Menuju konten utama

Jadi Tersangka KPK, Patrialis Akbar Masih Digaji

Mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar telah resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dan diberhentikan dari jabatannya, tetapi sampai saat ini masih menerima gaji dari negara senilai kurang lebih Rp72,8 juta pada Februari 2017 ini.

Jadi Tersangka KPK, Patrialis Akbar Masih Digaji
Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar tertangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK. ANTARA FOTO/Wahyu Putro

tirto.id - Mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar telah resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dan diberhentikan dari jabatannya, tetapi sampai saat ini masih menerima gaji dari negara senilai kurang lebih Rp72,8 juta pada Februari 2017 ini.

"Iya sejauh ini masih. Kenapa enggak diberhentikan karena kan belum ada Keppres (Keputusan Presiden) pemberhentiannya dari Presiden jadi ya masih digaji," terang juru bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono kepada Tirto, Kamis (9/2/2017)

Keluarnya Keppres pemberhentian Patrialis dari Presiden Joko Widodo memang kewenangan dan hak prerogatif Presiden dan sampai saat ini masih menunggu jawaban.

Pada 7 Februari 2017, Ketua MK Arief Hidayat mengantarkan surat pemberhentian sementara Patrialis Akbar kepada Presiden Joko Widodo. Surat itu sesuai dengan rekomendasi Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang menilai Patrialis Akbar melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan pedoman hakim.

"Kewenangan itu memang milik Presiden. Rekomendasi sudah diberikan. Tapi kalau mau pemberhentiannya kapan ya hak prerogatif Presiden," kata Fajar.

Meskipun hingga kini Patrialis Akbar masih mendapatkan gaji sebagai Hakim MK, namun Fajar memastikan tunjangan kinerja, uang makan dan remunerasinya telah dikunci.

Tata cara prosedur penggajian Hakim MK ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2014 tentang Hak Keuangan serta Fasilitas Hakim Agung dan Konstitusi. Dalam aturan tersebut, semua hakim anggota di MK mendapat gaji senilai Rp 72,8 juta tiap bulannya. Namun dalam aturan tersebut hanya mengatur mengenai penggajian bukan tunjangan lainnya.

"Jadi begini sekali lagi kami tegaskan ya. Sekarang posisinya kami menunggu Keppres Pemberhentian Sementara PA. Kalau sudah, MK akan segera sampaikan ke MKMK. Nah baru itu bisa diteruskan ke sidang pemeriksaan selanjutnya," ujar Fajar.

Hal senada diungkap oleh Ketua MKMK sekaligus Wakil Ketua Komisi Yudisial Sukma Violetta. Pihaknya mengaku pun belum mengantongi keppres pemberhentian Patrialis dari Presiden Joko Widodo.

"Yang pertama kita belum dapatkan Keppres. Kedua kita belum dapatkan pemberhentian sementara itu. Ini menjadi masalah kami selalu etik karena tidak dapat meningkatkan pemeriksaan lanjutan," jelas Sukma Violetta.

Dia menambahkan jika di pemeriksaan lanjutan ini hanya dua pilihan terbukti bersalah ada sanksi pemecatan, jika tidak terbukti bersalah pun jika berkaitan dengan perkara berat dan pidana murni seperti pembunuhan berencana, terorisme, narkoba atau korupsi maka hakim Konstistusi diminta berhenti atau dipecat tidak terhormat.

"Kalau di kasus ini saya rasa tidak seperti kasus biasanya. Bersalah atau tidak. Kalau bersalah sanksi berupa pemotongan tunjangan atau tidak boleh bersidang. Tapi kalau di pidana korupsi dengan ancaman pidana di atas 5 tahun dan menciderai nama baik MK maka hukumannya mungkin pemecatan tidak terhormat," jelas Sukma Violetta.

Sementara untuk kasus yang lebih ringan, menurutnya masih ada kemungkinan untuk pemberhentian dengan hormat. Itu berati mengarah pada kesehatan yang menurun atau memilih menjadi warga sipil lain bukan pejabat Yudisial lagi.

Baca juga artikel terkait OTT PATRIALIS AKBAR atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Hukum
Reporter: Dimeitry Marilyn
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri