Menuju konten utama

Kapolri Diminta Bentuk Tim Independen Usut SP3 Karhutla

Penghentian perkara lewat SP3 15 korporasi yang diduga bertanggung jawab atas kebakaran hutan dan lahan, oleh Polda Riau diamini Kapolri Jenderal Tito Karnavian dengan dalih tidak adanya cukup bukti. Hal itu ditanggapi oleh penggiat LSM yang mendesak Tito untuk membentuk tim independen guna menguak praktik mafia di balik keluarnya SP3 tersebut.

Kapolri Diminta Bentuk Tim Independen Usut SP3 Karhutla
Petugas Kepolisian dibantu pesawat Air Tractor BNPB melakukan pemadaman kebakaran lahan gambut yang terjadi di Desa Rimbo Panjang, Kampar, Riau, Senin (29/8). Cuaca panas dan kencangnya tiupan angin membuat kebakaran lahan gambut dikawasan tersebut sulit untuk dipadamkan. ANTARA FOTO/Rony Muharrman.

tirto.id - Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian telah menyatakan bahwa penghentian perkara (SP3) 15 perusahaan atas kebakaran hutan dan lahan (karhutla) Riau oleh Polda Riau disebabkan tidak adanya cukup bukti. Dari pernyataan itu, Tito pun didesak LSM untuk membentuk tim independen guna mengusut penerbitan SP3 atas kasus karhutla tersebut

"Tim ini dibutuhkan karena diduga ada praktik mafia dibalik keluarnya SP3 tersebut selain itu dampak kebakaran hutan dan lahan besar sehingga tidak bisa begitu saja diabaikan," kata Koordinator LSM Jikalahari, Woro Supartinah, di Pekanbaru, Selasa (30/8/2016).

Woro menyesalkan tindakan Kapolri yang dinilai lamban dan tertutup dalam menanganai kasus SP3 15 perusahaaan pembakar hutan dan lahan. Padahal, Jikalahari mencatat, 40 hari sudah berlalui sejak publik mengetahui penghentian perkara tersebut. Namun, hingga saat ini hasil kinerja Mabes Polri tidak menampakkan hasil.

"Apalagi sejak awal, penerbitan SP3 tanpa diketahui publik. Publik baru mengetahui SP3 pada 19 Juli 2016, padahal SP3 dimulai sejak Januari 2016. Keterlambatan dan ketertutupan ini saja telah mengindikasikan ada hal yang Kepolisian tidak ingin masyarakat luas mengetahui. Ada apa sebenarnya?" katanya.

Sementara hasil evaluasi Mabes Polri atas terbitnya SP3 tersebut belum diketahui publik, Kapolri justru mengamini alasan penerbitan SP3 oleh Polda Riau. Karenanya, Woro menyarankan agar dibentuk tim independen yang terdiri atas unsur akademisi, praktisi hukum, dan masyarakat korban kebakaran hutan dan lahan. Dengan begitu, hasil evaluasi dari tidak berpihak atas kepentingan internal kepolisian.

"Semestinya Kapolri jangan hanya mendengar informasi dari internal Kepolisian, akan tetapi juga mencari dan mendengar informasi dari publik. Itu menjadi penting untuk dilakukan terutama mengingat mandat Kapolri dari Presiden untuk memberantas mafia hukum," tegas Woro.

Berdasarkan pantauan Jikalahari, terjadi peningkatan titik panas yang signifikan pada tahun 2016 di 8 area dari 15 korporasi tersebut.

SP3 15 perusahaan, menurut Woro, adalah salah satu faktor penyebab timbulnya asap kembali. Penerbitan SP3 dianggap telah melanggengkan pengabaian tanggung jawab perusahaan terhadap konsesinya, sehingga perusahaan tidak merasa jera.

“Jika SP3 tidak dianulir, karhutla dan asap akan menjadi persoalan yang terus terjadi dan membahayakan masyarakat,” papar Woro.

Berdalih Tak Cukup Bukti

Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Balai Serindit Gedung Daerah, Pekanbaru, Senin (29/8/2016), menyimpulkan tidak adanya cukup bukti dalam kasus karhutla sehingga diterbitkannya SP3 15 perusahaan oleh Polda Riau dinilai layak.

Dia memaparkan, kesimpulan sementara tidak cukupnya bukti 15 perusahaan terlibat Karhutla pada tahun lalu disebabkan adanya persoalan lahan milik perusahaan, tetapi tidak diketahui siapa pelaku pembakar lahan itu. Selain itu, yang menjadi persoalan menurut Tito adalah terjadi lahan terbakar di luar lahan korporasi namun api merambat memasuki kawasan tersebut.

“Ada pula persoalan yang berkaitan dengan sengketa, dimana lahan milik korporasi namun masyarakat tinggal di sana dan kemudian terjadi kebakaran di titik tersebut,” ungkap Tito.

Sementara itu, saat disinggung soal delapan dari 15 perusahaan yang dihentikan penyidikan atau SP3 oleh Polda Riau dan kembali terbakar selama Agustus 2016 ini, Tito mengatakan perlu mendiskusikannya secara internal terlebih dahulu.

Baca juga artikel terkait KEBAKARAN HUTAN atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Hukum
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari