tirto.id -
“Sebetulnya politiknya juga adem-adem saja, sangat jauh kalo dibanding [pilpres] 2014 dan 2019,” kata Jokowi dalam acara Outlook Perekonomian Indonesia 2024 di Hotel St Regis Jakarta, Jumat (22/12/2023).
Kondisi politik yang ‘panas’, kata Jokowi, sudah direspons secara dewasa oleh masyarakat. Menurut dia, perdebatan yang ada dalam politik mampu segera didinginkan, dan hal ini berbeda dengan kondisi pada 2014 dan 2019.
“Masyarkaat kita sudah dewasa dalam berpolitik, yang panas bisa segera didinginkan,” ucap dia.
Perdebatan panas dalam konteks pemilu, kata Jokowi, hanya terjadi di media sosial, televisi hingga pada adu debat antarpolitisi. Namun demikian, kondisi langsung di masyarakat bertolak belakang.
“Kalau kita bacanya media sosial, nonton televisi, adu debat antarpolitisi, ya sepertinya suasananya panas, sepertinya,” ucap dia.
“Tapi kalau bapak ibu turun ke masyarakat, daerah, desa, bisa merasakan rakyat itu santai-santai saja gitu lho, coba pergi ke desa, ke daerah, rakyat santai saja,” tambah Jokowi.
Pernyataan Jokowi tersebut terlontar menjelang debat perdana calon wakil presiden (cawapres) pada hari ini, 22 Desember 2023. Debat kali ini digelar di Jakarta Convention Center (JCC).
Tema debat akan diikuti cawapres ini, meliputi ekonomi kerakyatan, ekonomi digital, keuangan, investasi pajak, perdagangan, pengelolaan APBN/APBD, infrastruktur, dan perkotaan.
Perlu diketahui, situasi politik di Tanah Air sempat memanas terkait putusan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.
Putusan perkara menjadi jalan awal meloloskan Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Jokowi sekaligus keponakan Anwar Usman, untuk melenggang menjadi calon wakil presiden Prabowo Subianto.
Pasalnya, dalam putusan tersebut, MK menyatakan syarat cawapres “berusia paling rendah 40 tahun” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah."
Kontroversi putusan tersebut berakhir dengan pencopotan Anwar Usman, sebagai Ketua MK. Adik ipar Jokowi itu, terbukti melakukan pelanggaran berat kode etik hakim konstitusi oleh Majelis Kehormatan MK (MKMK).
Penulis: Faesal Mubarok
Editor: Dwi Ayuningtyas