Menuju konten utama

Jaksa Agung Tolak Jaksa Terlibat di Densus Tipikor

Alasan Kejagung menolak jaksa terlibat di Densus Tipikor karena tidak ada undang-undang atau hukum resmi yang mengatur keterlibatan instansi tersebut ke lembaga bentukan Polri tersebut.

Jaksa Agung Tolak Jaksa Terlibat di Densus Tipikor
Jaksa Agung Prasetyo didampingi Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah menjawab pertanyaan anggota Komisi III dalam rapat kerja di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (11/9/2017). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari.

tirto.id - Kejaksaan Agung Republik Indonesia tetap tegas menolak untuk mengirimkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk menjadi bagian dari Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi yang akan dibentuk oleh kepolisian. Kejagung beralasan bahwa tidak ada undang-undang atau hukum resmi yang mengatur keterlibatan JPU dalam Densus Tipikor bentukan Polri tersebut.

Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan ini ketika mendatangi Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, untuk rapat bersama dengan Komisi III DPR RI, Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kepolisian Republik Indonesia.

Prasetyo yang datang pada sekitar pukul 09.40 WIB ini menyatakan bilamana Polri ingin menempatkan JPU dalam Densus Tipikor untuk mempermudah kerja pemberantasan korupsi, maka logika itu tidak pas.

Prasetyo menilai ada langkah lain yang bisa dilakukan kejaksaan untuk memproses kerja Densus Tipikor agar bisa efektif untuk memberantas kejahatan korupsi.

“Ada aturan yang harus diikuti dalam pemberantasan korupsi. Kalau kepolisian hendak membentuk Densus Tipikor, kejaksaan harus memperkuat Satgassus (P3TPK) untuk mem-backup kinerja daripada Polri. Jadi seperti itu,” terang Prasetyo kepada awak media, Senin (16/10/2017).

Prasetyo menjelaskan bahwa perlunya payung hukum khusus untuk mengatur keterlibatan JPU dalam Densus Tipikor. Dalam KUHAP Pasal 13 disebutkan bahwa penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.

Atas dasar itu, apabila JPU berada satu atap dengan Densus Tipikor, maka kepolisian bisa dikatakan memiliki kewenangan penuntutan. Prasetyo sendiri tidak mau melanggar KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) yang sudah ada.

"Kita harus selalu mengacu pada KUHAP,” tegasnya lagi.

Payung hukum yang baru tentang Densus Tipikor diperlukan agar Kejagung dan Densus Tipikor tidak mengacu pada KUHAP dan bisa mengirimkan JPU di dalamnya. Selama ini, penyidik melakukan penyidikan sementara dan hasil penyidikannya diserahkan kepada JPU. Tidak ada yang mengatur bahwa JPU berada satu atap dengan Polri.

“Apa bedanya Densus-densus yang ada itu (dengan penyidik lain)? Kecuali ada payung hukumnya itu. Jika undang-undangnya mengatur lain, ya kita akan turuti itu,” terang Prasetyo.

Tidak Perlu Satu Atap dengan Densus Tipikor

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Tito Karnavian dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI minggu lalu sempat memohon dukungan kepada Komisi III untuk meyakinkan JPU bergabung dengan Densus Tipikor. Kewenangan penuntutan tetap berada di kejaksaan, tetapi JPU berada satu atap untuk memudahkan proses penuntutan dari Densus Tipikor.

Wacana ini ditampik mentah-mentah oleh Jaksa Agung HM Prasetyo. Menurutnya Polri harus mematuhi hukum yang berlaku. Ia tidak mau berada satu atap lantaran proses hukum selama ini sudah jelas. JPU tidak harus berada satu atap dengan Polri, apalagi berkonsultasi dengan penyidik.

“Ya aturannya kan aliran proses melaporkan itu kan penyidik yang berkoordinasi dengan JPU, bukan sebaliknya. (Itu di) KUHAP-nya, baca KUHAP dulu. Penyidik yang berkonsuliasi dengan JPU,” kata Prasetyo.

Ia juga merasa tidak perlu adanya bagian khusus dari kejaksaan yang menaruh perhatian khusus pada Densus Tipikor. Selama ini, Satuan Tugas Khusus Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi (Satgassus P3TPK) dirasa sudah cukup maksimal berkoordinasi terhadap penyelesaian kasus korupsi. “Kami punya Satgassus yang kami bentuk sejak Januari 2015. Jadi sebelum ada Densus Tipikor pun, kejaksaan sudah punya Satgassus P3TPK,” imbuhnya.

Ia juga menambahkan bahwa selama ini, sistem kejaksaan tersebut sudah efektif dan tidak perlu dilakukan perubahan. “Kami sudah 2 tahun lebih Satgassus P3TPK berjalan, tapi tidak ada masalah dan hasilnya berjalan baik dan kami berhasil mengungkap kasus korupsi,” yakinnya.

Ia juga bertutur bahwa dengan adanya Densus Tipikor dan Satgassus P3TPK ini tentu tidak akan menjadi halangan bagi penegakan korupsi di Indonesia. Selama ini, ia tidak berpikir ada rivalitas antar penegak hukum kejahatan korupsi, terlebih dengan KPK yang merupakan lembaga khusus untuk penanganan korupsi di Indonesia. “Kalau kami tidak ada berpikir rivalitas. Kami bahkan saling mengisi kekurangan dan memberi kelebihan kita,” tandasnya.

“Buktinya kita beri Jaksa kami di KPK,” katanya lagi.

Baca juga artikel terkait DENSUS TIPIKOR atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Maya Saputri