tirto.id - Jika Anda pernah menonton film Finding Nemo (2003) keluaran Disney-Pixar, karakter Dory tentu akrab di ingatan. Tiga belas tahun kemudian, ikan biru yang mulanya menjadi karakter pendamping di Finding Nemo ini kemudian dijadikan karakter sentral dalam film Finding Dory. Di film tersebut, Dory digambarkan sebagai anak hilang yang berusaha keras menemukan kembali orangtuanya.
“Hello, I’m Dory… I suffer from short-term memory loss…” demikian ucap Dory berulang kali kepada para penghuni laut. Akibat penyakit gampang lupanya ini, petualangan mencari orangtua menjadi lebih pelik bagi Dory.
Short-term memory loss seperti yang disebutkan Dory merupakan kondisi ketika seseorang tidak mampu mengingat peristiwa/sesuatu yang baru saja diberitahukan kepadanya. Dalam dunia psikologi, short-term memory loss dikenal dengan anterograde amnesia.
Dalam kehidupan nyata, pribadi macam Dory tak sulit ditemukan, entah itu pasangan yang sering lupa menaruh barang, anggota keluarga yang sulit menghafal jalan yang baru dilalui, atau teman yang susah mengingat detail percakapan yang baru saja berlangsung.
Tanda-tanda lain yang bisa ditemukan adalah adalah kesulitan mengingat nama orang yang baru saja diperkenalkan, sering berjalan ke suatu ruangan dan lupa hendak melakukan apa, atau tidak ingat jalan cerita yang terdapat dalam film atau buku yang sedang dinikmati.
Jika hal ini terjadi sekali dua kali dan tidak berakibat signifikan, orang yang gampang lupa lebih mudah dimaklumi. Namun, lain cerita bila kelupaan terus menerus muncul dan membawa kerugian dalam keseharian seseorang. Misalnya, akibat sering lupa tempat meletakkan kunci kendaraan, ia menjadi telat datang ke suatu rapat penting.
Dalam jurnal yang ditulis Garcia et. al. (2015), anak-anak yang memiliki keterbatasan ingatan jangka pendek dalam aspek visual berisiko mengalami kesulitan mempelajari hal-hal nonverbal (nonverbal learning disability).
Sekelompok anak yang berisiko mengalami NLD mungkin saja lolos dalam tes mengingat bentuk saja atau warna saja. Namun, ketika mereka dites untuk mengingat bentuk dan warna secara bersamaan, kemampuan mengingat visual mereka lebih rendah dibanding tes bentuk dan warna secara terpisah. Lebih lanjut Garcia et. al. menjelaskan, anak-anak yang berisiko mengalami NLD juga potensial mendapati kesulitan mengembangkan kemampuan di ranah lain, termasuk kemampuan sosial.
Kebiasaan gampang lupa ini bisa disebabkan oleh banyak hal. Dari aspek psikologis, depresi, stres, dan kecemasan bisa membuat orang sukar mengingat hal-hal yang baru terjadi. Selain itu, ternyata, kebiasaan beraktivitas di dunia digital bisa membuat orang gampang lupa.
Maaf, Siapa Tadi Namamu?
Sejumlah studi telah mengungkap beragam efek negatif yang diakibatkan dari kebiasaan mengakses internet, khususnya media sosial, secara berlebihan. Bagaimana individu menampilkan dirinya berdasarkan penilaian warganet, kesenjangan dalam relasi di dunia nyata akibat tingginya aktivitas di dunia digital, dan kecanduan berinternet yang berpengaruh terhadap kegiatan studi atau kerja adalah beberapa contohnya.
Baru-baru ini, seorang psikolog klinis dari Dimensions Centre, Hong Kong, Dr. Joyce Chao menyatakan bahwa penggunaan internet secara berlebihan bisa berimbas pada kemampuan mengingat jangka pendek, konsentrasi, dan rentang perhatian seseorang.
“Gawai kita—dan konten yang ditampilkan di dalamnya—didesain untuk membikin candu, jadi tidak mengejutkan bila hal ini membuat kita begitu terikat…Khususnya bila kita menyalakan notifikasi dan kita terbiasa mengecek media sosial, berita-berita, dan hal-hal sejenisnya. Orang-orang juga berharap kita membalas pesan sesegera mungkin, sehingga ketika kita tidak dapat melakukannya dengan alasan apa pun, kecemasan menghampiri dan ini berpengaruh terhadap mood serta konsentrasi kita,” kata Chao.
Terkait kemampuan mengingat jangka pendek, temuan di Korea Selatan—yang tingkat penggunaan teknologi digital oleh penduduknya begitu tinggi—sejalan dengan pendapat Chao ini. Di sana, ada fenomena pasien-pasien usia muda yang mengalami short-term memory loss, penurunan kemampuan memperhatikan sesuatu, serta kesulitan mengelola emosi. Menurut sebagian dokter, hal ini dipicu oleh kebiasaan mengakses informasi yang membludak di dunia digital.
Tahun 2013, profesor bidang Computer Science dari Kungliga Tekniska Hogskolan, Erik Fransen, menyatakan di situs KTH bahwa semakin banyak informasi yang menyebar dan ditangkap seseorang ketika beraktivitas di media sosial, semakin mungkin membuat kemampuan ingatan jangka pendek berkurang. Hal ini disebabkan lebih terbatasnya kapasitas memori jangka pendek seseorang dibandingkan kapasitas memori jangka panjangnya. Biasanya, seseorang mampu mengingat 5-9 hal ketika disuguhkan informasi baru.
“Saat kamu beraktivitas di Facebook, kamu akan sulit menyortir dan menyimpan hal-hal yang kamu perlukan di otak… Dan saat kamu berupaya menjejali otakmu dengan terlalu banyak informasi, kemampuanmu memproses informasi akan menurun,”ujar Fransen.
Selain kebiasaan beraktivitas di dunia digital, gampang lupa dapat dipicu oleh faktor lain. Dari faktor fisik, kesulitan mengingat informasi baru berasosiasi dengan kerusakan pada pusat memori di otak, demikian dinyatakan Dr. Mary Spiers, neuropsikolog klinis dari Drexel University, AS, dalam Asian Scientist. Selain itu, short-term memory loss juga disebut-sebut berelasi dengan penyakit Alzheimer atau demensia— kepikunan yang didorong faktor penuaan.
Perkara menurunnya kemampuan mengingat seseorang bisa diatasi dengan memperbaiki gaya hidup, salah satunya adalah dengan meningkatkan konsumsi vitamin B1 dan B12. Nutrisi ini terkandung dalam makanan-makanan seperti kacang-kacangan, ikan, kerang, tahu, sereal, dan telur.
Cara lain untuk mengasah kemampuan mengingat adalah dengan menghindari gangguan/distraksi. Semakin sedikit distraksi yang ada, semakin tinggi tingkat konsentrasi seseorang dan semakin mungkin informasi yang didapatkannya melekat di benak.
Mengulang dengan mengucapkan kembali informasi yang baru diperoleh juga bisa dijajal untuk meningkatkan kemampuan mengingat jangka pendek, contohnya mengulang beberapa kali nama kenalan baru.
Penulis: Patresia Kirnandita
Editor: Nuran Wibisono