Menuju konten utama

Kapolri: Larangan Mobilisasi Tak Cuma ke Tamasya Al-Maidah

Kapolri Tito Karnavian menyatakan larangan mobilisasi massa saat putaran kedua Pilkada DKI Jakarta tak hanya untuk mencegah kegiatan Tamasya Al-Maidah, tapi juga berlaku bagi mobilisasi yang dilakukan semua pihak lain.

Kapolri: Larangan Mobilisasi Tak Cuma ke Tamasya Al-Maidah
(Ilustrasi) Baliho berisi maklumat Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya terpasang di pintu utama Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (24/11). ANTARA FOTO/Reno Esnir/aww/16.

tirto.id - Kapolri Jendral Polisi Tito Karnavian menyatakan Maklumat Bersama terkait larangan mobilisasi massa di saat Pilkada DKI Jakarta putaran kedua tidak hanya menyasar kegiatan Tamasya Al-Maidah. Menurut dia, larangan pengerahan massa itu juga berlaku bagi semua pihak lain.

"Larangan tadi bukan hanya berlaku untuk Tamasya Almaidah, tapi juga bagi semua pihak, bagi semua pendukung pasangan calon," kata Tito di Istana Merdeka Jakarta, pada Senin (17/4/2017) seperti dilansir Antara.

Tito menyampaikan hal itu seusai berkordinasi mengenai persiapan putaran kedua Pilkada DKI Jakarta dengan Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto, Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, dan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal Polisi Budi Gunawan.

Tito menyatakan pengerahan massa saat putaran kedua Pilkada DKI Jakarta oleh pihak manapun tidak diperlukan sekalipun dengan alasan mengawasi jalannya pemilihan. Pengawasan pelaksanaan Pilkada sudah ditangani lembaga berwenang seperi Bawaslu dan para saksi semua pasangan calon.

"Saya pikir tidak perlu untuk ada pengerahan massa sampai ke Jakarta karena mekanisme pemilu sudah ada. Ada Bawaslu, saksi-saksi kemudian ada pengamat independen, ada media, semua ada," kata Tito.

Dia menegaskan pihak kepolisian siap bertindak tegas menangkap massa yang dimobilisasi dan menimbulkan kesan intimidatif saat jalannya pemilihan pada 19 April 2017 mendatang.

"Kalau sampai ada pengerahan massa yang terkesan intimidatif, maka Polri sekali lagi dengan diskresinya dapat melakukan penegakan hukum bahkan dalam bahasa yang lebih tegas, kami dapat amankan yang bersangkutan paling tidak 24 jam," kata Tito.

Mereka yang berpotensi ditangkap dan ditahan oleh polisi minimal selama 24 jam itu, Tito mencontohkan, adalah pihak yang melakukan kekerasan pidana, membawa senjata tajam, dan menjalankan intimidasi.

"Itu semua ada pidananya, kita bisa melakukan tindakan hukum ke mereka," kata Tito.

Untuk memaksimalkan pengamanan dan pencegahan mobilisasi massa, Tito menyatakan akan ada 65 ribu aparat keamanan gabungan yang dikerahkan saat putaran kedua Pilkada DKI Jakarta berlangsung. Dia optimistis kekuatan puluhan ribu personel itu akan menjamin proses pemilihan berjalan aman.

"Saya pikir kekuatan yang dikerahkan cukup besar lebih kurang 65 ribu di antaranya adalah 20 ribu dari kepolisian, 15 ribu dari TNI dan sisanya dari linmas dari kemendagri dan pemda,” ujar Tito.

Di tempat yang sama, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto juga telah menyatakan setiap gangguan terhadap Pilkada putara ke dua Jakarta akan dinetralkan aparat keamanan.

"Panglima TNI, Kapolri dan Kepala BIN sudah melakukan koordinasi yang sangat ketat sehingga hal-hal yang kita anggap akan mengganggu pilkada serentak putaran kedua ini akan dapat dieliminasi atau netralisir," kata Wiranto.

Wiranto menambahkan Presiden Joko Widodo telah memerintahkan agar semua aparat negara melindungi hak warga negara untuk menggunakan hak pilihnya dalam pilkada.

"Pak Presiden tadi sudah menyampaikan bagaimana warga negara dilindungi konstitusi, sehingga beliau meminta setiap warga negara yang punya hak pilih untuk melakukan hak pilihnya karena ini kewajiban WNI untuk memilih pemimpin," ucap Wiranto.

Pada hari ini, Kapolda Metro Jaya Irjen Polisi Mochamad Iriawan mengeluarkan Maklumat Bersama tentang larangan mobilisasi massa pada Pilkada DKI Jakarta putaran kedua. Maklumat itu juga ditandatangani Ketua KPU DKI Jakarta Sumarno dan Ketua Bawaslu DKI Jakarta Mimah Susanti.

Maklumat itu melarang semua pihak memobilisasi massa karena berpeluang mengintimidasi secara fisik dan psikologis terhadap para pemilih dan panitia pemilihan di semua Tempat Pemungutan Suara (TPS) di ibu kota.

Maklumat itu menyatakan apabila ada sekelompok orang dari luar Jakarta melaksanakan mobilisasi massa ke ibu kota di hari pemilihan, semua aparat Polri, TNI dan instansi terkait akan melaksanakan pencegahan, pemeriksaan sekaligus memerintahkan mereka kembali ke daerahnya masing-masing. Jika massa tetap memaksa datang ke Jakarta dan melanggar aturan, akan diproses dan dikenakan sanksi sesuai prosedur hukum.

Baca juga artikel terkait PILKADA DKI JAKARTA 2017 atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Hukum
Reporter: Addi M Idhom
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom