tirto.id -
Pemerintah memutuskan untuk melakukan pendekatan kesejahteraan untuk mengatasi persoalan di provinsi Papua, sedangkan operasi militer akan dijadikan opsi terakhir. Pendekatan kesejahteraan secara menyeluruh tersebut menyangkut pembangunan di bidang kesehatan, infrastruktur, sosial ekonomi, dan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM)
"Presiden telah menyampaikan bahwa beliau akan melakukan pendekatan kesejahteraan dan menangani masalah-masalah di Papua secara holistik. Operasi militer adalah opsi terakhir, karena beliau tidak nyaman dengan langkah tersebut," kata Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Kamis (31/3/2016).
Seperti diketahui, sebelumnya Menteri Luhut telah melakukan kunjungan kerja selama tiga hari di Papua dan Papua Nugini.
Atas dasar rencana pendekatan kesejahteraan tersebut, Luhut mengimbau kepada kelompok-kelompok sipil bersenjata yang berseberangan dengan Jakarta dan masih berada di untuk segera turun. "Pemerintah akan menerima mereka untuk berdialog. Saya berharap mereka segera bisa berpartisipasi bersama pemerintah dalam membangun Papua," katanya.
Strategi Jakarta untuk Papua
Selama kunjungannya ke Papua, Menko Luhut telah melakukan tatap muka dan berdialog dengan berbagai kalangan. Selain itu, ia juga melakukan pertemuan dengan bupati dan wali kota se-Provinsi Papua.
Dari dialog tersebut, pihaknya menyimpulkan bahwa pendekatan yang harus dilakukan kepada Provinsi Papua tidak bisa dipukul rata, karena karakter penduduk dan budaya masyarakat Papua berbeda-beda.
"Pendekatan yang kita lakukan untuk bagian barat tidak bisa kita terapkan di bagian timur, di bagian selatan pun berbeda budayanya. Tetapi pada garis besarnya pendekatan yang dilakukan harus memiliki satu tujuan, yaitu meningkatkan kesejahteraan," tuturnya.
Luhut menilai masalah Papua saat ini adalah lemahnya chain of command (garis komando) dari Gubernur kepada bawahannya. Masalah ini sudah dibicarakan dengan Gubernur Lukas Enembe.
Selain itu, dirinya juga melihat bahwa masyarakat asli Papua harus diberi kesempatan untuk berkembang, termasuk di bidang usaha. "Keberpihakan kepada masyarakat asli mendesak untuk dilakukan. Kalau perlu, masyarakat asli yang selama ini hanya menjadi sub-kontraktor bisa ditingkatkan menjadi kontraktor. Perda (peraturan daerah) untuk mewujudkan hal ini sudah ada sejak beberapa tahun yang lalu. Tinggal diimplementasikan saja," kata Luhut.
Luhut berpendapat bahwa isu keuangan bukanlah masalah bagi Papua. Ia beralasan, pertumbuhan ekonomi Papua yang di atas rata-rata nasional (9 persen) dan dana yang berputar di Papua saat ini berjumlah cukup besar, sekitar Rp6 triliun, ditambah lagi Papua memiliki sumber daya alam yang luar biasa besar.
"Yang perlu diperhatikan sekarang adalah bagaimana membuat hasil pembangunan dapat dirasakan secara lebih merata. Perkembangan ekonomi Papua yang baik ini harus dirasakan oleh seluruh masyarakatnya. Desa di Papua mendapat alokasi dana desa tahun ini sebesar sekitar Rp1,2 miliar. Saya usulkan kepada mereka, dengan dana yang besar dan jumlah penduduk yang relatif sedikit, ada baiknya kalau setiap 4-5 desa bergabung membangun sebuah boarding school untuk anak-anak SD sampai SMA. Selanjutnya, kalau mereka mampu, mereka bisa mengikuti program beasiswa dari pemerintah untuk menyelesaikan pendidikan tingkat perguruan tingginya," papar Luhut.
Ia menambahkan, membangun pendidikan untuk generasi muda Papua sangat diperlukan untuk melengkapi program pembangunan pemerintah yang akan lebih aktif membangun infrastruktur.
Luhut berharap anak-anak Papua diperkuat keahliannya dalam bidang teknologi dan teknologi informasi untuk mengimbangi pembangunan fisik yang dilakukan oleh pemerintah.
"Saya ingin orang-orang Papua menjadi tuan rumah di tanahnya sendiri. Sekaranglah saatnya kita memberi mereka kesempatan yang lebih besar. Mereka harus pergunakan kesempatan ini," kata Luhut. (ANT)