tirto.id - Beberapa tahun setelah terjadi kekacauan di Isla Nubar, pulau yang sudah tak lagi dihuni manusia ini didatangi lagi oleh tim Owen Grady dan Claire Dearing. Jika sebelumnya mereka pergi dari Isla Nubar, kali ini mereka harus kembali untuk menyelamatkan para dinosaurus yang tertinggal di pulau itu. Ancaman terbesar datang dari gunung berapi, yang letusannya bisa membuat dinosaurus punah kedua kalinya.
Kira-kira begitulah ringkasan singkat film Jurassic World: Fallen Kingdom yang rencananya akan dirilis pada Juni 2018. Ia adalah film kelima dari waralaba Jurassic, film yang bermula dari novel Michael Crichton.
Sama seperti kisah film Jurassic lain, Fallen Kingdom juga punya titik tekan pada dinosaurus dan ilmu pengetahuan yang dianggap "melawan kodrat". Dinosaurus sudah punah ratusan juta tahun lalu, dan karena ilmu pengetahuan, darah nyamuk dari masa Mezoic bisa menghasilkan kloning dinosaurus. Dinosaurus itu yang kemudian melahirkan kekacauan di film pertama waralaba laris ini, Jurassic Park (1993).
Saat dirilis, Jurassic Park langsung memicu histeria sukacita. Disutradarai oleh Steven Spielberg yang memang dikenal cergas meramu kisah petualangan dan fiksi ilmiah, Jurassic Park berhasil membuat penonton merasa dinosaurus lahir kembali dan jadi terasa dekat. Bukan lagi sebagai hasil rekaan komputer yang terlihat komikal dan menggelikan.
Film ini berhasil secara estetika maupun bisnis. Perkara estetika, film ini kerap dirujuk sebagai salah satu film terbaik sepanjang masa. Janet Maslin, kritikus film untuk The New York Times, menyebut film ini sebagai "tonggak bersejarah film, menghadirkan visual memesona sekaligus menegangkan yang tak pernah ada sebelumnya." Pada 2001, The American Film Institute merilis daftar 100 film paling menegangkan, dan Jurassic Park nangkring di posisi ke-35.
Namun, tak ada lagi yang membuat rumah produksi tersenyum lebar selain pencapaian penjualan. Dengan bujet produksi sekitar 63 juta dolar AS, film ini mendapatkan pemasukan lebih dari 900 juta dolar AS. Sebelum Titanic (1997) dan Avatar (2009) dirilis, Jurassic Park menjadi film terlaris sepanjang masa. Sekarang pendapatan kotornya sudah melewati angka 1 miliar dolar.
Karena pencapaian itu, maka dibuatlah sekuel-sekuel Jurassic berikutnya: The Lost World: Jurassic Park (1997) dan Jurassic Park III (2001). Semuanya sukses secara pendapatan, walau secara jalan cerita dan kualitas film dianggap lebih inferior ketimbang pendahulunya.
Baca juga:Hollywood, Jualan Sekuel dan Miskin Orisinalitas
Butuh waktu 14 tahun sebelum Amblin Entertainment—rumah produksi milik Spielberg yang memproduksi tiga seri Jurassic—kembali menghadirkan dinosaurus dalam layar lebar. Namun penantian panjang itu tak mengecewakan.
Saat Jurassic World (2015) hadir di 60 negara, ada perasaan sukaria yang sama seperti saat menyaksikan Jurassic Park. Gabungan antara ide cerita menarik, ketegangan yang berkelindan, juga kemunculan dinosaurus-dinosaurus baru yang membuat mulut ternganga—termasuk Indominus Rex yang jadi lawan tanding sepadan bagi T-rex—berhasil membuat film ini tidak mengecewakan penggemarnya.
Kritikus Peter Bradshaw menyebut film ini sebagai "sangat menarik dan amat menyenangkan ditonton, hadir sebagai film musim panas yang apik." Performa finansial film ini juga tak kalah cemerlang. Hingga sekarang, ia meraup 1,7 miliar dolar AS, menjadi film Jurassic terlaris, sekaligus berada di peringkat empat film terlaris sepanjang masa.
