tirto.id - Mulutmu, harimaumu. Itu dulu. Sekarang, istilah "mulut" bisa diganti dengan "media sosial." Anda bisa kehilangan pekerjaan atau tak mendapat kerja gara-gara komentar yang Anda tulis di media sosial. Inilah salah satu kesimpulan riset yang dilakukan oleh YouGov.
Menurut riset yang dipublikasikan di situs World Economic Forum tersebut, perusahaan akan memeriksa latar belakang dan identitas pribadi para pelamar pekerjaan. Jadi, jika Anda pernah mengunggah foto mabuk atau memfolow akun yang mencuri foto perempuan tanpa persetujuan, berhati-hatilah. Bisa jadi Anda tidak akan diterima bekerja.
Riset YouGov menunjukkan bahwa satu dari lima penyedia pekerjaan menolak kandidat pelamar kerja karena perilaku mereka di media sosial. Meski telah banyak berita dan kabar yang menunjukkan bahwa perilaku kita di media sosial berpengaruh pada integritas kita saat melamar pekerjaan, banyak orang tetap tak hati-hati dalam mempublikasikan kegiatan mereka di internet. Banyak orang yang menganggap bahwa ekspresi pribadi dan sikap politik adalah hal pribadi yang semestinya tak boleh digunakan untuk tolok ukur kemampuan kerja.
Menurt riset YouGov, penyedia pekerjaan saat ini melakukan riset hingga ke akun pribadi para pelamarnya untuk melihat mutu pribadi mereka. Mereka misalnya mempertimbangkan apakah si pelamar kerja kerap mengeluarkan kata-kata kasar dan agresif di media sosialnya.
Pertimbangan lain adalah gaya hidup si pelamar, apakah ia bebas dari kehidupan malam atau narkoba. Pemberi pekerjaan menyebut bahwa mereka akan menolak mempekerjakan orang yang gemar mabuk-mabukan atau memakai narkoba. Ini berkaitan dengan citra dan reputasi perusahaan tempat mereka melamar.
Beberapa penyedia pekerjaan juga memperhatikan keterampilan berbahasa Anda. Jika pelamar tidak memiliki kemampuan mengeja atau logika gramatikal yang baik, mereka akan menolak mempekerjakannya. Menariknya kemampuan mengeja yang buruk bisa jadi pertimbangan utama bagi mereka yang bekerja di perusahaan asing ketimbang foto-foto mabuk.
Perusahaan-perusahaan besar multinasional lebih mungkin menolak mempekerjakan Anda ketimbang perusahaan kecil berdasarkan riset mereka terhadap perilaku media sosial anda. Perusahaan besar sangat mempertimbangkan perilaku, citra, dan representasi pribadi orang saat mereka tidak bekerja. Lebih dari seperempat perusahaan multinasional menolak mempekerjakan orang karena perilaku online mereka.
YouGov melakukan riset yang diikuti 2.000 orang manajer terkait perilaku online calon pekerja dan pertimbangan mereka mempekerjakan seseorang. Separuh dari manajer yang mengikuti riset tersebut menyebut mempertimbangkan rekam jejak calon pekerjanya berdasarkan data dari LinkedIn. Lalu, mereka melihat bagaimana perilaku mereka di Twitter, Facebook, dan Instagram. Jika baik-baik saja, kemungkinan besar si pelamar akan diterima.
Survei lain juga dilakukan oleh CareerBuilder yang meneliti perilaku apa saja yang bisa membuat seseorang kehilangan pekerjaan atau tidak diterima bekerja. Salah satu hambatan adalah afiliasi politik negatif seperti KKK atau ISIS. Selain itu, ada juga yang mempertimbangkan foto-foto tidak pantas seperti pesta miras atau menggunakan ganja. Menariknya, beberapa pelamar pekerjaan berpendapat bahwa penilaian berdasarkan perilaku di media sosial sebagai bentuk invasi privasi. Para manajer tentu berpendapat lain. Media sosial, menurut mereka, ada di wilayah publik.
Ada beberapa kisah pemecatan terkait perilaku seseorang di media sosial. Misalnya adalah supir bus sekolah di Georgia Amerika Serikat yang menuliskan komentar karena sikap politiknya. Ia menulis sikap panjang di Facebook yang menyatakan bahwa sebagai pembayar pajak ia lebih suka sekolah memberikan anak makan daripada membuang sisa makanan. Sikap ini membuatnya dipecat karena sekolah tersebut memiliki kebijakan melarang komentar terhadap apapun yang dibuat sekolah.
Ada pula pengalaman seorang pekerja asal Texas di Amerika Serikat yang sangat terkenal sebagai troll di Reddit dengan nama Viiolentacrez. Ia kerap menyebarkan foto anak-anak di bawah umur yang menggunakan bikini. Setelah meneror Reddit dengan berbagai komentar buruk, kata-kata kasar, dan menyebarkan foto porno anak, akhirnya identitasnya terungkap. Pria ini lantas dipecat dari pekerjaannya sebagai programer, dan ia tak bisa bekerja lagi karena banyak orang menolak mempekerjakan seorang troll.
Tak peduli siapa Anda dan jabatan Anda, jangan berharap perusahaan atau lembaga Anda akan melindungi jika Anda melakukan penghinaan. Hal ini terjadi pada salah satu petinggi British Council, Angela Gibbins, yang menerima sanksi disipliner setelah menulis unggahan kritis tentang Pangeran George.
Gibbins yang telah bekerja delapan tahun menyebut Pangeran George sebagai orang dengan privilese. Nasib George, menurutnya, akan jauh lebih baik daripada anak pengungsi Syiria. Tapi, jangan keliru. Bukan sikap kritis yang membikin Gibbins kena sanksi, melainkan karena makian "fuck".
Di Indonesia, meski tak punya media sosial, Anda bisa kehilangan kesempatan mendapat pekerjaan akibat ucapan yang diunggah ke internet. Kasus yang terkenal adalah calon hakim agung Muhammad Daming Sanusi yang pernah mengatakan korban dan pelaku pemerkosaan sama-sama menikmatinya sehingga tidak perlu ditindak secara tegas. Ia gagal terpilih jadi hakim agung karena komentarnya yang tidak sensitif dan tidak berpihak pada korban.
Penulis: Arman Dhani
Editor: Maulida Sri Handayani