tirto.id - Pemerintah, DPR dan lembaga penyelenggara pemilu menyepakati bahwa Pilkada Serentak 2020 akan dilaksanakan pada tanggal 9 Desember mendatang.
Kesepakatan itu muncul dalam Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat Komisi II DPR RI bersama Kementerian Dalam Negeri, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Bawaslu dan DKPP pada hari ini, Rabu (27/5/2020).
"Komisi II DPR bersama Mendagri RI dan KPU RI setuju pemungutan suara serentak dilaksanakan pada 9 Desember 2020," kata Ketua Komisi II, Ahmad Doli Kurnia, saat membacakan kesimpulan rapat yang berlangsung secara fisik dan virtual, di Jakarta tersebut, seperti dilansir Antara.
Ahmad menyatakan kesepakatan itu didasarkan pada penjelasan KPU, kebijakan dan pengendalian yang dilakukan oleh pemerintah saat pandemi virus corona, sekaligus saran serta dukungan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
Saran dan usulan Gugus Tugas terkait pilkada serentak itu disampaikan dalam Surat Ketua Gugus Tugas Nomor: B 196/KA GUGAS/PD.01.02/05/2020 Tanggal 27 Mei 2020.
Dia menambahkan, situasi pandemi Covid-19 memang menyebabkan tiap orang menyesuaikan diri dengan keadaan. Namun, Komisi II DPR, pemerintah dan penyelenggaraan pemilu sepakat bahwa semua aspek kehidupan harus berjalan, termasuk Pilkada.
Menurut Ahmad, keputusan penetapan pelaksanaan Pilkada 2020 pada 9 Desember mempertegas keputusan Rapat Kerja Komisi II DPR pada 14 April lalu dan tertuang dalam Perppu Nomor 2/2020 tentang Pilkada.
"Kami sepakat tanggal 9 Desember 2020 sebagai hari pencoblosan Pilkada 2020," ujar politikus Partai Golkar tersebut.
Komisi II DPR juga menyetujui usulan perubahan Rancangan Peraturan KPU Tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2020 yang tahapan lanjutannya dimulai pada 15 Juni 2020.
Namun, Ahmad melanjutkan, persetujuan tersebut disertai syarat, semua tahapan Pilkada harus dilaksanakan sesuai dengan protokol kesehatan.
"Kami punya fokus yang sama bahwa masyarakat Indonesia harus diutamakan keselamatannya maka kita berikan dua syarat yaitu pertama, tiap tahapan Pilkada harus menerapkan protokol kesehatan yang ketat sehingga penyelenggara harus berkoordinasi dengan Gugus Tugas Covid-19 dan pemerintah," katanya.
Syarat kedua, kata dia, penyelenggara Pemilu tidak boleh mengurangi prinsip demokrasi dalam pelaksanaan tahapan Pilkada.
"Karena itu, semua konsekuensi tersebut, termasuk terkait anggaran, akan menjadi perhatian Komisi II DPR dan dibahas dalam rapat berikutnya," tambah Ahmad.
Komisi II pun meminta KPU, Bawaslu serta DKPP mengajukan usulan tambahan anggaran untuk pelaksanaan Pilkada di Provinsi/Kabupaten/Kota agar dapat dibahas oleh Pemerintah dan DPR.
KPU Sebut Tahapan Pilkada 2020 Tidak Bisa Diundur
Saat berbicara dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi II DPR pada hari ini, Ketua KPU Arief Budiman mengatakan tidak mungkin lembaganya memundurkan jadwal tahapan lanjutan Pilkada serentak 2020 dari bulan Juni menjadi Juli, jika pencoblosan dilaksanakan pada 9 Desember.
"Apakah tahapan lanjutan pilkada memungkinkan diundur menjadi Juli? Kalau pelaksanaan Pilkada tanggal 9 Desember 2020, maka tidak memungkinkan, karena KPU sudah membuat simulasinya," ujar Arief.
Menurut Arief, sesuai dengan simulasi yang dibuat KPU RI, tahapan lanjutan pilkada paling lambat harus dimulai pada 15 Juni 2020.
Dia sekaligus menegaskan, tidak mungkin mengurangi masa kampanye pilkada. Sebab, UU Pilkada menyebutkan bahwa kampanye dimulai pada tiga hari setelah penetapan pasangan calon.
"Kalau mau mengurangi masa kampanye maka penetapan pasangan calon dimundurkan, dan kalau itu dilakukan, ada dua hal yang tidak memungkinkan," kata Arief.
Pertama, memproduksi logistik, karena beberapa logistik bisa diproduksi setelah paslon ditetapkan, seperti surat suara dan formulir.
"Sehingga kalau waktunya mepet maka tidak memungkinkan," lanjut Arief.
Kedua, terkait masa sengketa. Semakin mepet penetapan paslon dengan pemungutan suara maka akan memungkinkan sengketa diputuskan setelah hari pemungutan suara.
Oleh karena itu kata dia, tidak mungkin memperpendek masa kampanye kecuali pasal dalam UU diubah yaitu kampanye tidak dimulai pada tiga hari setelah penetapan paslon. Pasal tersebut bisa diubah dengan hanya menetapkan masa kampanye selama 2-3 pekan sebelum masa tenang.
Arief juga menyebut, desain tahapan Pilkada serentak 2020 sebenarnya sudah mengurangi durasi masa kampanye menjadi lebih pendek dibandingkan pada saat Pilkada 2015, 2017, dan 2018.
Penjelasan Arief tersebut menanggapi usulan anggota Komisi II Fraksi Partai Golkar, Zulfikar Arse Sadikin. Zulfikar mengusulkan agar KPU mengundur jadwal tahapan lanjutan Pilkada 2020 yang semula direncanakan pada Juni menjadi Juli 2020, guna mengurangi risiko saat pandemi corona.