tirto.id - Microsoft, Facebook, dan perusahaan infrastruktur telekomunikasi Telxius mengumumkan kesuksesan mereka memasang kabel internet bawah laut yang membentang di Samudera Atlantik, Selasa (25/9/2017).
Kesuksesan proyek yang diberi nama “Marea” itu diklaim akan mampu menopang lalu lintas data sebesar 160 terabit per detik. Jika dikonversikan dengan menonton video di YouTube, kapasitas itu akan mampu menopang jalannya 71 juta video beresolusi High Definition (HD) secara bersamaan.
Kabel internet sepanjang kurang lebih 6.437 km tersebut membentang dari Virginia, Amerika Serikat hingga Bilbao di Spanyol. Proyek Marea akan mulai bisa dimanfaatkan pada 2018 mendatang. Marea tidak hanya akan bermanfaat bagi internet di Amerika dan Eropa tapi juga menghubungkan jaringan di Afrika, Timur Tengah, dan Asia.
Kesuksesan tiga perusahaan itu membangun kabel internet bawah laut juga diikuti Google. Melalui laman blog resminya, Google mengatakan bahwa mereka sedang kerja sama dengan AARNet, Indosat Ooredoo, Singtel, SubPartners, dan Telstra untuk membangun kabel bawah laut bernama INDIGO. INDIGO diproyeksikan dapat melayani lalu lintas internet bagi Google dengan wilayah-wilayah di Asia serta Australia dengan kecepatan 18 terabit per detik.
Dalam proyek ini INDIGO akan menghubungkan Kota Perth, Sydney, Singapura, dan Jakarta melalui sambungan kabel sepanjang 9.000 km yang akan dikerjakan oleh perusahaan infrastruktur internet bernama Alcatel Submarine Network. Rencananya INDIGO akan selesai dikerjakan pada pertengahan 2019 mendatang.
Baca juga:Mimpi Internet 5G
Beberapa rencana pemasangan baru kabel bawah laut itu hanya bagian kecil dari keberadaan jaringan kabel dasar samudera di dunia. Hingga kini jaringan kabel bawah laut di dasar samudera memang masih menjadi ujung tombak jaringan internet dunia. Hingga akhir 2016, Dwayne Winseck dalam jurnalnya berjudul “The Geopolitical Economy of the Global Internet Infrastructure” mengatakan bahwa 99 persen lalu lintas internet menggunakan jaringan kabel. Lalu lintas internet tersebut ditopang oleh kabel sepanjang 1,3 juta kilometer. Jika direntangkan di garis khatulistiwa, kabel internet tersebut dapat mengitari lingkaran Bumi sebanyak 32 kali.
Keberadaannya yang ada di dasar laut dan samudera, kabel internet dirancang khusus. Secara teknis kabel bawah laut dari dahulu hingga kini tidak mengalami perubahan yang cukup mencolok. Tercatat, ada 8 bagian utama kabel yang digunakan untuk memberi kekuatan internet. Dari lapisan terluar hingga terdalam kabel antara lain Polyethylane, pita mylar, kabel baja, panghalang air dari aluminium, polikarbonat, tabung tembaga, minyak ter, dan serat optik.
Kabel internet bawah laut itu ditopang oleh 356 perusahaan internasional di bidang infrastruktur kabel bawah laut. Kabel bawah laut yang menyatukan berbagai kontinen itu memang lebih banyak dikembangkan oleh pihak swasta dibandingkan pemerintah bahkan semenjak kabal bawah laut mulai dikembangkan, hingga 1892 kabel bawah laut baru terpasang sepanjang 246.871 kilometer, sebanyak 89,6 persen dipasang oleh pihak swasta.
Merujuk sejarahnya, Edward J. Malecki dan Hu Wei dalam jurnal bertajuk “A Wired World: The Evolving Geography of Submarine Cables and the Shift to Asia” mengatakan bahwa penggunaan kabel bawah laut telah dikerjakan sejak 1850. Kabel bawah laut dimanfaatkan untuk saluran telekomunikasi telegram. Dasar laut pertama yang dilintasi kabel ini adalah Laut Mediterania dan Samudera Atlantik. Namun, semakin pesatnya kebutuhan masyarakat dengan sarana komunikasi yang cepat, kabel bawah laut terus berkembang hingga menghubungkan setiap benua. Dalam dunia fiksi, perihal kabel bawah laut untuk kepentingan telegram ini pernah diabadikan dalam novel karya novelis Jules Verne lewat karyanya yang berjudul “20.000 Leagues Under the Sea.”
Alan Mauldin, peneliti dari TeleGeography, sebuah firma peneliti dunia telekomunikasi, sebagaimana dikutip dari Financial Times mengatakan bahwa kebutuhan bandwidth masyarakat dunia meningkat 40 persen. Ini artinya, pertumbuhan kabel internet akan bergerak naik terus dari tahun ke tahun.
