carpooling

Carpooling merupakan salah satu jenis ride-sharing yang bertujuan memberikan kursi kosong kendaraan ke orang lain yang memiliki tujuan yang sama atau searah dengan pemilik/pengemudi kendaraan. Secara umum, konsep carpooling populer dengan sebutan “nebeng” dan lebih merupakan kegiatan sosial alih-alih pekerjaan yang dilakoni secara profesional. Ini ditegaskan oleh Grab, melalui blog resmi mereka, pengemudi GrabHitch, layanan carpooling milik Grab, “bukanlah pengemudi komersial” sebagaimana pengemudi GrabCar.

Carpooling bukanlah barang baru. Sebelum dipopulerkan dunia aplikasi smartphone, pada 2009, sebanyak 200 warga Wuhan Cina melakukan aksi “nebeng bareng tetangga.” Dilansir Wired, aksi nebeng bareng tetangga itu diyakini “dapat mereduksi kemacetan.”

Gagasan untuk menurunkan kemacetan oleh carpooling memang berdasar. Otoritas Cina menyebutkan 80 persen mobil yang lalu-lalang di jalanan hanya diisi satu orang. Di Indonesia, menurut penelitian Boston Consulting Group bersama Uber, menunjukkan saat ini ada lebih dari 50 persen mobil di jalan yang hanya digunakan oleh 1 orang saja. Carpooling adalah solusi mengatasi macet dengan mengoptimalkan tingkat keterisian kendaraan pribadi.

Perlahan, popularitas konsep carpooling menanjak. Dipacak dari Statista, ada 7,6 juta kendaraan yang tergabung dalam layanan carpooling di seluruh dunia pada 2015. Pada 2020 diprediksi meningkat jadi 23,16 juta kendaraan. Di Amerika Serikat, data Statista lain menyebut 8,6 juta keluarga “nebeng” untuk bepergian.

Kehadiran carpooling via aplikasi memudahkan konsep sosial itu masuk ke kehidupan modern. Melansir laporan The New York Times, carpooling yang masuk via aplikasi bisa membuat pencarian pengemudi-penumpang mudah dilakukan dan perhitungan tarif jadi lebih transparan.

Namun, carpooling merupakan transportasi sosial, tidak ada tarif pasti soal layanan ini. Penumpang, bisa membayar berapapun atau membagi biaya bensin secara merata. Didi Chuxing, pemilik layanan Didi Hitch, tidak mengkomersialkan layanan ini. Tarif yang dibayarkan penumpang ke pengemudi berdasarkan kesepakatan mereka bersama. Ini juga dilakukan Sejalan, aplikasi carpooling di bawah naungan Astra bernama "Sejalan".

Rina, tim aplikasi carpooling "Sejalan", mengatakan aplikasi tersebut “sama dengan GrabCar, tetapi tidak ada biaya. Tarif dibayarkan sesuai dengan negosiasi pihak yang menebeng dan kapten—julukan bagi pengemudi aplikasi "Sejalan" yang memberikan tumpangan.

Berbeda dengan Didi Hitch dan "Sejalan", GrabHitch, layanan carpooling dari Grab, memberlakukan tarif langsung. Di awal kemunculan GrabHitch, yang terjadi pada Mei 2017, startup tersebut menetapkan tarif minimal Rp20.000 untuk pihak yang menebang untuk jarak tempuh 1-20 Km. Jika melebihi itu, ada tambahan tarif Rp1.000 per Km.

Infigrafik Nebeng Dong

Risiko Keamanan Carpooling

Kani Patra, warga Jakarta, adalah pengguna aplikasi Nebengers. Ia biasa menyediakan lima kursi kosong di mobilnya untuk berbagi kepada orang lainnya. Ia melakoni layanan carpooling dengan “modal kepercayaan.” Menurut pengakuannya sangat mudah menjadi penyedia carpooling. Faktor kemudahan inilah yang jadi celah risiko keamanan bagi layanan ini.

“Ya kadang khawatir. (Solusinya) ambil waktu di jam-jam ramai. Siang atau sore, jangan ambil di jam-jam sepi,” kata Kani.

Menurut Kani, prinsip agar tetap aman dari layanan carpooling ialah disiplin hanya pada perjalanan searah pengemudi. Jangan mau didikte soal rute yang dipilih oleh para penebeng. Selain itu hindari penumpang dari satu kelompok besar, sebaiknya memilih satu-satu penumpang secara terpisah.

Rasmunandar Rustam, pendiri TemanJalan, chatbot Line yang menyediakan layanan carpooling, menyatakan untuk menjalankan carpooling, langkah verifikasi terhadap pengemudi dan penumpang, sangat penting. TemanJalan, yang masih berupa platform tertutup alias hanya menyediakan tebengan di komunitas tertentu seperti kampus, menggunakan kartu identitas mahasiswa untuk kepentingan verifikasi.

“TemanJalan di UI verifikasinya dibantu menggunakan Juita (Jaringan Universitas Indonesia Terpadu),” kata Rasmunandar.

Verifikasi ketat tersebut membantu para pengguna TemanJalan aman dalam berbagi tebengan kepada orang-orang yang baru dikenal. Menurut penuturan Rasmunandar, terjadi proses tebengan, pengemudi dan penumpang wajib mengirimkan foto selfie ke sistem TemanJalan.

Sejalan pun melakukan verifikasi yang cukup ketat. Rina memaparkan verifikasi pengguna sejalan dilakukan dengan menyertakan “STNK, SIM, alamat lengkap, yang membuat sistem sangat aman.” Aplikasi yang baru meluncur pada Februari 2018 dan mengklaim telah memiliki kurang dari seribu Kapten dan lebih dari seribu pengguna itu, bisa menolak tebengan ketika dirasa ada sesuatu yang membahayakan. Kekhawatiran soal keamanan ini akhirnya kejadian dalam kasus carpooling Didi di Cina.

Kasus pembunuhan perempuan muda di Cina yang menggunakan Didi Hitch jadi preseden buruk skema transportasi sosial ini. Dilansir The Straits Times, telah terjadi kampanye menghapus aplikasi Didi di Cina. Namun, tak bisa dipungkiri, carpooling merupakan solusi transportasi, tetapi Didi dan siapapun penyedia layanan sejenis harus lebih memperhatikan verifikasi pengemudi-penumpang.

Prinsip ride-sharing yang mengedepankan efisiensi jangan sampai mengorbankan keamanan jiwa. Bagi pengguna layanan carpooling, baik pengemudi maupun penebeng harus tetap waspada dari risiko keamanan.

Baca juga artikel terkait TAKSI ONLINE atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Suhendra