Menuju konten utama

Jejak Ali Sadikin Mendukung Program KB hingga Berskala Nasional

Cikal bakal program Keluarga Berencana sudah ada sejak 1950-an. Ali Sadikin membantunya berkembang hingga skala nasional.

Jejak Ali Sadikin Mendukung Program KB hingga Berskala Nasional
Header Cara Ali Sadikin Atur Demografi. tirto.id/Fuadi

tirto.id - Sejak dulu hingga kini, kepadatan populasi adalah salah satu masalah utama yang dihadapi Kota Jakarta. Gubernur Jakarta periode 1966-1977 Ali Sadikin sadar betul akan hal itu.

Ali Sadikin diangkat jadi gubernur di awal era Orde Baru daripada Soeharto. Di masa itu, segala hal yang berkaitan dengan stabilitas dan ketertiban adalah prioritas utama. Karena itu, ibu kota negara ini dipaksa berbenah agar layak menjadi contoh pembangunan ideal untuk seluruh negeri.

Di awal masa jabatannya, kebijakan penutupan investasi warisan Sukarno masih berlaku. Hal ini sempat membuat Bang Ali pusing karena banyak proyek pembangunan di Jakarta butuh pendanaan. Tapi, itu tak berlangsung lama karena Soeharto kembali membuka lebar keran investasi begitu dia berhasil melengserkan Sukarno.

Meski pendanaan proyek pembangunan sudah aman, Bang Ali masih punya satu kekhawatiran: tingginya tingkat pertumbuhan jumlah penduduk.

Secara teori, pertumbuhan jumlah penduduk harus diimbangi dengan ketersediaan lapangan kerja. Kurangnya jumlah lapangan kerja tentu akan memengaruhi tingkat kesejahteraan penduduk nantinya. Meski keran investasi sudah terbuka, itu tidak serta merta menjanjikan peningkatan jumlah lapangan kerja.

Karena itu, Bang Ali mulai memikirkan kebijakan pembatasan kelahiran untuk menekan laju pertambahan penduduk sekaligus menjaga tingkat kesejahteraan masyarakat Jakarta tetap positif.

Bermula dari PKBI

Usaha-usaha mengatur pertumbuhan penduduk dan peningkatan kesejahteraan sebenarnya telah menjadi perhatian pemerintah sejak dekade 1950-an. Semula, Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Profesor Sarwono Prawirohardjo mengajukan konsep program Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI). Inisiatif PKBI akhirnya diresmikan pada 23 Desember 1957 dengan tiga tujuan besar, yaitu mengatur kelahiran, mengobati kemandulan, dan sosialisasi nasihat perkawinan.

Jajaran kepengurusan PKBI semula diisi oleh para dokter kandungan. Seiring perkembangan, PKBI pun memperluas keanggotaannya dan membuka kesempatan bagi profesi lain di luar dokter kandungan. Maka, masuklah ahli hukum, ahli manajemen, dan ragam profesi lain.

“Perombakan pengurus itu menambah wawasan program PKBI dari keluarga berencana yang menangani ibu hamil dan melahirkan menjadi tertuju pada masalah kependudukan secara luas,” tulis laman Gemari.

Meski begitu, PKBI masih kesulitan bergerak karena minimnya dukungan. Pelayanan PKBI pun terbatas hanya di klinik-klinik kesehatan yang jumlahnya juga terbatas. Harian Suara Karya (6/6/1989) mencatat, hingga tahun 1963, hanya ada 11 klinik yang memberikan pelayanan KB.

Program-program PKBI rupanya dilirik juga oleh Ali Sadikin. Agaknya, dia menilai PKBI bisa jadi mitra untuk mewujudkan idenya menyeimbangkan laju pertumbuhan dan kesejahteraan penduduk Jakarta. Pada 1966, Bang Ali berhasil meyakinkan pemerintah pusat untuk menjadikan Jakarta sebagai wilayah eksperimen KB. Sebuah proyek pilot KB lalu dimulai di Jakarta.

