tirto.id - Wakil Presiden ke-11 Indonesia, Boediono belum memberikan tanggapan soal putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memerintahkan KPK untuk menetapkan status tersangka padanya.
Oleh sebab itu, reporter Tirto mencoba menyambangi kediaman Boediono di Yogyakarta pada Kamis (12/4/2018) untuk meminta tanggapan atas putusan tersebut. Namun, Boediono tak ada di rumahnya.
Rumah berpagar putih itu tampak sepi, tak ada kendaraan sama sekali di garasi. Namun, setelah kami mengucapkan salam, dari sisi timur pagar yang tertutup rapat, keluar seorang satpam dari bilik tempatnya berjaga.
"Bapak tidak di rumah, sepertinya di Jakarta. Rumah sepi, enggak ada siapa-siapa di dalam," kata satpam penjaga rumah tersebut kepada Tirto, Kamis (12/4/2018).
Ia pun menyatakan, sudah lama Boediono tidak datang ke rumah yang beralamat di Jalan Sawitsari, Condongcatur, Sleman, Yogyakarta itu. Si satpam mengaku tak ingat kapan terakhir ia bertemu dengan majikannya.
"Lupa saya, sudah lama enggak ke sini Bapak. Saya sih cuma diminta untuk jaga asetnya yang di sini saja. Tapi kalau Bapak ke sini, sekitaran sini pasti ramai, kan Bapak ke sini pas ada acara," ujarnya.
Selain pernah menjabat sebagai wakil presiden Indonesia Kabinet Indonesia Bersatu jilid II pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono, Boediono juga dikenal sebagai mantan Gubernur Bank Indonesia.
Nama Boediono disebut sebanyak 44 kali dalam dakwaan Budi Mulya, terpidana kasus Bank Century. Boediono diduga terlibat dalam penetapan status Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik yang harus menerima kucuran dana FPJP dan talangan.
Sebelum FPJP dikucurkan, Bank Indonesia yang kala itu dipimpin Boediono mengubah Peraturan BI Nomor 10/26/PBI/2008 tertanggal 30 Oktober 2008.
Beleid itu mensyaratkan bank umum yang hendak mengajukan permohonan FPJP wajib memiliki capital adequacy ratio (CAR), atau rasio kewajiban modal, minimum 8 persen. CAR Bank Century per September 2008 hanya 2,35 persen.
BI kemudian mengubah aturan itu dengan PBI Nomor 10/30/PBI/2008 yang menjadikan syarat pengajuan permohonan FPJP menjadi 'CAR positif'.
"Perubahan PBI itu harus ditandatangani Gubernur BI,” kata Budi Mulya usai menjalani persidangan, 9 Mei 2014 lalu.
Perubahan PBI ini menjadi pintu masuk pemberian FPJP. Dalam surat dakwaan Budi Mulya, perubahan PBI menjadi pintu masalah dalam kasus ini.
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Dipna Videlia Putsanra