tirto.id -
"Wajar masih berhenti pada tataran regulasi, minim implementasi," ujar Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji di Jakarta, Rabu (26/12/2018).
Ubaid menilai, ketidakseriusan tersebut terlihat dari minimnya kepedulian pemerintah daerah. Padahal menurutnya, dari total anggaran pendidikan sekitar Rp 444 triliun di tahun 2018, 60 persennya dialokasikan untuk daerah.
"Tapi apa yang terjadi? Anggaran tersebut banyak dikorupsi daripada untuk perbaikan kualitas pendidikan," kata dia.
Sehingga Ubaid menilai Wajar masih sebatas jargon mati saja. Setidaknya itu yang ia lihat dari tiga wilayah yang menjadi objek penelitiannya di Banten, Jawa Timur, dan Kepulauan Riau pada tahun 2018.
"Kendala yang terjadi di lapangan adalah faktor dukungan anggaran dari Pemprov (Pemerintah Provinsi) yang kurang dari 20 persen, ketersediaan infrastruktur sekolah, jumlah guru yang tersedia, dan kesenjangan pendidikan tidak merata," ucapnya lagi.
Karenanya, Ubaid mengusulkan perlu adanya amandemen UU sidiknas No. 20 tahun 2003 dan UU guru dan Dosen No. 14 tahun 2005 demi mempercepat Wajar 12 tahun dan peningkatan kualitas pengajar.
"Sebab regulasi tersebut sudah ketinggalan zaman. Banyak perkembangan di dunia pendidikan yang harus direspon dan diadaptasi di Indonesia," paparnya.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Dhita Koesno