tirto.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah membagi zonasi untuk kampanye rapat umum Pemilu 2019. Kampanye dengan metode rapat umum ini mulai digelar pada 24 Maret hingga 13 April 2019, atau 21 hari sebelum masa tenang Pemilu 2019.
Rapat umum merupakan salah satu metode berkampanye yang diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Kampanye jenis ini akan melibatkan banyak orang untuk mengetahui visi, misi, dan program apa saja yang ditawarkan partai politik, calon anggota legislatif, dan pasangan calon presiden-calon wakil presiden.
Manajer Pemantauan Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR) Alwan Ola Riantoby mengatakan pelaksanaan kampanye rapat umum harus mengedepankan prinsip pendidikan politik kepada masyarakat.
"Rapat umum tidak hanya diisi dengan narasi orasi-orasi saja, tapi juga ada narasi edukatif. Di situ ada isi tentang pendidikan politik," kata Alwan dalam diskusi bertema Potensi Konflik & Pelanggaran Menjelang Kampanye Rapat Umum di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (10/3/2019).
Alwan berharap, kampanye dengan melibatkan banyak orang ini jangan hanya sekadar mobilisasi massa tanpa mendapatkan pesan apa pun dari peserta pemilu. Sebaliknya, massa yang hadir harus mampu menangkap gagasan, ide, dan program yang akan diusung saat para peserta ini memenangkan pemilu.
Bisa Timbulkan Konflik dan Politik Uang
Pada sisi lain, Alwan menyoroti potensi pelanggaran dalam kampanye rapat umum. Pelanggaran ini dimungkinkan terjadi lantaran kampanye ini melibatkan massa. Salah satu potensi pelanggaran itu adalah konflik antarpendukung pasangan capres. Ini dimungkinkan terjadi mengingat “gesekan” antarpendukung sudah menguat jauh hari sebelum kampanye pilpres dimulai.
Alwan menyebut KPU memang sudah membagi zonasi kampanye. Namun tetap saja, kata dia, potensi itu ada. Oleh karena itu, Alwan meminta KPU dan aparat keamanan sigap mengantisipasi potensi konflik ini.
Konflik antar pendukung dalam kampanye rapat umum juga harus diantisipasi oleh penyelenggara Pemilu dan aparat keamanan. Meski KPU telah membagi ke dalam dua zonasi kampanye, namun tetap saja potensi konflik akan terjadi.
"Kondisi ini kalau muncul maka potensi konflik sosial itu akan sangat tinggi," jelas Alwan.
Sorotan soal potensi pelanggaran juga disampaikan Ketua Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (Kode Inisiatif) Veri Junaidi. Ia menyebut, mobilisasi massa ini kerap jadi pertanyaan dari banyak pihak apabila salah satu peserta pemilu bisa menghadirkan massa dalam jumlah yang banyak.
"Apa mereka hadir datang betul-betul keinginan atau memang ada mobilisasi. Kalau mobilisasi isunya pasti politik uang," ucap Veri.
Veri mengakui, sudah ada regulasi yang mengatur batasan pemberian bahan kampanye seperti kaos. Namun, pemberian uang makan dan transportasi belum diatur jelas. Veri mengatakan, hal ini bisa menjadi modus.
"Uang makan dan transportasi mestinya tidak bisa diberi dalam bentuk uang. Ini yang hampir selalu muncul dalam kampanye rapat umum yakni politik uang," jelasnya.
KPU dan Bawaslu Harus Cermat
Potensi yang disebutkan di atas, kata Veri, harus menjadi perhatian serius bagi penyelenggara Pemilu yakni KPU dan Bawaslu. Veri menyebut KPU harus cermat merancang pelaksanaan kampanye rapat umum agar tidak terjadi gesekan di antara pendukung paslon yang berlaga pada Pilpres maupun Pileg.
"Pembagian zonasi dan waktu mesti clear dan tidak menimbulkan sengketa antarpendukung," ucap Veri.
Bawaslu, juga diharapkan tegas dan adil dalam memproses pelanggaran kampanye yang dilakukan oleh peserta Pemilu.
"Karena jika penegak hukum tidak fair, misalnya untuk satu kandidat tegas yang lain tidak. Nah ini, kan, menimbulkan persoalan baru," tutur Veri.
Terkait antisipasi konflik dan pelanggaran dalam kampanye rapat umum, anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar mengatakan mereka telah menyosialisasi program antipolitik uang dan antihoaks ke masyarakat sejak awal masa kampanye.
Bersama KPU juga, para peserta pemilu diminta untuk menandatangani pakta integritas anti politik uang dan antihoaks.
"Meminta mereka menandatangani pakta tidak melakukan kampanye hoax ataupun money politic," ucap Fritz.
Sementara Komisioner KPU Wahyu Setiawan meyakini pembagian zonasi kampanye rapat umum yang telah dilakukannya dapat mengurangi terjadinya konflik antarpendukung. Ia berjanji KPU membuat jadwal sebaik mungkin sehingga dua paslon dalam pilpres dan partai politik pengusungya tak bentrok saat berkampanye.
"Inilah prinsip utama dalam pengaturan jadwal kampanye, sehingga tidak dimungkinkan dalam hari yang sama, dalam waktu yang sama peserta pemilu berkampanye di dua zona itu tidak mungkin," pungkas Wahyu.
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Mufti Sholih