tirto.id - Di masa kini, internet sudah jadi kebutuhan bagi banyak orang terutama di perkotaan. Di kota-kota besar, bukan hal sulit memperoleh akses internet yang cepat dan stabil. Namun, bagi wilayah-wilayah pedalaman atau remote area, memperoleh dan menghadirkan akses internet merupakan tantangan tersendiri.
Indonesia, sebagai negara yang terdiri dari ribuan pulau, menghadirkan internet bagi seluruh wilayah adalah pekerjaan yang sangat sulit. Dalam acara Financial Close Proyek Palapa Ring Paket Timur, Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara mengungkapkan membangun infrastruktur di wilayah Timur Indonesia tidak menguntungkan secara bisnis tapi bagi pemerintah harus dikerjakan.
Rudiantara membandingkan throughput (tingkat proses maksimum) koneksi internet rata-rata di Jakarta berada di angka 7Mbps. Menurut Rudiantara, angka tersebut berarti menempatkan Jakarta berada di posisi nomor 2 di ASEAN setelah Singapura. “Kita (Jakarta) lebih bagus dibanding Kuala Lumpur dan Bangkok.”
Namun, wilayah Papua dan Maluku memiliki throughput 300Kbps. Dengan koneksi yang lambat tersebut, masyarakat Papua dan Maluku harus membayar lebih mahal daripada apa yang dinikmati di Jakarta.
Proyek Palapa Ring Paket Timur belum menyelesaikan permasalahan koneksi internet terutama di area-area terpencil. Permasalahan terutama menyangkut wilayah Indonesia yang terdiri dari sangat banyak pulau dan wilayah-wilayah dengan kontur geologi yang beragam.
“Membangun backbone (melalui Palapa Ring Paket Timur) belum menyelesaikan masalah. Bagaimana dengan daerah-daerah yang remote. Kita harus membangun satelit. High throughput satellite,” kata Rudiantara.
Guna memberikan akses internet bagi wilayah terpencil di Indonesia, pemerintah akan membangun High throughput satellite yang dimulai pada semester II-2017. Selanjutnya, proyek tersebut direncanakan meluncur pada 2021.
Masalah Dunia
Kesulitan menghadirkan akses internet, bukan hanya dialami Indonesia. Hampir semua negara, termasuk sang raksasa teknologi dunia, yakni Amerika Serikat pun mengalaminya.
Di barat laut North Dakota, Reservation Telephone Cooperative atau ResTel berhasil membangun koneksi berkekuatan 50Mbps ke sebuah pusat kesehatan bernama Elbowwood Memorial Health Care Center. Pembangunan koneksi internet tersebut, sebagaimana diberitakan Wired, bisa dilaksanakan lantaran adanya stimulus pendanaan bagi pembangunan kabel fiber optic dan broadband. Dengan hadirnya sambungan internet tersebut, masyarakat barat laut North Dakota, bisa memperoleh akses kesehatan yang lebih baik. Antara pasien, dokter, dan dokter spesial, bisa memanfaatkan sambungan internet tersebut guna memperoleh teknik pengobatan terbaik.
Tex Hall, pemimpin wilayah tersebut mengungkapkan, “dengan teknologi ini, kami dapat menganalisis secara cepat. Anggota suku kami bisa memperoleh akses pada layanan kesehatan negara. Sebuah (perangkat) sinar-X bisa diterima dan dibaca oleh ahli radiologi di sebuah fasilitas (yang berjarak) sangat jauh (dari sini).”
“Dengan koneksi internet ini kami bisa berbicara dengan ahli fisika di klinik seperti Mayo di Rochester, Minnesota, tentang (masalah yang dialami) pasien kritis. Pasien haian kami bisa secepatnya (memperoleh) akses pada Nephrologists (yang berjarak) 200 mil jauhnya dan kami dapat memonitor pasien diabetes dari rumah mereka,” tambah Hall.
Dalam membangun jaringan internet tersebut, ResTel memperoleh pendanaan dan pinjaman dari pemerintah dengan total biaya US$21,9 juta. Selain membangun jaringan internet bagi rumah sakit, ResTel juga memasang koneksi internet bagi kepentingan bisnis dan individual. Selain itu, ResTel juga turut membangun tower ponsel.
“Jika mereka (Verizon, AT&T, provider besar lainnya) datang, mereka hanya menginginkan wilayah besar," kata Brooks Goodal, manajer operasional ResTel. “Kami melayani setiap orang. Kami tidak memilih mana yang kami layani.”
