tirto.id - Dalam pembukaan rapat pimpinan Polri di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian, Jalan Tirtayasa, Kebayoran Baru, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengancam jajarannya terhadap sanksi pemecatan dari jabatan. Hal ini dikatakan Tito apabila memang ada jajarannya yang kedapatan tidak bekerja dengan benar.
Dalam sambutannya, Tito menaruh perhatian pada konflik yang terjadi di masyarakat. Ia menekankan kepada jajarannya untuk melakukan pemetaan potensi konflik dan menyelesaikan konflik sebelum akhirnya meledak.
Ia menuturkan bahwa bila konflik terjadi, maka ada dua tim yang akan diturunkan, Divisi Inspektorat Pengawasan Umum dan Divisi Profesi dan Pengamanan. Kedua tim ini nantinya akan mengecek bagaimana konflik itu bisa terjadi.
Apabila konflik terjadi tanpa ada informasi intelijen dari jajaran intelijen ataupun Binmas Polri kepada para Kapolres dan Kapolda, maka para pimpinan di jajaran intelijen dan Binmas akan dipecat.
“Berarti mereka ga kerja. Tingkat Polres, Kasat Intel : copot, Kasat Binmas : copot. Tingkat Polda, Dirintel : copot, kemudian Dirbinmas : copot,” tegas Tito, Rabu (24/1/2018).
Tidak hanya sampai di situ, ancaman Polri berlanjut kepada para pejabat di atasnya. Tito menandaskan bahwa kebijakan ini sudah ia lakukan. Dengan kebijakan yang ia ambil, Tito mengklaim bahwa konflik sosial relatif menurun selama 2 tahun belakangan.
“(Jika) Kapolda tidak melakukan reaksi atau respon yang tepat untuk menangani (informasi konflik) itu dengan segenap sumber dayanya, Kapoldanya saya copot, Kapolresnya copot. Ini kira-kira kebijakan yang saya ambil saat itu,” katanya lagi.
Tito menerangkan, masalah konflik sosial merupakan masalah yang perlu diperhatikan selain begal, perampokan, narkotika, dan terorisme. Ia berpandangan, penegakan terhadap masalah sosial ini merupakan bagian dari pengembangan bagian dari pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat (Harkamtibmas).
Ia menandaskan bahwa kasus perampokan memang seringkali terjadi di masyarakat, tapi tidak mengganggu stabilitas pemerintah dan masyarakat. Namun, sekali konflik sosial terjadi, maka seluruh kegiatan akan terganggu dan “Lumpuh kegiatannya.”
“Ini tak boleh terjadi,” katanya. “Cukuplah Ambon, cukuplah Poso. Poso dan Ambon kita selesaikan dalam waktu yang sangat lama.”
Perkataan Tito ini merujuk pada konflik sosial di Poso pada tahun 1998-2001 dan konflik di Ambon pada tahun 2011. Kedua kerusuhan ini dikabarkan terjadi karena bermuatan SARA.
Konflik Poso yang sempat terhenti itu, menurut Tito, masih belum tuntas hingga sekarang. Polri dan TNI masih bekerjasama untuk memburu kelompok Mujahidin Indonesia Timur, hasil sisa-sisa konflik Poso dahulu.
“1998 sampai dengan hari ini belum tuntas operasi Tinombala yang masih terus berlanjut,” terang Tito lagi.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Maya Saputri