Menuju konten utama

Kasus Dokter Helmi Jadi Tantangan Polisi Berantas Senpi Ilegal

Polisi merupakan pihak yang bertanggung jawab atas peredaran senjata api ilegal.

Kasus Dokter Helmi Jadi Tantangan Polisi Berantas Senpi Ilegal
Propam memeriksa senjata api milik jajaran polisi Polres Bogor di Mapolres Bogor, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (6/10/2017). ANTARAFOTO/Yulius Satria Wijaya

tirto.id - Kasus dokter Helmi yang menembak istrinya, dokter Lety Sultri, menambah daftar pelanggaran penggunaan senjata di kalangan sipil. Insiden ini terjadi selang sebulan setelah seorang dokter bernama Anwari, dilaporkan ke polisi karena mengancam petugas parkir dengan senjata api.

Kasus pelanggaran ini menjadi perhatian kepolisian. Kadiv Humas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto mengatakan, pihaknya akan memeriksa terlebih dahulu soal senjata yang digunakan dokter Helmi.

“Kami cek dulu dokter ini punya senjata apa,” kata Irjen Setyo di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Jumat (10/11/2017).

Polisi merupakan pihak yang bertanggung jawab atas peredaran senjata api di masyarakat. Menurut Setyo, ada dua jenis senjata yang diberikan izin: untuk pembelaan diri dan untuk olahraga menembak. Izin ini termaktub dalam Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2012.

Baca juga: Kontroversi Kepemilikan Senjata Api

Di luar dua jenis senjata tersebut, senjata yang dimiliki dokter Helmi tergolong ilegal. Helmi bisa dipidana sesuai Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951. Jika merujuk ke UU tersebut, Helmi terancam hukuman mati.

Namun, Setyo yakin, senjata yang dimiliki Helmi tak masuk dua kategori yang diizinkan polisi alias ilegal, senjata ilegal terdiri dari selundupan dan rakitan. Senjata tersebut bisa dibawa bebas.

“Karena kalau senjata atlet menembak, senjatanya disimpan di gudang,” sebut Setyo.

Persoalan pengawasan, Setyo mengatakan, pihaknya selalu mengawasi penuh senjata yang berizin. Sebaliknya, polisi angkat tangan soal peredaran senjata yang ilegal. Karena itu, Setyo meminta masyarakat untuk melapor jika mendapati orang yang membawa atau menggunakan senjata api.

“Saya harap laporkan ke kepolisian terdekat untuk dikonfirmasi apakah senpi (senjata api) itu legal atau ilegal,” kata Setyo.

Baca juga: Dokter Helmi Tak Punya Lisensi Resmi dan Sertifikasi Senjata Api

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan, Helmi belum memberikan keterangan kepada polisi ihwal senjata yang digunakannya untuk menembak dokter Lety. Namun, merujuk jenisnya, Argo yakin, senjata tersebut ilegal karena merupakan senjata rakitan.

“Yang bisa buat resmi cuma Pindad,” kata Argo.

Argo menjelaskan, senjata rakitan harus dibedakan dari senjata bekas. Senjata bekas bisa diperoleh dari wilayah bekas konflik yang kerap terjadi kontak senjata seperti di Papua. Sedangkan senjata rakitan kebanyakan diperoleh dari industri atau bengkel.

Ihwal peredaran senjata api di Jakarta, Argo mengklaim, polisi sangat ketat mengawasi. Namun, pengawasan ini terkait senjata api yang berizin. Meski begitu, Argo enggan menjelaskan lebih jauh seperti apa pengawasan yang dilakukan untuk menghindari penyalahgunaan.

“Kami kan ada datanya. Siapa yang punya senjata api, ada yang punya, ada yang masa berlakunya terbatas. Biasa kami lakukan rutin itu (pengecekan),” kata Argo.

Baca juga: Polisi: Dokter Helmi Awalnya Siapkan 2 Senpi untuk Ancam Istri

Diketahui, dokter Ryan Helmi (41) menembak istrinya, dokter Lety Sultri (46) saat t praktik di Azzahra Medical Centre, Jalan Dewi Sartika, Kramatjati, Jakarta Timur.

Saat ini, Helmi berada di rumah tahanan Polda Metro Jaya. Sedangkan jenazah Lety sudah dikebumikan di TPU Kemiri, Rawamangun, Jakarta Timur, siang tadi.

Atas tindakannya Helmi sementara dikenakan dengan Pasal 338 tentang pembunuhan dan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.

Pasal 338 berbunyi: “Barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, karena bersalah telah melakukan “pembunuhan” dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun.”

Sedangkan Pasal 340 mengandung aturan: “Barang siapa yang dengan sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.”

Baca juga artikel terkait DOKTER LETTY SULTRI atau tulisan lainnya dari Mufti Sholih

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Mufti Sholih
Editor: Mufti Sholih