Menuju konten utama

Isu Reklamasi Bisa Jadi Komoditas Politik Seksi

Isu reklamasi Jakarta menjelang Pilkada DKI Jakarta Februari 2017 dinilai pengamat politik akan menjadi salah satu komoditas politik seksi yang bisa dipakai lawan politik Ahok untuk menurunkan elektabilitasnya karena sejauh ini Ahok sulit "diserang."

Isu Reklamasi Bisa Jadi Komoditas Politik Seksi
Sejumlah mahasiswa dan nelayan melakukan aksi unjukrasa di depan Istana Merdeka, Jakarta, Senin (19/9). Dalam aksinya mereka menolak dilanjutkannya proyek reklamasi Teluk Jakarta oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman (Menko Maritim) Luhut Binsar Pandjaitan. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga.

tirto.id - Isu reklamasi Jakarta menjelang Pilkada DKI Jakarta Februari 2017 dinilai pengamat politik akan menjadi salah satu komoditas politik seksi yang bisa dipakai lawan politik Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok untuk menurunkan elektabilitasnya karena sejauh ini Ahok sulit "diserang."

"Iya seksi sebagai komoditas politik jelang Pilkada DKI Jakarta bagi para penantang Calon Gubernur Petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok," katanya, seperti dikutip dari kantor berita Antara, Selasa (28/9/2016).

Hal itu disampaikan oleh Direktur Eksekutif Voxpol Center Pangi Syarwi Chaniago. Ia juga menilai dari sisi pelayanan publik, pungutan liar, maupun kinerja pegawai negeri sipil, selama kepemimpinan Ahok sudah mengalami perbaikan itulah yang menyebabkan elektabilitas Ahok sulit diserang.

Karena itu, dia menilai, penolakan terhadap reklamasi merupakan hal yang lumrah. Namun, itu akan menjadi persoalan manakala melibatkan masyarakat kecil.

Pangi memberikan contoh penolakan para nelayan yang tidak dapat dipastikan sebagai murni aspirasi mereka. "Partisipasi kolektif yang dipaksakan menolak dan bukan suara masyarakat sendiri, justru merugikan mereka," katanya.

Senada dengan Pangi, Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menilai isu reklamasi tidak akan mampu mendongkrak elektabilitas penantang Ahok. Menurutnya, banyak isu krusial dan bersentuhan langsung dengan masyarakat yang bisa dikedepankan, selain reklamasi.

"Misalnya isu pembangunan, normalisasi sungai atau bagaimana supaya Jakarta menjadi bagus, harus ada 'awareness' di situ," ujar Siti.

Di sisi lain, tokoh muda Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia meminta petinggi partainya memastikan loyalitas Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk membesarkan Golkar sebagai salah satu partai yang mendukungnya di Pilkada DKI Jakarta.

"Yang ditunggu adalah sikap dan peran petinggi Golkar yang harus bisa memastikan Ahok benar-benar menunjukkan sikap dan pernyataan-pernyataannya untuk tetap menjadi bagian dan tanggung jawab membesarkan Golkar," ujar Doli di Jakarta, Rabu, (28/9/2016).

Pernyataan Doli itu terkait harapan pengurus Golkar agar Ahok bisa berkontribusi membesarkan Golkar atas dukungan yang telah diberikan.

Doli menyatakan tanpa kepastian loyalitas pasangan calon kepala daerah dalam membesarkan Golkar maka kontroversi yang muncul dari pasangan yang diusung dapat menjadi bumerang bagi partai beringin.

Menurutnya, Golkar harus memikirkan azas manfaat dari setiap dukungannya terhadap calon kepala daerah. Hal tersebut harus pula tercermin dalam keterlibatan kader Golkar sebagai tim sukses calon kepala daerah bersangkutan.

Ia menambahkan tanpa itu semua, Golkar bisa saja terkena getahnya dan akibatnya sangat wajar manakala keluarga besar Partai Golkar skeptis dan khawatir akan situasi di mana Golkar tidak bisa memastikan loyalitas kandidat kepala daerah yang didukung.

Pilkada DKI Jakarta diikuti tiga bakal pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur. Mereka berturut-turut dari yang pertama mendaftar ke KPU DKI Jakarta diantaranya Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat yang didukung PDIP, Golkar, Hanura, Nasdem; Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni yang didukung Demokrat, PAN, PKB, PPP; serta Anies Baswedan-Sandiaga Uno yang didukung Gerindra serta PKS.

Baca juga artikel terkait PILKADA DKI JAKARTA atau tulisan lainnya dari Mutaya Saroh

tirto.id - Politik
Reporter: Mutaya Saroh
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh