tirto.id - Pemerintah DKI Jakarta berencana meliburkan 17.000 siswa Jakarta selama perhelatan akbar Asian Games 2018. Gubernur Anies Baswedan mengatakan akan meliburkan 34 sekolah yang ada di Jakarta selama sembilan hari pada tanggal 21 hingga 31 Agustus mendatang.
Alasan pemerintah meliburkan sebagian siswa sekolah di Jakarta lantaran untuk mengurangi kemacetan selama Asian Games berlangsung. Dari 34 sekolah yang diliburkan, sembilan sekolah berada di sekitar Komplek Wisma Atlet, sedangkan 25 lainnya berada di lokasi yang berdekatan dengan jalur keluar tol menuju lokasi Asian Games.
"Jadi, dari kajian yang sudah dilakukan kemarin, selama hari-hari sekolah terlihat bahwa ada delapan rute pengantaran atlet dari Wisma Atlet ke venue. Kita ingin memastikan bahwa tak ada hambatan di rute-rute itu," katanya.
Anies mengatakan bahwa Dinas Pendidikan akan berkomunikasi langsung dengan para kepala sekolah untuk mengatur kegiatan belajar mengajar, agar tetap berjalan dengan baik. Secara teknis, Anies mengatakan bahwa para siswa akan tetap memiliki tugas yang harus dikerjakan. Tugas tersebut diserahkan pada waktu-waktu tertentu. Demikian juga para guru, mereka memiliki tugas khusus.
Mengganti Waktu Belajar yang Hilang
Libur sekolah gara-gara perhelatan besar olahraga bukanlah kebijakan yang aneh. Di Queensland Australia, seperti dikutip Brisbanetimes.com, siswa sekolah di sana diliburkan sehari saat penutupan acara The Gold Coast Commonwealth Games pada 17 April 2018.
Menteri Pendidikan Kate Jones mengatakan tanggal penentuan hari libur tersebut mengikuti saran dari Departemen Transportasi dan Jalan Utama. Alasannya: banyak bus dari sekolah negeri yang akan digunakan pada pesta olahraga yang diikuti 71 negara persemakmuran tersebut. Setiap tiket pertandingan yang dijual sudah termasuk biaya transportasi. Lebih dari 700 bus akan diperlukan selama acara 11 hari tersebut. Bus yang biasa dipakai untuk sekolah akan digunakan untuk mengangkut para panitia acara, atlit, dan awak media.
Kebijakan yang hanya meliburkan siswa selama satu hari tersebut dikritik juru bicara bidang pendidikan dari kelompok oposisi, Tracy Davis. Menurutnya, dampak dari libur tersebut adalah anak-anak akan kehilangan satu hari belajarnya dan orangtua harus mengambil cuti atau akan mengeluarkan biaya tambahan perawatan anak.
Anies Baswedan juga mendapat kritik serupa. Pengamat pendidikan Doni Koesoema menggambarkan konsekuensi jika kebijakan meliburkan siswa sekolah jadi diberlakukan.
"Dampaknya ketinggalan pelajaran. Lalu anak-anak yang liburan itu mau dikasih tugas apa libur segitu lama?" tanyanya.
Doni mengatakan anak-anak harus diarahkan sehingga terjadi proses pembelajaran. "Kegiatan mereka apa nanti yang positif untuk mengganti liburan? [kegiatan] yang edukatif harus dipikirkan," tegasnya.
Sebagai kompensasi peliburan, Doni menyarankan agar guru memberikan proyek dan tugas belajar di rumah yang relevan memiliki relevansi antara kurikulum dengan momen Asian Games. "Yang relevan misalkan tugas bahasa Indonesia mereka membuat pekerjaan yang dikaitkan dengan tugas-tugasnya. Misalnya membuat laporan liputan dari Asian Games yang mereka lihat," jelasnya.
Para siswa menurutnya juga bisa diberi tugas terkait bagaimana menyambut orang asing yang berkunjung ke Jakarta. Siswa juga dapat mengajukan diri menjadi relawan. "Untuk ngasih penjelasan, menjadi penunjuk jalan, dan lain-lain," kata Doni.
Doni juga mengingatkan bahwa kegiatan para siswa saat tak sekolah haruslah terstruktur. Guru-guru juga harus mendampingi dalam pengerjaan tugas-tugas yang telah disesuaikan dengan isi kurikulum dengan peristiwa Asian Games tersebut.
Warisan Pendidikan Pesta Olahraga
Saran yang Doni Koesoema sampaikan menunjukkan bahwa ada celah manfaat dari perhelatan pesta olahraga seperti Asian Games. Dalam sebuah penelitian yang dibuat oleh seorang guru dari Inggris, Tony McAleavy, yang dimuat The Guardian menjelaskan bahwa ada manfaat yang bisa diserap dari pesta olahraga berskala besar terhadap pendidikan pada umumnya dan sekolah pada khususnya. Namun, banyak yang gagal untuk memanfaatkan peluang tersebut.
Menurut McAleavy, pesta olahraga penting untuk skema pembelajaran. Ia juga bisa untuk meningkatkan level cita-cita dan pencapaian. Ia bisa menjadi waktu yang tepat untuk menetapkan tujuan baru, mendorong partisipasi dalam proyek. Kaum muda bisa belajar tentang budaya lain serta bisa melatih keterampilan praktis.
Saat ini, penggunaan tolok ukur yang digunakan dalam melihat keuntungan yang didapat untuk bidang pendidikan masih sebatas fokus soal jumlah orang yang terlibat dalam perhelatan acara tersebut. Tony McAleavy mencontohkan di Vancouver misalnya, jumlah siswa yang terlibat pada program Aksi Sekolah terdapat sebanyak 400.000. Pada kasus ini, jarang ada tanda-tanda studi lanjutan yang melihat keterlibatan lebih pada acara tersebut.
Selain itu, evaluasi resmi program pendidikan dari acara besar juga belum tersedia untuk publik. Menurutnya, manfaat yang bisa diperoleh untuk pendidikan jangka panjang adalah warisan pendidikan berupa pelajaran dari kesuksesan dan kegagalan dari acara besar tersebut.
Ia memberi contoh bahwa pada hajat besar negara tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan partisipasi dalam sekolah olahraga dan latihan fisik, kesempatan untuk mempromosikan nilai-nilai kerja tim dan persahabatan, serta untuk pengembangan kurikulum seputar keterampilan komunikasi, kolaborasi dan kewarganegaraan, budaya dan kreativitas, kewirausahaan dan internasionalisme.
Salah satu contoh terbaik dari warisan pendidikan yang sukses adalah dari acara Pesta Olahraga Persemakmuran di Manchester 2002 pada program relawannya. Di sana terdapat 19 perguruan tinggi yang mendaftar dan mendorong lebih dari 10.000 orang untuk untuk mempelajari keterampilan baru dalam manajemen acara, perhotelan berskala besar, keamanan, kesehatan, dan keselamatan.
Gubernur Anies Baswedan dan pemerintah pusat bisa meniru jalan semacam itu. Pendeknya, pesta olahraga seperti Asian Games bisa saja mengganggu ritme anak-anak sekolah. Namun, beriringan dengan pengorbanan tersebut, pemerintah bisa mengupayakan program agar para siswa mendapat banyak pelajaran berharga.
Penulis: Ramdan Febrian
Editor: Maulida Sri Handayani