Menuju konten utama

Kartu Kredit Direksi Dihapus, Ahok: Dana Pertamina Bisa Dihemat

Komut PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjelaskan nilai yang bisa dihemat oleh perusahaan jika kartu kredit korporat dicabut.

Kartu Kredit Direksi Dihapus, Ahok: Dana Pertamina Bisa Dihemat
Basuki Tjahaja Purnama atau akrab disapa Ahok menjawab pertanyaan wartawan saat tiba di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (25/11/2019). ANTARA FOTO/Hiro.

tirto.id - Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok membongkar nilai yang bisa dihemat oleh perusahaan jika kartu kredit korporat dicabut.

“Jika satu direktur dapat Rp200 juta/bulan dan pemakaian CC [kartu kredit] sampai Rp17 miliar/ setahun. Hitung aja jika seluruh grup direksi dan komisaris. Karena umumnya selalu mentok plafon pemakaian tiap bulan. Data tidak pernah diberikan dan tidak dibuka ke Dewan Komisaris,” jelas dia kepada wartawan, Kamis (17/6/201).

Ahok pun menyebut bahwa dirinya sebagai Komisaris Utama Pertamina menerima fasilitas kartu kredit korporat dengan limit hingga Rp30 miliar. Ahok pun meminta fasilitas kartu kredit korporat bagi pejabat Pertamina ini dicabut. Hal ini menurutnya telah disepakati dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada Senin (14/06/2021).

Menurutnya, pencabutan fasilitas kartu kredit korporat ini bertujuan untuk memudahkan perseroan dalam melakukan kontrol dan juga mencegah pemanfaatan yang tidak ada urusannya dengan perusahaan.

“Agar kontrol pemakaian jelas dan ada budaya malu jika nagih dari kartu kredit pribadi untuk kepentingan kantornya,” kata dia.

Penghematan juga akan berlanjut pada penghapusan uang representatif. Uang ini adalah tunjangan di luar gaji yang keberadaannya bahkan tidak masuk laporan ke Dewan Komisaris.

“Ada CC [Kartu Kredit] aja masih ada dana representatif sebagai tambahan gaji. Orang baik tanpa kontrol bisa ada kemungkinan jadi jelek. Tetapi orang yang oknum dan cenderung jelek dengan kontrol sistem yang baik maka kesempatan jeleknya tidak mudah atau tidak bisa berkembang untuk merugikan perusahaan,” kata dia.

Mengenai nilai pasti dari uang representatif pun masih belum jelas besarannya. Namun, dari beberapa informasi yang Ahok dapatkan nilai dari uang representatif yang dikirimkan ke jajaran pejabat di Pertamina sampai Rp200 juta/bulan.

“Uang dinas lain dengan representatif. Representatif seperti gaji tambahan aja, isunya Rp200 juta/bulan ke direksi. Tetapi tidak pernah diakui dan dilaporkan dalam RUPS hanya globalnya,” tandas dia.

Terkait pernyataan Ahok tersebut, Tirto berusaha mengonfirmasi pada jajaran direksi Pertamina. Reporter Tirto berusaha menghubungi Pjs. SVP Corporate Communication & Investor Relations, Fajriah Usman dan Direktur Keuangan Pertamina Emma Sri Martini pada Kamis (17/6/2021) pagi hingga pukul 18.30 WIB belum mendapat respons, baik kontak whatsapp dan telepon.

Sebelumnya, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga mengungkapkan tanggapan mengenai pernyataan Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok atas usulan fasilitas kartu kredit korporat bagi pejabat Pertamina ini dicabut.

“Saya sudah cek di beberapa BUMN, menurut BUMN yang saya cek memang ada fasilitas kartu kredit tapi untuk keperluan perusahaan, bukan untuk keperluan pribadi,” kata Staf Khusus III Menteri BUMN Arya Sinulingga dalam keterangan resmi, Kamis (17/6/2021).

Terkait pernyataan Ahok mengenai Komisaris Utama Pertamina menerima fasilitas kartu kredit korporat dengan limit hingga Rp30 miliar pun dibantah Arya Sinulingga. Ia menyebut Kementerian BUMN tidak memberikan fasilitas semewah itu. “Hasil pantauan kami limitnya tidak ada yang sampai Rp30 miliar. Limit atasnya Rp50-100 juta dan pemakaian hanya untuk kepentingan perusahaan. Saya juga cek ke Pertamina, menurut mereka tidak ada limit kartu kredit mencapai Rp30 M baik untuk direksi dan komisaris,” beber dia.

Baca juga artikel terkait PERTAMINA atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Bisnis
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Maya Saputri