tirto.id - Semula Polda Metro Jaya merilis laporan akhir tahun 2017 bahwa semua kasus kriminal di DKI Jakarta menurun. Tingkat penurunanya dari 10 persen (kasus narkotika) hingga 41 persen (kasus perjudian).
Namun, di balik persentase itu, ada 72 perwira kesatuan yang dikenakan sanksi pidana, 104 pelanggaran kode etik, dan 77 sanksi disiplin. Personel polisi yang menerima penghargaan pun berkurang: dari 407 orang pada 2017 menjadi 225 orang pada 2018.
Kami melakukan liputan mendalam untuk mencari tahu dan menguji apa penyebab penurunan tindak kriminal di wilayah Polda Metro Jakarta.
Sejak 28 Januari hingga 19 Maret 2019, kami telah melayangkan 14 surat. Surat-surat itu ditujukan ke Polda Metro Jaya dan kelima Polres: Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, dan Jakarta Utara. Isi suratnya dari permohonan data hingga wawancara.
Dari semua surat itu, hanya Polres Jakarta Pusat, Jakarta Barat, dan Jakarta Timur yang merespons.
Sementara Polres Jakarta Selatan memilih untuk membuat prosedur berbelit dan cenderung mengada-ada. Misalnya, kami diminta membuat surat permohonan kembali, slide presentasi, dan menyerahkan profil media kami.
Tapi, Kaur BinOps Satreskrim Polres Jakarta Selatan Irwan Setyawan meminta kami merevisinya. Meski begitu, tetap saja ia menolak memberikan data dengan alasan kerja institusi kepolisian di tataran polres hanya melakukan siaran pers, bukan memberikan data.
"Misalnya kemarin kami menangkap komplotan begal di Pasar Minggu. Kami mengumpulkan wartawan buat diekspos," katanya mencontohkan pola relasi yang terbangun bertahun-tahun antara kepolisian dan wartawan di Indonesia saat menyuapi informasi sebuah kasus buat diberitakan. (Informasi ini biasanya tersebar berantai, dari bawahan hingga atasan, yang disalin ke grup-grup wartawan dengan kalimat perdana yang sudah jadi template, semisal: "Mohon izin melaporkan, Komandan"; atau, "Selamat pagi, Komandan, mohon izin melaporkan...")
Kami menilai seharusnya institusi hukum termasuk pegawai di kepolisian paham bahwa posisi wartawan bukanlah humas Polri. Tirto.id bukanlah organisasi yang tertutup. Dalam informasi terbuka di situsweb kami, tercantum segala persyaratan yang ditentukan Dewan Pers hingga metodologi riset.
Di sisi lain, ada mandat reformasi soal keterbukaan informasi publik yang dipayungi Undang-Undang 14/2008. Tujuannya, untuk menjamin tata kelola pemerintahan yang bebas dari tindakan menyimpang. Undang-undang keterbukaan informasi publik melindungi hak setiap orang untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengelola, dan menyampaikan informasi.
Tapi, problem institusi negara atau lembaga negara masih menutupi informasi publik memang menjadi salah satu pekerjaan rumah bagi demokrasi di Indonesia.
Dalam hal akses mendapatkan informasi publik dari Polda Metro Jaya, misalnya, dialami pula oleh Lembaga Bantuan Hukum Jakarta dan Ombudsman Republik Indonesia. Direktur LBH Jakarta Arif Maulana dan Komisioner Ombudsman Adrianus Meliala membenarkan hal ini kepada kami.
Kami menilai prinsip transparansi yang menjadi standar kerja institusi negara, termasuk Kepolisian Indonesia, tak cuma jadi jargon. Ia harus dijalankan dengan maksimal. Sebagaimana slogan "promoter" yang disandang Polri: bekerja profesional, modern, dan tepercaya.
Editor: Fahri Salam