tirto.id - Suatu hari di musim panas tahun 1858, Ratu Victoria meninjau Sungai Thames di tengah kota London yang ramai dibicarakan publik karena baunya yang menyengat. Ia menggunakan perahu untuk melihat kondisi sebenarnya sembari menutupi bau busuk dengan menempelkan buket bunga segar ke hidungnya.
Sebelum perahu berlayar lebih jauh, ia hanya bertahan beberapa menit dan meminta perahu untuk memutar balik, merapat kembali ke daratan karena tidak tahan dengan bau sungai yang terus mengganggu.
Sungai Thames yang menjadi tempat pembuangan utama bagi limbah kota menjadi sangat tercemar. Saat musim panas, airnya surut, menyisakan banyak endapan lumpur dan sampah organik yang terbengkalai di tepian.
Kondisi inilah yang menyebabkan bau busuk yang dikenal sebagai Great Stink atau Bau Hebat.
Bermula dari Ledakan Penduduk
Istilah Great Stink menjadi populer setelah digunakan oleh majalah Punch pada Agustus 1858. Sebelumnya, Punch juga kerap menampilkan kondisi Sungai Thames yang kian memburuk lewat karikatur yang berjudul “Dirty Father Thames” yang dimuat pada tahun 1848.
Majalah Punch dikenal dengan konten satire, mencakup berbagai topik termasuk politik dan isu sosial.
Hal penting yang dilakukan majalah Punch pada peristiwa Great Stink ialah memuat kartun berseri mengenai kondisi Sungai Thames. Salah satunya menampilkan kartun kerangka “The Silent Highhwayman” yang mendayung di sepanjang Sungai Thames yang sudah lama tercemar limbah.
Krisis ini dianggap sebagai puncak tidak higienisnya Sungai Thames dan memaksa perubahan besar-besaran dalam standarisasi sistem sanitasi di Inggirs.
Banyak faktor yang memengaruhi sehingga sungai yang panjangnya mencapai sekitar 346 kilometer itu tercemar hebat.
Memasuki awal abad ke-19, London mengalami pertumbuhan pesat karena Revolusi Industri yang menyebabkan terbentuknya pusat-pusat industri baru yang berkembang di kota-kota besar.
Sejumlah industri menawarkan lapangan pekerjaan baru yang menarik warga dari wilayah perdesaan ke perkotaan. Masyarakat mencari peluang kerja dan kehidupan yang lebih baik di berbagai sektor, seperti manufaktur, perdagangan, transportasi, dan layanan jasa.
Revolusi Industri juga berdampak pada tingkat kelahiran. Kemajuan dalam teknologi dan kesehatan menyebabkan peningkatan angka kelahiran bayi yang bertahan hidup. Beberapa rumah tangga mulai memiliki toilet siram dan tangki septik.
Perbaikan pelayanan kesehatan memungkinkan lebih banyak bayi bertahan hidup hingga usia dewasa, menyebabkan pertumbuhan alami penduduk London dan wilayah lain yang mengalami perkembangan industri.
Populasi kota terus bertambah, sementara infrastruktur sanitasi tidak mampu menangani volume limbah yang semakin meningkat. Sistem pembuangan limbah tidak efisien, sehingga toilet siram malah memperburuk situasi.
Air limbah yang ditampung tangki septik makin meningkatkan risiko. Proliferasi seperti ini menempatkan tekanan baru yang sangat besar pada sistem saluran pembuangan yang sudah ketinggalan zaman.
Karena tidak ada sistem pembuangan limbah yang terpusat di London, limbah rumah tangga dan limbah manusia akhirnya dibuang ke saluran terbuka yang mengalir ke sungai atau parit dan drainase di sepanjang jalan, dengan keyakinan bahwa semuanya akan hanyut ke laut.
Bau busuk yang mengerikan dari Sungai Thames ini tidak hanya menyebabkan ketidaknyamanan bagi penduduk kota, tetapi juga berdampak serius pada kesehatan masyarakat.
Kota Kotor dan Bau
Sungai Thames mengalir melalui beberapa kota, termasuk Oxford, Reading, Windsor, kemudian melintasi ibu kota Inggris, London. Setelah itu, aliran sungai berlanjut melewati kota-kota seperti Greenwich, Gravesend, dan menuju ke daerah pesisir di Muara Thames sebelum akhirnya berakhir di Laut Utara.
Selama berabad-abad, Sungai Thames yang mengalir dari barat laut negara bagian Gloucestershire melintasi London dan menuju ke timur laut menuju Laut Utara itu telah digunakan sebagai saluran pembuangan limbah kota, termasuk limbah manusia, limbah rumah tangga, dan limbah industri.
Seperti yang ditunjukkan oleh penelitian Anthony Wohl berjudul "Endangered Lives. Public Health in Victorian Britain" (2014:234), sekitar 250 ton limbah dibuang setiap hari ke sungai tersebut pada tahun 1850-an.
Ketika Great Stink melanda kota London, limbah yang mengendap selama berabad-abad di Sungai Thames mulai berfermentasi.
Bau busuknya memaksa Parlemen Inggris pindah ke Crystal Palace. Upaya lain dilakukan untuk menutupi bau dengan membasahi tirai bangunan dengan klorida kapur, tetapi tidak berhasil.
Saat itu, masyarakat belum sepenuhnya memahami hubungan antara sanitasi dan kesehatan, akhirnya banyak wabah penyakit yang menyebar dengan cepat karena kondisi sanitasi yang buruk.