Sebagai langkah awal, Bang Ali setuju menggunakan pendekatan klinik. Puskesmas di Jakarta disiapkan untuk memberi penyuluhan dan pelayanan KB. Puskesmas dan beberapa klinik swasta juga menyediakan spiral, pil, dan kondom untuk memperlancar programnya.

Titik balik PKBI terjadi pada 1967, kala ia diakui sebagai badan hukum oleh Departemen Kehakiman. Sebelumnya pada awal tahun itu, Indonesia bersiap menggelar kongres internasional dengan tema keluarga berencana. Ali Sadikin dijadwalkan untuk menyampaikan pidato dalam forum itu. Bang Ali lalu meminta Haryono Suyono untuk membantunya menyusun pidato.

Haryono adalah pegawai Biro Pusat Statistik (BPS) yang rajin menulis tentang kependudukan dan Keluarga Berencana. Bang Ali menaruh perhatian kepadanya karena artikel-artikel Haryono cukup rutin terbit di media cetak. Bang Ali lantas mengundang Haryono ke kantornya. Siapa nyana bahwa Haryono juga menaruh perhatian pada kebijakan Bang Ali.

“Saya kagum pada Pak Ali Sadikin. Kok berani-beraninya bikin program KB di DKI Jakarta. Padahal, masyarakat masih sangat awam dengan program itu,” kata Haryono yang kelak menjadi Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

Ali Sadikin membacakan pidato susunan Haryono dalam kongres internasional tentang KB yang diselenggarakan pada Februari 1967. Para peserta kongres menyambut positif pidato itu. Kongres itu diakhiri dengan penandatanganan Deklarasi Kependudukan Dunia.

Inforgafik Cara Ali Sadikin Atur Demografi

Inforgafik Cara Ali Sadikin Atur Demografi. tirto.id/Fuadi

Dari Jakarta ke Tingkat Nasional

Gara-gara kesuksesan pidato itu, Bang Ali lalu meminta Haryono membantunya mengembangkan program KB di Jakarta. Haryono pun menyanggupi dan ditempatkan sebagai salah satu pengawas. Bagi Haryono, Ali Sadikin adalah pahlawan KB.

“Jadi sebenarnya beliaulah pahlawan KB Indonesia yang pertama karena secara publik berani mengutarakan perlunya KB untuk Jakarta dan Indonesia,” tutur Haryono dalam sebuah wawancara bersama Cendana TV.

Dukungan terhadap PKBI dan menjadikan Jakarta sebagai wilayah eksperimen KB rupanya keputusan tepat dari Bang Ali. Meski kemajuan program-program PKBI terbilang lambat, Soeharto yang baru saja dikukuhkan jadi presiden pun akhirnya ikut memperhatikannya. Bisa jadi itu adalah efek dari kesuksesan pidato Ali Sadikin.

Pada Agustus 1967, dalam pidatonya di hadapan DPR, Soeharto berseru, “Kita harus menaruh perhatian secara serius mengenai usaha-usaha pembatasan kelahiran, dengan konsepsi keluarga berencana yang dapat dibenarkan oleh moral agama dan moral Pancasila.”

Soeharto lalu memerintahkan Menteri Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra) Idham Chalid untuk ikut terlibat. Menteri Idham lalu bergerak cepat membentuk panitia khusus untuk mempersiapkan program KB berskala nasional. Panitia itu merampungkan pekerjaannya pada 1968 dengan pembentukan Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN).

Pada 1970, LKBN diresmikan sebagai sebagai lembaga pemerintah non-departemen dengan nama baru Badan Koordinasi Keluarga Berencana nasional (BKKBN).

Bang Ali mengakhiri jabatannya sebagai gubernur pada 1977 dan program KB mulai menampakkan hasil positif. Penyuluhan KB kini juga dilakukan melalui media massa sehingga mampu menjangkau desa-desa terpencil. Hal-hal seputar seksualitas dan reproduksi pun kini tak lagi dipandang sebagai hal tabu oleh masyarakat.

Baca juga artikel terkait KELUARGA BERENCANA atau tulisan lainnya dari Tyson Tirta

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Tyson Tirta
Editor: Fadrik Aziz Firdausi