Menuju konten utama

Karier Panjang Fabio Quagliarella yang Sarat Gol Ajaib & Teror

Fabio Quagliarella boleh tak sebeken Totti atau Del Piero, tapi dia jelas bukan striker kaleng-kaleng. Performanya tetap konsisten di usia senja.

Karier Panjang Fabio Quagliarella yang Sarat Gol Ajaib & Teror
Pesepak bola Sampdoria Fabio Quagliarella usai mencetak gol, Minggu 10/3/2019. Instagram/unionecalciosampdoria

tirto.id - "Dia tak bisa mencetak gol biasa, tapi kami menyukainya dengan cara ini," begitu nyanyian suporter Napoli yang ditujukan untuk pemain pujaan mereka, Fabio Quagliarella.

Mengingat Fabio Quagliarella berarti mengingat kemampuannya mencetak gol-gol spektakuler dan tak terduga. Dia kerap menghadirkan gol-gol tak biasa menggunakan tumit, tendangan gunting maupun voli, hingga tembakan jarak jauh. Tinggi badan yang “hanya” 180 cm juga tak menghalanginya mencetak gol-gol dari sundulan. Itu semua berkat kecerdasannya dalam pergerakan tanpa bola, membuka ruang, maupun memosisikan diri dalam menerima umpan.

Saat debut bersama Torino pada 14 Mei 2000, Quagliarella bukanlah siapa-siapa dibanding sejumlah striker top Serie A Italia, seperti Andriy Shevchenko. Untuk ukuran striker lokal pun, dia sangat mungkin tidak dibicarakan pada level yang sama dengan Alessandro Del Piero dan Francesco Totti. Namun, Quagliarella bukanlah striker biasa karena dia pernah sejajar dengan nama-nama beken tersebut sebagaitop scorer di Serie A top.

Kini di saat para pemain top itu sudah pensiun, Quagliarella masih bertahan di lapangan berkat sederet kemampuan dan gaya bermain. Tak hanya bertahan, dia juga tetap mampu tampil dengan performa tinggi di usia 39 tahun—usia yang dianggap sudah sangat uzur bagi seorang pesepak bola, terlebih seorang striker.

Di luar lapangan, dia tak banyak tingkah. Quagliarella masih tinggal bersama orang tuanya bahkan ketika ia telah menjadi pesepak bola profesional. Waktu senggangnya pun dihabiskan bersama orang-orang terdekat belaka. Dia jelas bukan santapan empuk bagi para paparazzi.

Namun, siapa sangka kisah paling menghebohkan soal dirinya selain perkara gol-gol spektakuler justru datang dari luar lapangan, yakni ketika seorang penguntit meneror dan menghadirkan tahun-tahun terburuk dalam kariernya.

Kisah Penguntit

Fabio Quagliarella lahir pada 31 Januari 1983 di Castellammare di Stabia, sebuah komunedi wilayah kota metropolitan Naples. Sebagai seorang Neapolitan, Quagliarella punya mimpi bermain untuk Napoli. Usai memperkuat Torino dan lima klub Italia lainnya dengan catatan puluhan gol, mimpi masa kecil itu akhirnya terwujud pada 2009.

Kala itu, Quagliarella ditransfer dari Udinese dengan mahar senilai 18 juta euro. Dia kemudian diplot mengisi barisan penyerangan bersama Ezequiel Lavezzi dan Marek Hamšík. Namun di tengah kebahagiaan dan karier yang baru menanjak, Quagliarella justru mulai merasa tak nyaman dan bahkan terancam hidupnya.

Kisah ini tertuang dalam dua laporan panjang oleh Bleacher Reportpada 2017. Sejak memperkuat Sampdoria dan Udinese, Quagliarella terkadang menerima SMS yang berisi tuduhan-tuduhan sebagai pencandu narkoba, pelaku pedofilia, atau bahwa dia terafiliasi dengan cammorristi (mafia Neapolitan). Daftar tuduhan itu lantas kian panjang—Quagliarella dituduh terlibat orgy bahkan pengaturan pertandingan.

Pesan-pesan itu diikuti dengan ancaman bahwa sang pemain bakal ditembak dan dipukuli sampai mati. Itu belum lagi menghitung penguntitan terhadapnya. Kabarnya, penguntitnya pun tahu saat-saat Quagliarella pergi meninggalkan rumah dandia kini dibuat mencurigai orang-orang terdekatnya sebagai pelaku.

Semula, anggota cammorristi lokal serta seluruh fan Napoli menyambut dan merayakan kedatangan Quagliarella dengan gegap gempita. Sang anak asli Naples akhirnya pulang demi memperkuat klub kebanggaan kota asalnya. Namun, bagi sang pemain, urusannya tak sesederhana itu. Surat-surat tuduhan untuknya turut berdatangan ke fan mail klub, sementara SMS tuduhan juga meningkat intensitasnya. Tak lagi hanya menyasar dirinya, tapi juga orang-orang terdekatnya.

Tak pelak hal itu memengaruhi penampilannya di lapangan. Performa Quagliarella anjlok. Dalam sebuah laga yang mempertemukan Napoli dan Fiorentina, misalnya, dia gagal mengeksekusi penalti yang dikenal sebagai spesialisasinya.

Mimpinya pun hanya bertahan semusim. Quagliarella akhirnya memutuskan berganti seragam dan pindah ke luar Napoli. Tujuannya adalah Juventus, rival bebuyutan Napoli dalam konteks persaingan antara tim Italia utara dan selatan.

"Bagi fan Napoli, aku berubah dari idola menjadi pengkhianat dan orang-orang tidak mencintaiku lagi," ujarnya datar.

Fan Napoli menyebutnya “Judah” atau “tentara bayaran sialan” dan jersey-nya dibakar. Di jalanan Naples, ibunya diteriaki “pelacur”. Sementara itu, ancaman yang menghampirinya selama bertahun-tahun tak kunjung berhenti. Tuduhan dan teror mengikutinya hingga ke Turin.

Itu adalah periode terburuk dalam hidupnya. Namun setidaknya dalam segi profesi, dia meraih pencapaian yang sebelum dan sesudah kariernya di Juventus tak pernah tercapai: meraih trofi. Quagliarella tergabung dalam skuad Antonio Conte yang mengawali hegemoni Juve di Serie A. Dalam empat musim bersama Juve, dia memenangkan lima trofi, termasuk tiga scudetto berturut-turut dari musim 2011/12 hingga 2013/14.

Problem dalam hidupnya sendiri baru menemui titik cerah penyelesaian beberapa tahun kemudian. Berkat pertemuan dengan orang-orang yang tepat, kasus penguntitan berhasil dibongkar. Raffaele Piccolo, seorang polisi dari bagian postal service yang menangani kejahatan siber, terungkap sebagai pelaku. Yang lebih mengejutkan: Piccolo adalah orang yang selama ini membantu Quagliarella mengusut kasus penguntitan terhadap dirinya.

Dan Quagliarella bukanlah korban tunggalnya. Piccolo terungkap juga menguntit beberapa korban lain dan dia mendapatkan banyak imbalan dan kemudahan. Dari Quagliarella, Piccolo mendapatkan banyak hadiah seperti tiket pertandingan, jersey yang ditandatangani, hingga akses spesial ke lapangan pada sesi latihan—kesemuanya diberikan sang pemain sebagai imbalan atas bantuannya dalam “menangani kasus”.

Piccolo akhirnya dihukum empat setengah tahun penjara dan Quagliarella akhirnya angkat bicara ke publik. Mendengar kabar itu, suporter Napoli lantas mengakui kesalahan mereka dan meminta maaf, bahkan membuatkannya lagu lain lagi yang bernada penyesalan. Namun, kisah Quagliarella dengan klub impiannya sudah telanjur tamat.

