tirto.id - Wakil Bupati Kepulauan Sangihe Helmud Hontong meninggal dalam perjalanan udara dari Bali menuju Manado pada Rabu, 9 Juni 2021. Pejabat Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan Kabupaten Sangihe, Maya Budiman mengonfirmasi hal ini.
"Pukul 16.17 saat di bandara Hasanudin Makassar, dokter dan perawat segera naik ke pesawat untuk mengecek kondisi Bapak Helmud yang sudah tidak sadarkan diri," kata dia seperti dikutip Antara. Setelah melakukan pemeriksaan, dokter menyatakan Helmud Hontong telah meninggal.
Pihak Lion Air pun menjelaskan meninggalnya Wakil Bupati Kepulauan Sangihe ini. Corporate Communications Strategic of Lion Air Danang Mandala Prihantoro menjelaskan, prosedur perawatan dan penyelamatan di penerbangan JT-740 sudah dilakukan sesuai SOP. Di pesawat itu juga terdapat tenaga medis, yang dibuktikan dengan tanda identitas secara resmi. Kronologinya bisa dibaca di link ini.
Sebelum meninggal, Helmud Hontong sempat mengirim surat ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) prihal izin tambang emas di wilayahnya. Surat Helmud kemudian menyebar di media sosial.
Helmud meminta Kementerian ESDM mempertimbangkan untuk membatalkan surat izin operasi kontrak karya PT Tambang Mas Sangihe. Korporasi tersebut merupakan pemegang Kontrak Karya (KK) generasi ke-7 dengan pemerintah Indonesia yang ditandatangani pada 27 April 1997 [PDF].
Berdasarkan regulasi saat itu, KK berlaku hingga 2027, dan dapat diperpanjang masing-masing dua kali selama 10 tahun. Pemegang saham asli PT TMS adalah Laarenim Holding BV, sebuah perusahaan berbasis di Belanda yang dimiliki oleh Bre-X Minerals Ltd, Calgary, Kanada, dan perusahaan Indonesia bernama PT Sungai Belayan Sejati.
Lantas pada Mei 1997, KK Sangihe dibekukan pada Mei 1997 oleh Menteri Pertambangan dan Energi kala itu. Sembilan tahun kemudian, pemilik KK Sangihe meminta Menteri ESDM untuk menentukan status petak. Baru tiga tahun kemudian pada 31 Agustus 2009, pemerintah menanggapi permintaan tersebut dengan mengaktifkan kembali KK tersebut.
Pada 10 Desember 2010, luas KK berkurang, namun bagian Pulau Sangihe (Blok A) luasnya tetap sama dengan luas kontrak karya awalnya. Dokumen terkait tercantum pada Surat Keputusan Nomor: 514.K/30/DJB/2010.
Dokumen ini menyatakan:
1. Penciutan Wilayah Kontrak Karya (KK) seluas 41.770 hektare (33,72 persen dari luas Wilayah Kontrak Karya semula) dan permulaan tahap kegiatan eksplorasi Kontrak Karya PT Tambang Mas Sangihe untuk 36, yang berlaku mulai 6 Juli 2010-5 Juli 2013.
2. Luas Wilayah Kontrak Karya adalah 123.850 hektare (luas wilayah semula) dikurangi seluas 41.770 hektare (luas wilayah Penciutan I) menjadi 82.080 hektare (66,27 persen dari luas Wilayah Kontrak Karya semula) sesuai dengan peta dan daftar koordinat yang diterbitkan oleh Seksi Informasi Mineral dan Batubara, d/h UPIWP dengan kode wilayah 10PK0189 sebagaimana tercantum dalam lampiran surat keputusan ini.
Selanjutnya, pada 23 Desember 2015, KK PT TMS diamandemen. "Namun dalam prosesnya, kontrak karya PT TMS telah diamandemen pada 23 Desember 2015. Luas Wilayah PT TMS saat ini juga telah diciutkan menjadi 42.000 hektare yang berlokasi di Kepulauan Sangihe pada 2018," ujar Direktur Mineral Kementerian ESDM Sugeng Mujianto, seperti dikutip cnnindonesia.com, Kamis (22/04/2021).
KK tetap dalam tahap eksplorasi hingga tahun 2016, kemudian beranjak ke tahap studi kelayakan setahun berikutnya. Pada September 2020, Persetujuan Keputusan Kelayakan Lingkungan diterbitkan Gubernur Sulawesi Utara.
Pada 29 Januari 2021, Kementerian ESDM menerbitkan surat izin operasi KK PT TMS dengan total luas proyek 42 ribu hektare. Izin tambang itu tertuang dalam surat Kementerian ESDM Nomor 163 K/MB.04/DJB/2021 bertanggal 29 Januari 2021. Artinya, PT TMS meningkatkan tahap kegiatan eksplorasi menjadi tahap operasi produksi.
Maka, pada 28 April 2021, Wakil Bupati Kepulauan Sangihe Helmud meminta Kementerian ESDM mempertimbangkan untuk membatalkan surat izin operasi kontrak karya PT TMS. Dia minta agar wilayah pertambangan yang ada di Kabupaten Kepulauan Sangihe dapat dijadikan wilayah pertambangan rakyat.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz