tirto.id - Kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tak berhenti beratraksi. Setelah berencana menaikkan gaji guru hingga Rp20 juta, mereka juga berniat mendatangkan pengajar dari luar negeri. Istilahnya, impor guru.
Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi Mardani Ali Sera mengatakan impor guru demi "memperbaiki kualitas pendidikan." Politikus asal PKS ini menyebut guru bisa didatangkan dari "Finlandia, Eropa, dan Amerika."
Usul ini langsung ditentang meski tak jelas akan terealisasi atau tidak. Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim tegas mengatakan kalau impor guru tak diperlukan.
"Kalau berbagi pengetahuan, boleh-boleh saja. Meminta pelatih untuk guru dari negara lain, silakan saja. Tapi bukan impor guru," kata Satriwan di Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Minggu (25/11/2018) kemarin.
Kita tak butuh impor guru karena faktanya saat ini guru sudah begitu banyak dan bahkan cenderung surplus, kata Satriwan. "Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) memproduksi tenaga pengajar setiap tahun," katanya.
Anggota Komisi X DPR RI Ferdiansyah pada Mei lalu menyebut ada 2.779.879 guru berstatus pegawai negeri sipil (PNS) pada tingkat SD, SMP, SMA dan SMK. Dibandingkan jumlah murid, rasionya jadi 1:16. Menurut Ferdiansyah angka ini sudah ideal. Masalahnya ada pada distribusi yang tak merata. Jumlah guru cenderung membludak di kota-kota besar seperti Jakarta.
Angka yang tak beda jauh terdapat pada situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Total guru dan kepala sekolah baik negeri atau swasta tahun 2017/2018 berjumlah 2.713.617, dengan rincian SD 1.485.602, SMP 628.052, SMA 307.751, dan SMK 292.212.
Satriwan mengatakan pelatihan guru memang penting agar kualitas pendidikan meningkat. Pada akhirnya siswalah yang diuntungkan.
Ketua Dewan Pengawas FSGI Retno Listyarti mengatakan yang pertama mesti dilakukan adalah mengetahui kualitas yang dimaksud. Untuk itu pemerintah bisa melakukan pemetaan.
"Dengan menggunakan pengawas dan kepala sekolah sebagai supervisi kualitas guru. Buat indikator kualitas," ujar dia dalam kesempatan yang sama.
Dari pemetaan itulah langkah memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia bisa lebih terkendali dan tak sekadar buang-buang uang.
"Dipetakan dulu, jangan asal menghabiskan uang proyek. [Dengan pemetaan] para guru bisa mendapatkan pelatihan yang berkualitas, sistematis, berkelanjutan, dan evaluatif,” jelas Retno.
Dibela dan Dicerca
Politikus dari Gerindra Ahmad Riza Patria menegaskan kalau guru impor bukan untuk jadi pesaing guru-guru lokal, apalagi menggantikan mereka di kelas-kelas. Peran guru impor cuma untuk berdiskusi soal metode pembelajaran.
"Tentu dengan memperhatikan kearifan lokal Indonesia. Memang tidak mudah, tapi itu tantangan," terang Riza kepada reporter Tirto.
Kubu Prabowo-Sandi mewacanakan ini karena salah satu visi mereka adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, kata Riza.
Masalahnya, belum tentu guru asing itu tahu kondisi Indonesia. Meminta masukan mereka tak serta merta memperbaiki kualitas guru. Begitu yang dikatakan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto.
Hasto kemudian mengaitkan usul ini dengan kelakuan Sandiaga yang melangkahi makam pendiri Nahdlatul Ulama beberapa waktu lalu.
“Kalau kita terlalu banyak impor [guru] nanti seluruh makam diloncatin. Kan enggak bagus karena [mereka] tidak paham budaya kita,” kata Hasto di Jalan Proklamasi, Jakarta, Rabu (21/11/2018).
Menurut dia yang paling penting adalah membangun rasa percaya diri. Dan itu bisa dibangun dengan mendorong pengajar agar berdedikasi.
"Intinya kami tidak setuju dengan impor itu," tegas Hasto.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Rio Apinino