tirto.id - Presiden Joko Widodo mengklaim pembangunan Indonesia di masa depan akan menerapkan prinsip rendah karbon. Demi memenuhi langkah tersebut, Jokowi menyebut Undang-Undang Cipta Kerja sebagai komitmen dalam menjaga iklim dan lingkungan.
Saat memberikan sambutan pada acara P4G Partnering for Green Growth and The Global Goals 2030 Summit secara daring pada Minggu (30/5/2021), Jokowi menekankan pentingnya pembangunan berkelanjutan, inklusif dan pertahanan dalam menghadapi ancaman perubahan iklim dan pandemi.
Menurut Jokowi, langkah P4G harus di luar cara normal untuk menghadapi masalah pembangunan keberlanjutan di masa depan.
"Kita harus melakukan dengan cara-cara yang luar biasa kemitraan antar pemangku kepentingan adalah kunci untuk memastikan aktivitas perekonomian produksi dan konsumsi dilakukan secara berkelanjutan," kata Jokowi yang diunggah akun Youtube Sekretariat Presiden pada Senin (31/5/2021).
Jokowi mengajak semua pihak untuk memastikan pembangunan hijau di level global. Sebagai contoh, mantan Walikota Solo itu mendorong agar ada sinergi antara investasi dengan penciptaan lapangan kerja dan teknologi hijau.
Jokowi mengklaim Indonesia sudah melakukan langkah-langkah perencanaan pembangunan rendah karbon, dengan memasukkan ke dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Kemudian, pemerintah mengesahkan Undang-Undang Cipta Kerja sebagai bentuk komitmen pembangunan ekonomi dan sosial yang bernafaskan lingkungan.
"Indonesia juga telah meluncurkan undang-undang Cipta kerja sebagai wujud komitmen Indonesia untuk memastikan agar kemajuan ekonomi dan sosial masyarakat tidak merugikan lingkungan," kata Jokowi.
Sebagai catatan, Undang-Undang Cipta Kerja dikritik semua pihak sejak awal pembahasan hingga sudah disahkan. Kritik dikeluarkan dari semua pihak termasuk aktivis lingkungan.
Walhi, salah satu lembaga nirlaba yang fokus pada isu lingkungan mengritik pada sisi sanksi pada korporasi yang melanggar ketentuan lingkungan hidup. Mereka menilai perubahan sanksi dari pidana-perdata ke administratif justru melemahkan penindakan.
Walhi juga menyoal seseorang tidak mengantongi persetujuan lingkungan yang salah satunya hanya bisa diperoleh dengan Amdal, baru dapat dipidana bila kegiatan usaha seseorang mengakibatkan timbulnya korban/kerusakan terhadap kesehatan, keselamatan, keamanan, dan lingkungan.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Bayu Septianto