Menuju konten utama

JPU Tolak Seluruh Nota Keberatan Ahok

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menolak seluruh eksepsi atau nota keberatan yang diajukan terdakwa perkara dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) beserta tim kuasa hukumnya dalam sidang dengan agenda pembacaan tanggapan JPU, di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa (20/12/2016).

JPU Tolak Seluruh Nota Keberatan Ahok
Perwakilan massa pengunjuk rasa berorasi saat berlangsung sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, di depan PN Jakarta Utara, Jakarta, Selasa (20/12). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

tirto.id - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menolak seluruh eksepsi atau nota keberatan yang diajukan terdakwa perkara dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) beserta tim kuasa hukumnya dalam sidang dengan agenda pembacaan tanggapan JPU, di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa (20/12/2016).

Ketua Tim JPU Ali Mukartono pada sidang itu menyampaikan bahwa berdasarkan analisa yuridis seluruh alasan keberatan yang diajukan oleh terdakwa tidak berdasar hukum dan patut untuk ditolak.

"Kami selaku penuntut umum memohon kepada majelis hakim menjatuhkan putusan sebagai berikut, menolak keberatan dari terdakwa dan penasihat hukum seluruhnya," katanya.

Tim JPU juga memohon kepada Majelis Hakim untuk melanjutkan pemeriksaan perkara dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama berdasarkan surat dakwaan bernomor register perkara idm 147/jkt.ut/12/201.

Dalam pembacaan tanggapan eksepsi, Ali membantah bahwa proses persidangan dilakukan terlalu cepat karena dipengaruhi tekanan massa. Menurut dia, pidato Ahok saat kunjungan kerjanya di Kepulauan Seribu pada 27 September lalu sudah memenuhi unsur pidana.

"Akibat adanya pidato di Kepulauan Seribu yang kemudian diunggah oleh Buni Yani di sebuah medsos memang menimbulkan dinamika, tapi bukan karena tekanan massa. Perkara ini sudah memenuhi Pasal 156a KUHP atau Pasal 156 KUHP," kata Ali.

Selain itu, JPU juga menolak eksepsi bahwa proses hukum Ahok dinilai terlalu cepat di luar kebiasaan. Menurut Ali, proses hukum dan pelimpahan berkas perkara sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 136 KUHP serta batas waktu selama 14 hari dalam pelimpahan berkas tidak wajib dipakai seluruhnya.

Poin tanggapan jaksa selanjutnya juga menyinggung tentang penetapan tersangka yang tidak sesuai prosedur dan melanggar HAM seorang terdakwa.

"Tentang penetapan tersangka oleh kepolisian tidak sesuai prosedur dan melanggar HAM terdakwa, ini adalah domain Polri. Jika penasihat hukum menilai tidak sesuai prosedur, seharusnya diajukan dalam praperadilan, bukan pada eksepsi," kata Ali.

Pada sidang sebelumnya, jaksa mendakwa Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) secara sengaja mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat penodaan agama.

Jaksa mendakwa Ahok dengan dakwaan alternatif Pasal 156a KUHP atau Pasal 156 KUHP tentang Penodaan Agama.

Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto memutuskan untuk menunda sidang selanjutnya dengan agenda pembacaan putusan sela yang dilaksanakan Selasa pekan depan (27/12) di lokasi persidangan yang sama, Gedung PN Jakarta Utara Jalan Gajah Mada (bekas gedung PN Jakarta Pusat).

Sumber: Antara

Baca juga artikel terkait KASUS DUGAAN PENISTAAN AGAMA atau tulisan lainnya dari Agung DH

tirto.id - Hard news
Reporter: Agung DH
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH