tirto.id - Arti klitih dalam bahasa Jawa adalah suatu aktivitas mencari angin di luar rumah atau keluyuran.
Namun, dalam dunia kekerasan remaja Jogja, pemaknaan klitih kemudian berkembang sebagai aksi kekerasan atau kejahatan jalanan dengan senjata tajam atau tindak-tanduk kriminal anak di bawah umur di luar kelaziman.
Kata klitih kembali ramai menjadi perbincangan warganet usai Daffa Adziin Albasith (18) yang ternyata anak anggota DPRD Kebumen Madkhan Anis jadi korban tewas klitih di kawasan Gedongkuning, Jogja.
Akibatnya, tak sedikit warganet yang mengecam aksi klitih, bahkan di Twitter kata klitih dan Jogja sempat menjadi trending topik.
Hingga Rabu (6/4/2022) pagi, kata Jogja juga masih trending di Twitter dengan 30,1 ribu tweet yang mengandung kata Jogja. Dari tweet yang mengandung kata Jogja tersebut tak sedikit yang mengeluhkan hingga berbagi cerita soal pengalaman terkait klitih yang mereka alami.
Selain itu, ada pula warganet yang mulai menyuarakan pendapat untuk mem-blacklist Jogja menjadi salah satu tujuan wisata dan tujuan kuliah karena semakin maraknya kasus klitih di Jogja.
Menindaklanjuti semakin maraknya kasus klitih yang terjadi di Jogja dan merespons arahan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan HB X yang meminta jajarannya tegas menindak klitih, Pemda DIY melalui Biro Tata Pemerintahan (Tapem) Setda DIY bersama Kepolisian Daerah (Polda) DIY berkomitmen memberantas segala bentuk kejahatan jalanan.
Pembahasan komitmen dilakukan Selasa (5/4/2022) sore di Kantor Direskrimsus Polda DIY, Sleman. Salah satu upaya yang akan dilakukan adalah menjalin kerja sama dengan Jaga Warga yang ada di kalurahan/desa.
"Sesuai Pergub DIY 28/2021, Kelompok Jaga Warga memiliki tugas membantu menyelesaikan konflik sosial di lingkungan masyarakat. Modal sosial ini dapat menjadi tambahan kekuatan untuk turut menanggulangi kejahatan jalanan di masing-masing wilayah", tutur Kepala Bagian Bina Pemerintahan Kalurahan/Kelurahan dan Kapanewon/Kemantren Biro Tapem Setda DIY KPH Yudanegara.
Menurut Yuda, saat ini kalurahan telah mulai bergerak menjaga titik-titik rawan di kalurahan dengan melilbatkan relawan masyarakat dan Jaga Warga.
“Kegiatan monitoring aksi anak-anak yang berpotensi melakukan kejahatan jalanan secara kontinu dilaporkan ke Polsek terdekat melalui Bhabinkamtibmas,” jelasnya.
Ia menambahkan, agar warga juga mematuhi kembali jam belajar masyarakat guna mencegah aksi klitih di Jogja.
"Saya minta Jaga Warga tingkat kalurahan ikut mengawasi aktivitas anak-anak muda setelah jam belajar masyarakat. Intensifkan koordinasi dengan Bhabinkamtibmas dan Polsek setempat, bila mulai meresahkan masyarakat. Sebagai orang tua, kami juga tidak ingin anak-anak kami menjadi pelaku, terlebih korban kejahatan jalanan. Mencegah lebih baik daripada mengobati," imbuhnya.
Sementara, Direktur Direskrimsus Polda DIY, Kombes Pol. Roberto mengatakan Polda DIY sesuai dengan arahan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X akan menindak tegas pelaku kejahatan jalanan.
Di samping itu, Kapolda DIY Irjen Pol. Asep Suhendar mengutarakan juga telah memberikan beberapa arahan yang diharapkan dapat menjadi solusi kejahatan jalanan.
“Bapak Kapolda DIY telah memberikan beberapa arahan misalnya melakukan pembinaan dan penyuluhan secara berkala kepada pelajar SMP/SMA terkait kejahatan jalanan oleh Bhabinkamtibmas serta melakukan razia pada tas bawaan pelajar. Di sisi lain, penerangan jalan harus diperbanyak, memasang spanduk imbauan lokasi rawan kejahatan, serta membatasi siswa (bagi yang belum memiliki SIM) untuk tidak menggunakan kendaraan bermotor ke sekolah,” jelas Berto, sapaan akrabnya.
Berto mengatakan, upaya tersebut juga perlu didukung dengan kolaborasi bersama Pemda untuk menambah CCTV di tempat rawan kejahatan dan manajemen media.
“Sementara itu, upaya penegakan hukum juga akan dilakukan seperti mengejar dan menangkap pelaku kejahatan serta memproses pidana secara maksimal yang dikoordinasikan dengan kejaksaan dan pengadilan negeri agar mendapat hukuman maksimal,” tambahnya.
Terduga pelaku klitih Jogja tertangkap
Kapolres Sleman AKBP Ach. Imam Rifai, dalam konferensi pers di Mapolsek Gamping, menyampaikan petugas berhasil mengamankan dua orang remaja terduga pelaku klitih JH (16) warga Gamping Sleman dan BA (20) warga Kasihan, Bantul.
Peristiwa penagkapan terduga pelaku klitih itu terjadi di Jalan Titi Bumi, Banyuraden, Gamping, sekira pukul 02.30 WIB.
Ia menjelaskan, awalnya para tersangka berboncengan bertiga dengan mengendarai sepeda motor matic. Mengetahui tersangka membawa sajam, warga kemudian melakukan pengejaran. Saat di Jalan Titi Bumi, para tersangka terjatuh karena dihadang sejumlah warga kemudian diamankan petugas.
"Tersangka JH dan BA berhasil diamankan sedangkan tersangka FD (18) warga Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, yang berhasil melarikan diri," jelas Kapolres Sleman.
"Tersangka saat ini masih menjalani pemeriksaan di rumah sakit setelah motor yang dikendarai terjatuh saat akan di tangkap," tambahnya.
Selain mengamankan dua tersangka, petugas juga menyita barang bukti dua bilah senjata tajam jenis clurit dan satu unit sepeda motor matic.
Fakta baru kasus tewasnya pelajar SMA di Gedongkuning Jogja dan kronologinya
Kronologi kejadian klitih yang menyebabkan korban jiwa ini terjadi pada Minggu sekitar pukul 02.10 WIB, kala itu, Tim Patroli Sabhara Polda DIY dan Kepolisian Sektor Kotagede bertemu dengan seorang remaja laki-laki yang mengalami luka pada bagian kepala di kawasan Jalan Gedongkuning, Kota Yogyakarta.
Dirreskrimum Polda DIY Kombes Pol Ade Ary Syam Indriadi menjelaskan bahwa kejadian yang menyebabkan Daffa meninggal bermula dari ejek-ejekan remaja.
"Saat itu korban tidak sendirian bersama temannya sebanyak 5 motor, dan pada saat mereka sedang membeli makanan di Warmindo tiba-tiba ada sekelompok pemotor yang memblayer motornya hingga terjadilah kejar-kejaran karena tersinggung," kata Ade dalam konferensi pers yang ditayangkan dalam YouTube Polda Jogja.
Ade menjelaskan dalam proses kejar-kejaran, kelompok korban sempat kehilangan jejak dari kelompok blayer motor. Hingga akhirnya ada serangan dari belakang menggunakan gear motor yang mengenai kepala bagian belakang Daffa.
"Kebetulan korban duduk membonceng di bagian belakang sehingga tidak sempat menghindar, sedangkan kawannya di bagian depan sempat menangkis," kata dia.
Korban dan para temannya tetap melanjutkan perjalanan hingga bertemu dengan tim patroli Sabhara Polda DIY.
"Baru dari kami melakukan evakuasi dan membawa korban ke Rumah Sakit Hardjolukito," terangnya.
Kepolisian sudah memeriksa tempat kejadian perkara (TKP) dan mengumpulkan keterangan saksi di lokasi kejadian.
"Kami memeriksa beberapa saksi seperti hansip, petugas bus TransJogja, dan warga di sekitar angkringan," ujar Ade.
Selain di Kotagede, Kota Yogyakarta, sejumlah terduga klitih klitih kembali ditangkap warga di Jalan Godean KM 4,5, Sleman pada Selasa (5/4/2022) dini hari.
Update kasus klitih terbaru di Jogja
Belum juga usai kasus klitih yang menewaskan pelajar SMA di Jogja, kasus klitih kembali terjadi lagi di Jogja. Akun @Merapi_Uncover menginformasikan bahwa terjadi kasus klitih pada Rabu dini hari (6/4/2022). Korban yang dikepruk menggunakan kaca mengalami luka sobek di pipi.
Menurut postingan di Twitter tersebut, pelaku berjumlah 3 orang dengan 3 motor metic dan salah satu pelaku menggunakan baju flanel. Kejadian klitih terbaru di Jogja ini terjadi di Jalan Brawijaya/RR Selatan sekitar pukul 01.30 WIB.
Arti Kata Klitih dan apa tujuan klitih?
Sosiolog di Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada Wahyu Kustiningsih saat dihubungi redaksi Tirto pada Rabu (29/12/2021) menjelaskan bahwa klitih dalam bahasa Jawa atau arti yang sebenarnya berarti mengisi waktu luang dengan melakukan hal yang positif.
Namun kemudian bergeser karena ada tindakan yang merugikan atau kejahatan seperti pembacokan.
Fenomena klitih yang pemahamannya bergeder pada tindak kejahatan hingga saat ini masih terus terjadi karena menurut Wahyu kurang ada ruang ekspresi untuk remaja.
"Saat ini ruang bagi anak muda untuk mengekpresikan dirinya sangat terbatas, gimana bisa minta anak muda melakukan hal positif kalau enggak ada fasilitas yang mendukung," katanya.
Selain itu, Wahyu juga menjelaskan, bahwa eksistensi dan regenerasi menjadi hal yang membuat fenomena klitih di Jogja hingga saat ini masih tumbuh subur.
"Klitih enggak selesai-selesai karena ada regenerasi kalau kita bilang klitih sebagai kenakalan, ada unsur eksistensi. Anak muda yang sedang eksistensi cari jati diri. Kalau ditangkap bisa jadi enggak ada penyesalan, semakin ditangkap semakin menunjukkan power-nya ke grupnya," ujarnya.
Wahyu menyarankan, untuk bisa menyelesaikan kasus klitih yang ada di Jogja harus melibatkan berbagai pihak mulai dari orang tua (keluarga), masyarakat, dan tentunya pemerintah daerah serta kepolisian.
Selain itu, menurutnya penggunaan CCTV juga bisa dimaksimalkan untuk memantau keamanan yang ada di Jogja dari gangguan klitih.
"CCTV bisa dimaksimalkan, saya yakin aparat tahu daerah-daerah yang rawan, kenapa enggak memaksimalkan CCTV," pungkasnya.
Editor: Iswara N Raditya