Secara keseluruhan, pemerintah Amerika Serikat melalui FCC atau Federal Communications Commision, Kominfo-nya Amerika Serikat, menyiapkan paket stimulus senilai US$7,2 miliar dalam bentuk pendanaan dan pinjaman untuk menghadirkan koneksi broadband di wilayah pedalaman dan pedesaan di Amerika Serikat. Paket stimulus tersebut, diyakini bisa memberikan 2,2 juta warga Amerika yang tinggal di area-area tersebut, koneksi internet yang cepat dan stabil.
ResTel sendiri, dalam 4 tahun dari proyek 10 tahun mereka, telah menyajikan koneksi fiber bagi 3.000 rumah di wilayah pedalaman dan pedesaan. Termasuk bagi mereka warga negara Amerika Serikat yang jarak rumahnya dengan rumah tetangga terdekat, bermil-mil jauhnya.
Selain ResTel, perusahaan-perusahaan teknologi dunia juga gencar ikut serta membangun infrastruktur internet bagi wilayah-wilayah pedalaman. Facebook, perusahaan yang didirikan Mark Zuckerberg tersebut, adalah salah satu perusahaan yang mencoba membangun akses bagi masyarakat-masyarakat yang memiliki kesulitan koneksi internet di wilayah yang sukar dijangkau.
Bukan hal yang mengherankan bahwa Facebook mau ikut serta membangun infrastruktur internet. Dengan persaingan ketatnya melawan Snapchat, Twitter, dan berbagai perusahaan lain yang memiliki layanan serupa, Facebook perlu menambah jumlah pengguna layanan mereka. Membangun akses internet bagi masyarakat pedalaman, artinya membangun basis pengguna bagi Facebook itu sendiri.
Pada awalnya, Zuckerberg meluncurkan inisiatif Internet.org, suatu inisiatif yang mencoba menghubungkan internet bagi setiap orang di dunia. Melalui inisiatif tersebut, beberapa situsweb bisa diakses secara gratis. Menurut kalkulasi Zuckerberg, sebagaimana diwartakan Wired, terdapat 2/3 populasi dunia atau sekitar 4,9 juta orang yang tidak terkoneksi. Melalui Internet.org, Zuckerberg ingin menjangkau orang-orang tersebut.
Tapi Zuckerberg belum puas. Pada 2016, ia meluncurkan Connectivity Labs yang berencana meluncurkan satelit di atas Afrika sub-sahara. Satelit akan memetakan, mana wilayah-wilayah yang paling membutuhkan koneksi internet. Selanjutnya, Zuckerberg bisa memberikan koneksi bagi yang membutuhkan melalui berbagai langkah yang ia tawarkan.
Adalah Hamid Hemmati, peneliti di Jet Propulsion Laboratory NASA. Ia diminta Zuckerberg untuk membantu ambisinya, menyajikan internet melalui teknologi laser. Data internet dihubungkan melalui laser antara Drone yang sedang mengudara dan masyarakat yang sedang bermain Facebook. Saat ini, mengirimkan paket data melalui laser dalam skala kecil, bukanlah masalah. Namun, mengirimkan data melalui laser dalam skala besar, tekniknya belum ditemukan.
Selain gabungan teknologi laser dan Drone untuk mengirimkan data, di Bridgwater, tiga jam perjalanan dari barat London, sebuah Drone bernama Aquila siap mewujudkan mimpi Facebook untuk menjangkau masyarakat terpencil yang membutuhkan koneksi internet sesegera mungkin. Aquila, akan mengangkasa jauh lebih tinggi daripada pesawat komersial. Rencananya, akan ada 10.000 Aquila yang mengudara. Siap memberikan koneksi internet, bagi wilayah-wilayah yang memerlukan.
Selain Facebook, ada pula Google yang bekerja melalui proyek Loon untuk memberikan akses internet bagi masyarakat terpencil. Selain itu, Elon Musk melalui SpaceX juga bersiap membangun infrastruktur internet di luar angkasa dan bisa menjangkau masyarakat secara jauh lebih luas.
Proses menghadirkan internet di wilayah pedalaman memang tak semudah seperti layanan internet mempermudah kehidupan manusia. Namun, dengan hadirnya internet bagi semua masyarakat dunia, tentu harapannya akan ada kehidupan yang jauh lebih baik.
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti