Menuju konten utama

Isu Kecurangan Pemilu: Seberapa Besar Potensinya Pengaruhi Hasil?

KPU diminta mengantisipasi potensi-potensi kecurangan yang bisa saja terjadi saat pemungutan hingga penghitungan suara.

Isu Kecurangan Pemilu: Seberapa Besar Potensinya Pengaruhi Hasil?
Petugas menunjukan contoh surat suara saat simulasi pemilihan umum (Pemilu) 2019 di KPU Provinsi Jabar, Bandung, Jawa Barat, Selasa (2/4/2019). . ANTARA FOTO/M Agung Rajasa.

tirto.id - Hari pencoblosan Pemilu 2019 tinggal satu pekan lagi. Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta mengantisipasi potensi tindak kecurangan yang bisa saja terjadi saat hari pencoblosan hingga proses penghitungan surat suara.

Hal itu diungkapkan Ketua Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (KoDe Inisiatif), Veri Junaidi. Ia menilai dugaan kecurangan yang terjadi biasanya karena buruknya penyelenggaraan Pemilu. Salah satunya soal carut-marutnya Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Sebab, kata Veri, masalah DPT ini menjadi persoalan yang selalu terjadi setiap gelaran pemilihan umum dilakukan. Pada Pemilu 2019 ini, Veri meminta agar KPU mengantisipasi daftar pemilih tambahan (DPTb) agar tidak menumpuk di sejumlah tempat pemungutan suara (TPS).

“Harus dipastikan betul mereka yang sudah terdaftar di DPTb bisa gunakan hak pilihnya,” kata Veri dalam diskusi 'Menjamin Hak Pilih Warga Negara dan Mewujudkan Pemilu Damai' di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (9/4/2019).

Veri menilai penumpukan pemilih, selain bisa berdampak pada terganggunya hak pilih pemilih DPTb, juga dapat menimbulkan masalah lain, seperti kurangnya surat suara sehingga suara pemilih tidak terakmodasi.

Menurut Veri, sisa waktu seminggu menjelang pencoblosan ini bisa dimanfaatkan KPU untuk membuat mekanisme yang jelas, sehingga tidak terjadi penumpukan pemilih yang masuk DPTb di TPS.

“Harus ada mekanisme, misalnya bagaimana KPU menginformasikan ke publik kalau di wilayah A pemilihnya menumpuk sehingga pemilih DPTb bisa berganti ke TPS lain,” kata Veri.

Selain itu, antisipasi kecurangan juga harus dilakukan saat penghitungan suara.

Sebab, Veri menilai penghitungan suara untuk Pemilihan Legislatif (Pileg) lebih rawan terjadi kecurangan dibandingkan penghitungan suara untuk Pilpres. Apalagi, penghitungan surat suara Pilpres lebih dulu dilakukan dibanding Pileg sehingga dikhawatirkan minimnya pengawasan.

“Nah, di situ modusnya biasanya penggelembungan suara, curi suara antar-caleg, atau curi suara antar-parpol demi meraih kursi di parlemen,” kata Veri.

Proses rekapitulasi suara juga harus diawasi, mulai dari tingkat TPS ke tingkat kecamatan, lalu kabupaten/kota, tingkat provinsi hingga tingkat pusat. Menurut Veri, pengawasan harus benar-benar dilakukan agar jumlah suara sama di setiap jenjangnya.

Selain masyarakat yang harus aktif melakukan pengawasan, setiap peserta Pemilu tak boleh lengah usai pencoblosan. Hasil final perhitungan suara formulir C1 harus benar-benar diperhatikan jangan sampai terjadi manipulasi suara.

“Harus diawasi dari tingkat bawah sampai atas dan data harus sama,” kata Veri.

Sementara Ray Rangkuti dari Lingkar Madani Indonesia mengatakan pintu masuk terjadinya kecurangan dalam Pemilu sangat mungkin berawal dari ketidakjujuran petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) saat bertugas. Mereka bisa saja melakukan manipulasi suara yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta Pemilu.

Untuk itu, Ray berharap dalam waktu sempit ini, petugas KPPS diberikan pelatihan oleh KPU agar mereka bisa menjaga kredibilitasnya sebagai ujung tombak penyelenggaraan Pemilu.

Menurut Ray, ada tiga materi yang harus diberikan petugas KPPS sebelum menjalankan pekerjaanya nanti. Materi pertama, kata Ray, soal teknis penyelenggaraan seperti cara melipat surat suara agar tidak rusak.

Ray mengatakan, walaupun dianggap enteng, tapi materi seperti ini bisa meminimalisir suara tidak sah akibat surat suara yang rusak karena salah dalam melipat saat proses penghitungan surat suara di tingkat TPS. Apalagi mereka dituntut untuk bisa melipat surat suara dengan cepat.

"Pelatihan kayak gini yang harus segera dilakukan," ucap Ray.

Materi kedua, kata Ray, adalah psikologis petugas KPPS yang harus dilatih dalam menghadapi setiap masalah yang terjadi di TPS. Menahan emosi saat ada gangguan di TPS harus dilatih agar jalannya proses pencoblosan maupun proses penghitungan surat suara bisa berjalan dengan lancar.

Menurut Ray, melatih komunikasi menjadi materi yang juga penting diberikan kepada petugas KPPS. “Kalau gerogi justru blunder ya termasuk pelatihan komunikasi, cara menenangkan masyarakat yang ada di TPS kayak gimana,” ucap Ray.

Terkait ini, Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan mengatakan lembaganya telah menjadwalkan pelatihan bagi petugas KPPS. Pelatihan ini akan dilakukan oleh KPU tingkat Kabupaten/Kota pada pekan ini.

“Akan ada pelatihan untuk KPPS," ucap Wahyu saat dihubungi reporter Tirto.

Salah satu materinya adalah bagaimana petugas KPPS ini bisa optimal dalam melakukan penghitungan suara sehingga tak terjadi penghitungan suara ulang akibat adanya kesalahan atau perbedaan angka.

Tak hanya tingkat TPS, kata Wahyu, pelatihan juga sebetulnya telah dilakukan kepada Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK).

“Tahapan pemungutan, penghitungan, dan rekapitulasi suara merupakan tahapan krusial. Kami tidak boleh main-main soal ini,” kata Wahyu.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2019 atau tulisan lainnya dari Bayu Septianto

tirto.id - Politik
Reporter: Bayu Septianto
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Abdul Aziz