Menuju konten utama

Jaga Perilaku Hidup Bersih & Sehat Meski Pandemi COVID-19 Usai

Ketika pandemi COVID-19 usai kelak, perilaku hidup bersih dan sehat mesti tetap dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Jaga Perilaku Hidup Bersih & Sehat Meski Pandemi COVID-19 Usai
Ilustrasi corona virus. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) semestinya tidak hanya diterapkan saat pandemi COVID-19 masih melanda. Ketika pandemi usai kelak, perilaku demikian mesti tetap dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Hingga Selasa (9/2/2021), terdapat total 1.174.779 kasus COVID-19 yang terkonfirmasi di seluruh Indonesia. Terdapat tambahan 8.700 kasus dalam 24 jam terakhir.

Dari data tersebut, ada 169.351 kasus aktif atau 14,4 persen dari yag terkonfirmasi. Sementara itu, jumlah pasien meninggal mencapai 31.976 orang atau 2,7 persen dari yang terkonfirmasi.

Demi menghadapi pandemi COVID-19, masyarakat tidak hanya mengandalkan vaksinasi, tetapi juga 3T yang dilakukan pemerintah (tracing, testing, treatment), dan protokol kesehatan.

Protokol kesehatan dimulai dari 3M (mengenakan masker, mencuci tangan dan menjaga jarak), lalu ditambah 2M lain (menjauhi kerumunan dan mengurangi mobilitas) sehingga menjadi 5M.

Pada dasarnya, perilaku hidup bersih dan sehat adalah protokol kesehatan. Dengan adanya pandemi COVID-19, perilaku itu lebih diperketat.

Sebagai contoh, jika dahulu cuci tangan hanya dilakukan ketika akan makan dan setelah dari toilet, maka pada masa pandemi ini cuci tangan mesti dilakukan secara rutin setelah menyentuh benda apapun.

Selain itu, ketika keluar rumah, orang jadi terbiasa untuk membawa perlengkapan pribadi, mulai dari masker kain dan medis, alat salat, perlengkapan mandi, hingga alat makan dan minum pribadi.

Dalam konteks pandemi COVID-19, masyarakat yang sebelumnya belum menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, dipaksa untuk mengubah perilaku dan mematuhi protokol kesehatan. Yang terpenting adalah berupaya bersama untuk mengakhiri pandemi.

"Perubahan perilaku bisa karena koersif atau bersifat paksaan. Jadi di mana saja kita berada, perilaku ini harus disesuaikan dengan kondisi yang memutus mata rantai penularan mulai dari orang sehat, orang bergejala," terang epidemiolog Universitas Hasanuddin, Ridwan Amiruddin, dikutip Antara.

"Berapa lamanya (perilaku berubah) sangat tergantung dari kesadaran kita. Sekarang yang dibutuhkan sense of crisis seluruh warga karena tidak ada orang yang tak mengambil peran dalam pengendalian COVID-19. Lengah sedikit, kita yang terpapar," tambahnya.

Protokol kesehatan dengan ketat diperlukan sampai terkendalinya COVID-19, atau ketika kekebalan kelompok sudah terbangun. Syaratnya adalah 70 persen dari total populasi sudah imun atau mendapatkan vaksinasi. Di Indonesia, jumlah tersebut setara dengan 181 juta penduduk.

"Kalau berbicara kekebalan kelompok, ini sifatnya jangka panjang, mungkin masih butuh dua tahun atau tiga tahun terbentuk karena kita membutuhkan 70-80 persen populasi harus terbentuk imun atau mendapatkan vaksinasi," papar Ketua Tim Mitigasi COVID-19 PB IDI, Dr. Muhammad Adib Khumaidi

Perilaku hidup bersih dan sehat ini penting untuk terus diterapkan sampai kapan pun, setelah pandemi COVID-19 usai. Yang terpenting adalah, ketika seseorang sudah berniat menerapkan pola hidup sehat, maka ini akan menjadi kebiasaan yang berlanjut.

"Pola makan sehat dengan frekuensi makan teratur dan kurus merupakan bonus. Jika saat pandemi bisa mengatur pola makan, mumpung bisa membuat makanan sendiri, berolahraga lebih banyak, nanti setelah tidak pandemi pola makan kita sudah terbentuk," terang Pakar gizi klinik, Cut Hafiah

Baca juga artikel terkait PANDEMI COVID-19 atau tulisan lainnya dari Fitra Firdaus

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Fitra Firdaus
Editor: Agung DH