tirto.id - Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan perundingan dengan PT Freeport Indonesia dapat diselesaikan pada penghujung Juli 2017. Sementara itu, pihak Freeport mengharapkan agar hasil negosiasi menghasilkan keputusan yang menguntungkan kedua belah pihak.
"Belum lewat dua bulan, kalau lewat itu sampai akhir Juli. Kita sepakat itu bisa selesai sebelum Oktober. Kan namanya perundingan," ujar Ignasius Jonan selaku Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagaimana dikutip Antara pada Rabu (5/7/2017).
Lebih lanjut, Jonan juga menuturkan tidak akan membuat peraturan khusus tambahan untuk satu badan usaha apapun. Menurut Jonan, peraturan yang ada dibuat untuk semua, tidak ada kekhususan.
Menanggapi target waktu yang ditetapkan pemerintah, pihak PT Freeport Indonesia juga menginginkan negosiasi dapat segera menemui kata sepakat. Freeport juga berharap keputusan yang dihasilkan akan sama-sama menguntungkan, baik bagi pemerintah Indonesia maupun pihak Freeport sendiri.
"Ya kami juga berharap secepat mungkin, kalau bisa kurang kenapa harus dua bulan, tapi kan tergantung proses perundingan itu sendiri," ujar Direktur sekaligus Executive Vice Presiden Freeport, Tony Wenas.
Sementara itu, Fajar Harry Sampurno selaku Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis dan Media, Kementerian BUMN, mengonfirmasi bahwa proses negosiasi pemberlakuan pajak bagi PT Freeport Indonesia masih terus berjalan hingga saat ini. Keputusan yang dihasilkan pun belum ada yang sifatnya mengikat kedua belah pihak.
"Freeport itu prevailing, tapi maunya nail down, ini belum disepakati, masih dalam perundingan," ujar Fajar sebagaimana dikutip Antara pada Rabu (5/7/2017).
Ditemui sejumlah wartawan selepas rapat pada Rabu (5/7/2017), Fajar menambahkan bahwa terdapat empat agenda yang menjadi pembahasan dalam rapat. Keempat agenda tersebut yakni tentang perpanjangan operasi Freeport, smelter, divestasi (saham), serta stabilitas investasi.
Poin perpanjangan operasi dan smelter dikoordinasikan oleh Menteri ESDM Ignasius Jonan, sementara poin divestasi dan stabilitas investasi dikoordinasikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Di luar keempat poin tersebut, Freeport tetap diwajibkan melakukan perubahan izin operasi dari Kontrak Karya (KK) ke IUPK jika ingin mengekspor konsentrat. Pemerintah juga mewajibkan pihak Freeport untuk mendirikan smelter dalam lima tahun ke depan, serta melakukan divestasi saham sebesar 51 persen.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri