tirto.id - Perubahan aturan mengenai pengelolaan listrik di Jepang membuat para pengusaha Jepang yang bergerak dalam bidang pembangkit listrik mulai mengincar beberapa produk Indonesia seperti palm oil, wood pellet, dan palm kernel shell (PKS) untuk dipergunakan sebagai bahan bakar pembangkit energi listrik di Negeri Sakura itu.
"Tingginya kebutuhan bahan bakar pembangkit listrik dan semakin maraknya pembangunan pembangkit listrik di Jepang adalah peluang emas bagi eksportir Indonesia. Wood pellet yang dibutuhkan sebesar 240 ribu ton per tahun, palm oil 48 ribu ton per tahun, dan PKS 10 ribu ton per bulan," jelas Kepala Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) Osaka Hotmida Purba, dalam keterangan tertulisnya, Kamis, (7/4/2016).
Pengusaha Jepang yang bergerak di bidang pembangkit energi listrik tersebut bahkan sudah melakukan permintaan produk (inquiry) yang dilayangkan ke ITPC Osaka. Inquiry tersebut berasal dari ORIX, DMM.com, dan Sankei Energy.
Intensi para pengusaha Jepang untuk membeli beberapa produk bahan bakar pembangkit tenaga listrik buatan Indonesia tersebut, menurut Hotmida, merupakan akibat dari kebijakan baru Pemerintah Jepang yang membebaskan pengelolaan listrik dan penjualan listrik tidak lagi dimonopoli oleh Pemerintah Jepang.
"Ketentuan ini berlaku sejak 1 April 2016," kata Hotmida.
Ia melihat aturan baru ini sebagai momentum penting untuk menggairahkan kinerja ekspor nonmigas bagi Indonesia. Apalagi sejak diberlakukannya aturan ini, pembangunan pembangkit listrik di negeri Sakura itu makin marak.
Aturan baru tersebut tertuang dalam perubahan bentuk usaha penjualan listrik "The Electricity Business Act" No. 170 pasal 1 telah ditandatangani oleh Agency for Natural Resources and Energy di bawah Ministry Economy, Trade and Industry (METI) Jepang pada 17 Juni 2015.
Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa penjualan listrik dapat dikelola secara bebas dan mulai diimplementasikan pada 1 April 2016. Selama ini, penjualan listrik dimonopoli oleh perusahaan listrik milik pemerintah (PLN) Jepang, seperti Kansai Electric Power Company dan Tokyo Electric Power Company (Tepco).
Sejak perubahan peraturan itu diberlakukan, beberapa perusahaan swasta seperti Tokyo Gas, Showa Shell, J:Com, dan HIS mulai menjual listrik langsung kepada masyarakat Jepang.
Hotmida menambahkan, harga yang diberikan oleh pihak swasta pun relatif lebih murah dibanding harga yang ditawarkan oleh PLN sebelumnya.
Sebagai salah satu contoh, Tokyo Gas, perusahaan gas terbesar di wilayah Kanto yang sekarang juga merambah bisnis penjualan listrik dengan memberikan tarif untuk penggunaan listrik di perumahan sekitar kurang lebih 4.700 KW per tahun atau lebih murah 8.500 yen Jepang dibandingkan dengan tarif Tepco.
Secara sederhana, pada daya 350 KW oleh Tokyo Gas dibanderol sebesar 25,93 yen Jepang, sedangkan Tepco sebesar 30,03 yen Jepang. Dengan perbedaan yang cukup mencolok tersebut, sebagian besar konsumen listrik di Tokyo telah berpindah ke Tokyo Gas.
Saat ini, Tokyo Gas telah mendapatkan klien baru sebanyak 54 ribu orang yang berpindah dari Tepco. Diperkirakan, Tokyo Gas akan menguasai 10 persen pangsa pasar listrik di wilayah Kanto hingga 2020.
Perusahaan-perusahaan lainnya seperti SoftBank dan AU yang telah malang-melintang di bidang penjualan mobile phone kini menawarkan paket pembayaran listrik dan tagihan telepon bulanan dengan diskon yang cukup memikat. (ANT)