Teori miasma menjadi pandangan umum yang mengaitkan penyebab penyakit dengan paparan mayat yang membusuk, pernapasan yang terinfeksi, kotoran, atau tumbuh-tumbuhan yang menyengat, bukan karena kontaminasi air sungai.
Bahkan perusahaan metropolitan seperti Grand Junction Water Works Company memompa air langsung dari bentangan Sungai Thames yang tidak sehat, tanpa perawatan, atau penyaringan apa pun. Kotoran, termasuk lumpur, ikan kecil, dan cacing, bisa keluar dari keran dapur rumah tangga yang dipasok oleh perusahaan.
Kondisi sanitasi yang buruk dan tercemarnya air sungai menyebabkan masalah kesehatan bagi penduduk kota. Salah satu penyakit yang paling umum adalah kolera yang disebabkan oleh bakteri yang hidup di air yang terkontaminasi.
Teori ini dikemukakan oleh John Snow saat menyelidiki wabah kolera tahun 1854 di Soho, sebuah distrik di London Barat dan Tengah.
Snow menyebut bahwa kolera menyebabkan diare, muntah, dan dehidrasi yang parah, serta dapat menyebabkan kematian dalam waktu hitungan jam. Namun, sebuah komite yang ditunjuk oleh parlemen menolak hipotesis Snow dan mendukung keyakinan bahwa kolera menyebar melalui udara.
Situasi yang sangat menjijikkan tersebut, sebagaimana dilaporkan BBC, mengingatkan pada wabah kolera tahun 1832, 1849, dan 1854 saat ribuan orang London meninggal.
Tidak ada laporan resmi mengenai jumlah korban jiwa selama Great Stink, namun beberapa sumber menyebut ada ribuan orang meninggal, sebagian besar disebabkan oleh penyakit yang ditularkan melalui air seperti disentri, tifus, dan kolera. Sementara jutaan lainnya terpaksa bertahan hidup dengan kondisi kesehatan yang memprihatinkan selama beberapa dekade, baik sebelum maupun sesudah periode Bau Hebat.
Reformasi Sanitasi London
Pada 7 Juli 1855, ilmuwan Sir Michael Faraday menulis surat kepada redaksi The Times menggambarkan kondisi sungai yang kian memburuk. Ia menguji serpihan kertas yang dengan cepat menghilang saat dibuang ke air.
“Baunya sangat tidak enak, dan umum di seluruh air; itu sama dengan yang sekarang muncul dari lubang-lubang di jalan-jalan,” tulisnya dalam surat tersebut.
Ia menyimpulkan sungai itu pada dasarnya adalah selokan raksasa yang terbuka dan menuntut pihak berwenang mengambil tindakan untuk membersihkan sungai.
Hingga beberapa tahun, peringatan Faraday tidak digubris pemerintah.
Peristiwa Great Stink akhirnya mendorong Parlemen Inggris menggodok Undang-Undang Sanitasi Umum yang bertujuan untuk memperbaiki infrastruktur sanitasi kota di penghujung 1858.
Hanya butuh 18 hari, parlemen akhirnya meloloskan RUU tersebut untuk mendanai pembangunan saluran pembuangan baru. Undang-undang ini memberikan otoritas kepada badan pemerintahan lokal untuk mengatur sanitasi dan penyediaan air bersih.
Pembangunan sistem saluran pembuangan modern yang memisahkan limbah manusia dari air bersih dan mengalirkannya jauh dari kawasan permukiman ke lokasi pembuangan yang lebih aman. Pembangunan sistem ini menjadi salah satu sistem sanitasi modern terbesar di dunia saat itu.
Metropolitan Board of Works kemudian dibentuk untuk mengumpulkan dana dan memulai pembangunan sistem saluran air limbah baru. Biaya £3 juta berhasil terkumpul dan digelontorkan untuk memulai proyek ini. Dukungan datang dari seluruh spektrum politik.
Sejumlah komplek perumahan dan kawasan bisnis dihancurkan untuk membuka jalan bagi infrastruktur baru. Konstruksi proyek dipimpin oleh insinyur Sir Joseph Bazalgette dan melibatkan penggalian sejumlah besar terowongan dan saluran bawah tanah. Ia merancang jaringan selokan utama untuk mengalihkan air permukaan dan limbah dari kota.
Selain mengatasi masalah sanitasi, sistem Bazalgette juga membantu mencegah banjir di London dengan mengalirkan air hujan yang berlebihan dari kota, mencakup 82 mil saluran pembuangan dan stasiun pompa untuk memfasilitasi aliran limbah.
Saluran pembuangan terdiri dari skema yang melibatkan tanggul Sungai Thames, sehingga menciptakan tanggul Victoria, Albert, dan Chelsea. Tanggul-tanggul ini dirancang untuk membawa aliran terowongan dan membantu membersihkan sungai.
Pembangunan sanitasi modern yang membutuhkan waktu dan biaya besar ini akhirnya berhasil menanggulangi krisis Great Stink. Proyek ini selesai pada 1870. Dua saluran pembuangan lainnya lalu ditambahkan warsa 1910.
Sistem pembuangan dan sanitasi oleh Sir Joseph Bazalgette membawa perubahan signifikan dalam kondisi sanitasi dan kesehatan di London. Bau Hebat tidak pernah terjadi lagi dan sistem ini masih digunakan sampai sekarang, dianggap sebagai salah satu pencapaian teknik terpenting di era Victoria.
Penulis: Ali Zaenal
Editor: Irfan Teguh Pribadi