Tim Nasional dan Catatan Rekor

Selain jumlah trofi, faktor lain yang membuat Quagliarella jarang disejajarkan dengan banyak striker top Italia bisa jadi soal pencapaiannya di tim nasional. Kebetulan, kariernya terentang pada periode saat performa Gli Azzurri sedang buruk-buruknya. Sebagai catatan, Quagliarella baru melakoni debutnya di tim nasional berselang setahun usai Italia menjuarai Piala Dunia 2006.

Pada masa yang sama ketika dia menghadapi beragam tuduhan dan teror, Quagliarella berturut-turut dipanggil untuk memperkuat Italia di Piala Konfederasi 2009 dan Piala Dunia 2010. Italia tampil buruk di kedua turnamen itu dan tersingkir di fase grup, tapi penampilan Quagliarella di Piala Dunia 2010 layak menuai pujian. Pada laga terakhir grup yang berakhir dengan kekalahan 2-3 dari Slovakia, dia tampil beringas, bahkan menciptakan gol yang di-chip dari luar kotak penalti.

Infografik Fabio Quagliarella

Infografik Fabio Quagliarella. tirto.id/Quita

Quagliarella kemudian berkali-kali dipanggil ke tim nasional, tapi tanpa sekali pun diturunkan ke lapangan. Hingga nyaris sepuluh tahun kemudian, tepatnya 3,048 hari, Roberto Mancini memainkan Quagliarella lagi yang saat itu telah berusia 36 tahun. Momen itu terjadi dalam laga kualifikasi Euro 2020 melawan Finlandia dan Liechtenstein.

Dia tak menyia-siakan kesempatan itu untuk menunjukkan tajinya. Quagliarella berhasil mencetak gol dan memegang rekor sebagai pemain Italia tertua yang mencetak gol untuk tim nasional. Mancini menyebutnya pemain yang "mampu mempertahankan standarnya" dan "striker yang tahu bagaimana memainkan sepak bola".

Sayangnya, dalam formasi tiga striker Mancini, dia kalah bersaing dengan Ciro Immobile dan Andrea Belotti sebagai penyerang tengah. Quagliarella lagi-lagi gagal tergabung dalam tim nasional ketika Italia kembali memenangkan trofi internasionalnya pada Euro 2020 lalu.

Di level klub, puncak pencapaian pribadinya terjadi pada musim 2018/19. Quagliarella tercatat mencetak gol dalam 11 pertandingan Serie A secara berturut-turut—rekor yang sebelumnya hanya dipegang Gabriel Batistuta seorang.

Di sepanjang liga, dia mengemas 26 gol secara total. Raihan itu mengantarnya melewati jumlah gol Duvan Zapata dan Cristiano Ronaldo. Dia pun menjadi capocannoniere (pencetak gol terbanyak) tertua di Italia.

Dalam catatan rekor sepanjang masa Serie A, Quagliarella kini menempati peringkat ke-13 dalam daftar pencetak gol terbanyak dan menempati peringkat yang sama dalam jumlah pertandingan. Dia masih berpeluang menambah catatan rekornya itu karena masih bakal tampil satu musim lagi.

Namun, hal itu tentu bukan pekerjaan mudah karena seiring menurunnya performa Sampdoria, keterlibatannya dalam urusan gol pun kian berkurang. Dalam 27 kali penampilannya di musim 2021/22, sang kapten I Blucerchiati hanya mencetak lima gol dan tiga assist.

Kendati menyadari bahwa kariernya tak akan lama lagi, Quagliarella merasa masih bisa memberikan kontribusi. "Aku tahu betul usiaku, demikian pula dengan bagaimana aku berlatih," tukas Quagliarella kepada Football Italia.

Apa pun itu, Quagliarella kini tampak telah melewati periode tersulit dalam kariernya. Dia bisa dikategorikan sebagai salah satu legenda Serie A dan layak menyongsong pengujung kariernya dengan tenang. Ada baiknya dihiasi gol-gol ajaib lainnya yang membuat kita terhenyak.

Baca juga artikel terkait PEMAIN SEPAK BOLA atau tulisan lainnya dari R. A. Benjamin

tirto.id - Olahraga
Penulis: R. A. Benjamin
Editor: Fadrik Aziz Firdausi