Baca juga:Semakin Tergantung Pada Internet Semakin Anda Boros Data
Pada 1979 misalnya, tercatat hanya ada 55 sistem kabel. Jumlah itu hanya mampu memberikan bandwidth maksimal sebesar 321,4 Mbps. Pada 1999 jumlah sistem kabel meningkat menjadi 245 sistem. Angka itu mampu memberikan bandwidth maksimal sebesar 6.852.113,8 Mbps. Pada 2005, jumlahnya bertambah menjadi 291 sistem kabel yang mampu memberikan bandwidth maksimal sebesar 101.594.123,4 Mbps.
Namun, kabel bawah laut yang menjadi kebutuhan penting masyarakat dunia, menurut Edward J. Malecki dan Hu Wei, saat ini penguasaan infrastruktur internet via kabel bawah laut masih dimonopoli oleh perusahaan-perusahaan Inggris. Tercatat ada 257 perusahaan asal Inggris yang menguasai jaringan 63,1 persen kabel internet bawah laut.
Selain soal monopoli oleh perusahaan dari negara tertentu, kabel bawah laut juga merupakan sebuah pesan politik. Edward J. Malecki dan Hu Wei juga mengatakan bahwa kabel bawah laut Trans Pasifik pertama merupakan pesan dari angkatan laut AS bahwa mereka memiliki kuasa atas Filipina.
Sementara itu, dalam konteks Indonesia, kabel bawah laut juga sebagai kekuatan suatu negara atas dunia internet. Merujuk data yang diungkapkan Anthony M. Townsend dalam jurnalnya berjudul “Network Cities and the Global Structure of the Internet” untuk kawasan Asia, tak ada kota di Indonesia menjadi hub atau bandara transit bagi jaringan internet internasional. Namun, hanya Tokyo, Seoul, Hong Kong, Singapura, Taipei, dan Kuala Lumpur sebagai kota-kota di Asia yang menjadi hub internet internasional.
Kabel Bawah Laut Vs Satelit
Pembangunan jaringan kabel bawah laut sebagai infrastruktur telekomunikasi termasuk internet pernah mengalami penurunan. Pada 1929, atas hadirnya radio gelombang pendek dan sarana non-kabel lain, pembangunan kabel bawah laut menurun. Namun, saat semakin meningkatnya penggunaan komputer di kalangan perusahaan pada era 1980-an, pembangunan kabel kembali bergairah.
Selain bagi internet yang dimanfaatkan secara umum, infrastruktur kabel tersebut pula digunakan untuk menopang jaringan pembayaran/finansial perbankan terbesar di dunia yakni SWIFT (Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunications). Melalui SWIFT, 25 juta pesan finansial terkirim setiap harinya. Dari jutaan pesan itu, uang sekitar $7 triliun berputar tiap harinya.
Namun, tantangan besar dari kabel sesungguhnya bukanlah kehadiran radio gelombang pendek atau sejenisnya. Tantangan besar berasal dari satelit yang mulai menggeliat sejak 1960-an. Dalam rentang 1965 hingga 1988, satelit pernah menjadi ancaman nyata bagi kabel bawah laut, terutama soal penyediaan infrastruktur telepon. Kala itu satelit mampu memberikan kapasitas hingga 10 kali lipat dibandingkan kabel bawah laut menyangkut telepon. Biayanya, satelit hanya mematok sepersepuluh dari biaya kabel.
Namun cara kerja satelit dan kabel bawah laut berbeda. Satelit mentransmisi memanfaatkan receiver atau penerima di Bumi pada titik tertentu. Dengan demikian, satelit lebih mudah menjangkau bagian manapun di dunia. Kabel optik bawah laut, mentransmisikan jaringannya melalui titik ke titik.
Jaringan satelit punya keunggulan daripada kabel bawah laut, misalnya dalam kemudahan menjangkau. Namun, kabel bawah laut memiliki kemampuan menghantarkan data dengan jauh lebih cepat dan lebih banyak dibandingkan satelit. Sepasang kabel optik bawah laut, mampu mengangkut semua lalu lintas data yang dilayani oleh semua satelit yang berada di Geosynchronous yang mengorbit Bumi.
Baca juga:Menyajikan Internet di Pedalaman
Kabel optik bawah laut pun mampu memberikan latency rendah soal mengirimkan data. Latensi merupakan waktu yang dibutuhkan suatu data berpindah dari titik A ke B.
Selain itu, salah satu keunggulan kabel dibandingkan satelit ialah faktor keawetan. Meskipun menyambungkan seluruh dunia terasa mahal dibandingkan satelit, umur pakai kabel jauh lebih lama dibandingkan satelit. Yang berarti mampu memberikan efisiensi yang lebih tinggi. Internet yang kita pakai selama ini melalui proses lalu lintas yang panjang di bawah samudera dan sangat menentukan.
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Suhendra