Setelah cuplikan Fallen Kingdom dirilis dan disambut baik, film ini diprediksi akan menuai sukses yang serupa seperti pendahulunya.
Dinosaurus dalam Layar Lebar
Satu yang pasti, Jurassic Park bukanlah penampilan pertama dinosaurus dalam layar lebar. The Primitive Man atau Brute Force (1914) dianggap sebagai film pertama yang menampilkan dinosaurus. Di era itu, tentu saja efek spesialnya tak secanggih di era Spielberg. Di Brute Force yang merupakan film bisu, dinosaurus adalah hewan biasa yang didandani, atau boneka yang digerakkan oleh mesin manual. Di tahun yang sama, juga muncul Gertie the Dinosaur, film animasi pertama yang menampilkan dinosaurus. Puja internet, film ini bisa disaksikan di Youtube.
Sejak dua film itu, ada banyak sekali film yang menampilkan dinosaurus dalam film layar lebar. Memang tidak semua film menampilkan dinosaurus sebagai titik fokus cerita. Ada pula yang sekadar tempelan, seperti King Kong (1933 dan 2005), Journey to the Center of the Earth (2008), atau animasi seperti The Good Dinosaur (2015), hingga berupa fosil di Night at the Museum (2006).
Baca juga:Jejak Kaki Dinosaurus Terbesar Ditemukan Ilmuwan Australia
Membuat film dinosaurus memang tampak menggoda. Jika melongok kesuksesan Jurassic Park dan Jurassic World, film dinosaurus bisa memberikan keuntungan finansial yang teramat besar. Siapa para pemodal Hollwood yang tertarik dengan uang banyak? Masalahnya adalah, tak semua rumah produksi sanggup membuat film dinosaurus yang apik.
Beberapa berakhir jadi guyonan dan tertawaan saking buruk dan amburadulnya, contohnya ada di film Carnosaur (1993) hingga Cowboys vs Dinosaurs (2015).
Membuat film dinosaurus yang layak memang membutuhkan usaha keras dan biaya besar. Begitu pula soal durasi pembuatan. Penulis Kirsten Acuna dari Business Insider, menyebut bahwa empat menit CGI dinosaurus di Jurassic Park, membutuhkan setahun pembuatan. Dengan mahal dan rumitnya pembuatan CGI ini, banyak sekali rumah produksi yang membuat film dinosaurus dengan serampangan dan sekenanya.
Maka tak heran kalau banyak film dinosaurus terasa hambar, ganjil, kadang terasa bodoh. Hal ini ditambah, tak banyak film dinosaurus yang bisa menghadirkan cerita apik. Bahkan cerita The Lost World dan Jurassic Park III dianggap buruk dan mendapat tanggapan buruk dari para kritikus—walau tetap punya performa apik secara finansial.
Baca juga:Kesuksesan Film Propaganda Cina Rasa Hollywood
Namun, tak bisa dipungkiri kalau dinosaurus membuat penonton gembira. Bisa jadi ia adalah perwujudan rasa penasaran manusia pada makhluk-makhluk prasejarah. Menyaksikan dinosaurus di layar kaca adalah pemuas rasa penasaran itu.
Rasa ingin tahu penonton awam terhadap dinosaurus seakan tak bertepi, seiring banyak dinosaurus baru yang dimunculkan. Bahkan agar rasa penasaran itu bisa dipuaskan, dimunculkan dinosaurus yang bahkan tak pernah ada, semisal Indominus Rex pada Jurassic World (2015).
Kekaguman orang pada dinosaurus adalah kekaguman alamiah manusia pada sesuatu yang besar, dan seolah tak terjangkau oleh akal. Sama seperti banyak orang menggemari film yang menampilkan robot raksasa seperti Transformers, atau meteor ultra gigantis di Armageddon, maupun bencana skala besar seperti di The Day After Tomorrow.
Bedanya, jika robot dan meteor itu terasa amat jauh dan terasa sureal, dinosaurus adalah kenyataan. Dan orang-orang Hollywood itu tahu bagaimana mendekatkan dinosaurus itu pada para penggemarnya.
Penulis: Nuran Wibisono
Editor: Suhendra