tirto.id - Calon presiden nomor urut 1 Anies Baswedan mengajak seluruh warga Maluku Utara (Malut) untuk mendukung perubahan dengan menyalurkan pilihannya pada pasangan Anies Baswedan–Muhaimin Iskandar (AMIN) pada Pilpres 2024.
"Kehadiran saya di daerah ini untuk bersama-sama mencapai perubahan, semua orang tahu kalau Provinsi Malut memiliki kekayaan alam luar biasa tapi masyarakat belum merasa sejahtera, sehingga dukung perubahan dengan memilih AMIN di Pilpres 14 Februari 2024," kata Anies Baswedan saat menggelar kampanye di depan Taman Nukila Kota Ternate, Malut, Jumat (26/1/2024) dilansir dari Antara.
Menurut dia, Provinsi Malut sebagai daerah kepulauan masih mengalami kekurangan guru terutama di daerah pesisir. Selain itu, masalah infrastruktur sekolah juga banyak rusak dan masih ada ketimpangan.
Anies mengaku mengetahui sejumlah masalah pendidikan di Maluku Utara, lantaran pernah menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di periode pertama Presiden Joko Widodo. Sebelumnya, Anies juga pernah membawa program Indonesia Mengajar ke Halmahera Selatan, Maluku Utara pada 2011-2012 lalu.
Anies mengatakan anak-anak di sana memiliki keinginan tinggi untuk belajar. Hal ini terlihat saat harus berlayar ke Pulau Bacan, demi menjangkau sekolahnya.
Anies pun berjanji menghadirkan kesetaraan pendidikan dan berharap anak-anak di Maluku Utara mendapatkan pendidikan yang tuntas.
Selain di sektor pendidikan, Anies juga berjanji memajukan sektor lainnya yang menjadi potensi besar yang dimiliki Maluku Utara, seperti sektor kelautan dan perikanan.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengaku senang bisa kembali hadir ke Maluku Utara, setelah sekian lama.
Kehadiran Anies di Ternate kali ini, juga mengajak salah seorang alumnus Indonesia Mengajar, Adhi Nugroho, yang rela mengajar di daerah pelosok bersama 51 orang sarjana lainnya yang disebar ke Indonesia.
Adhi yang diberi kesempatan untuk naik ke panggung kampanye menceritakan saat ditugaskan di Desa Bibinoi, Kabupaten Halmahera Selatan.
Lulusan Universitas Indonesia itu bercerita pernah mengajar pelajarabn Bahasa Inggris dan berbagai metode belajar lainnya. Ia bersama pengajar muda lainnya kala itu harus rela menetap di daerah penempatan selama satu tahun dengan kondisi infrastruktur yang serba terbatas.
Editor: Bayu Septianto