Menuju konten utama

Islandia, Negeri Mungil di Utara yang Berdampak Besar pada Dunia

Islandia punya pengaruh besar pada dunia. Seorang keturunannya dipercaya menemukan Amerika, belum lagi bentang alamnya pernah memicu revolusi.

Islandia, Negeri Mungil di Utara yang Berdampak Besar pada Dunia
Peta Islandia. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Alkisah, tatkala berlayar ke arah barat dari Spanyol untuk mencari emas, sutra, dan rempah-rempah atas restu Raja Ferdinand, Christopher Columbus menemukan tempat yang dipercayainya sebagai Hindia Timur (East Indies) pada 1492. Sayangnya, karena melakukan ekspedisi berdasarkan petunjuk dari buku perjalanan semi-fiksi seperti Ymago Mundi (1410) karya Pierre d'Ailly dan Historia Rerum Ubique Gestarum (1477) karya Aeneas Sylvius Piccolomini yang keliru mengukur jarak dari Eropa ke Asia, lokasi yang disebutnya dihuni 'Los Indios' itu bukanlah bukan Hindia Timur, tetapi pulau di ujung selatan Amerika Utara bernama Guanahani (San Salvador).

Ironisnya, meskipun salah mengidentifikasi Amerika Utara sebagai Hindia Timur, Columbus dinobatkan banyak pihak sebagai orang Eropa pertama yang menginjakkan kaki di Amerika, bahkan menjadi simbol penemuan 'dunia baru' oleh kaum imigran melalui Columbus Day. Padahal, menurut catatan sejarah, hampir lima ratus tahun sebelum Columbus berlayar Leif Erikson telah terlebih dulu mencapai Amerika Utara.

Leif sadar bahwa Greenland, pemukiman Eropa pertama yang didirikan bapaknya, terlalu ekstrem untuk ditinggali. Ia pun berlayar demi mencari tanah yang luas serta kayu dan berhasil menemukan pulau yang diberi nama Vinland atau Wine-land serta menjumpai pribumi yang disebut 'skraeling' atau 'orang barbar'.

Tak berselang lama, Karlsefni Thórdarson dan istri Gudrid Thorbjarnardóttir, yang berlayar bersama 140 awak kapal, mengikuti rute Erikson dan mendirikan pemukiman permanen yang dinamai 'Hop' di Vinland.

Melalui serangkaian penelitian, ilmuwan meyakini bahwa Vinland adalah Amerika Serikat, sementara Hop kini bertransformasi menjadi New York City.

Singkat cerita, Amerika Serikat (dan New York) tidak 'ditemukan' pertama kali oleh kolonialis Spanyol, tetapi oleh pelaut keturunan kaum bajak laut Viking asal Islandia, negeri mungil di belahan utara yang memiliki dampak cukup besar bagi dunia.

Ditemukan dan Ditempati

"Islandia merupakan satu-satunya negara di Eropa yang memiliki ingatan tentang asal-usulnya," tulis Egill Bjarnason dalam buku How Iceland Changed the World: The Big History of a Small Island (2021).

Usai hanya dihuni burung-burung yang beristirahat ketika melakukan migrasi dan rubah arktik (Vulpes lagopus), Islandia kedatangan manusia untuk pertama kalinya sekitar tahun 800 M. Kala itu, seorang pemuda Skandinavia keturunan Jerman bernama Flóki Vilgerðarson berhasil menginjakkan kaki di Islandia. Ia berpetualang karena penasaran tentang kabar tentang hamparan tanah luas di seberang barat tempatnya berada.

Karena bersebelahan dengan Kutub Utara, sebagian besar Islandia diselimuti es dan suhu dingin ekstrem. Vilgerðarson lantas menamai pulau itu sebagai 'Ice-land' dalam konotasi 'muram'. Karena tak suka dengan situasi tersebut, meskipun memang memiliki hamparan tanah yang luas, ia memilih pergi dan tak kembali.

Islandia mula-mula dijadikan tempat tinggal pada 874 SM oleh seorang petani asal Norwegia bernama Ingólfr Arnarson beserta keluarga dan para budak. Namun, sebagaimana tertulis dalam The Book of Settlements: Landnámabók yang memuat asal-usul setiap keluarga yang ada di Islandia, Bjarnason menyebut terdapat "pria-pria" atau para pendeta Irlandia (Papar) yang telah terlebih dulu mendiami tanah tersebut. Karena para Papar tidak ingin hidup berdampingan dengan orang-orang Norwegia, mereka memutuskan meninggalkan Islandia untuk selamanya.

Keengganan para pendeta hidup berdampingan diduga terjadi karena Arnarson dan kawan-kawan merupakan keturunan Viking, para bajak laut asal Skandinavia penyembah Thor--dewa pengendali petir.

Namun, meskipun akhirnya pergi, sebagaimana dipaparkan Ásgeir Jónsson dalam buku Why Iceland? How One of the World's Smallest Countries Became the Meltdown's Biggest Casualty (2009), ada pendeta terutama yang perempuan memilih menetap. Ini membuat 60 persen nenek moyang kaum perempuan Islandia merupakan keturunan Irlandia. Sementara 90 persen nenek moyang kaum pria merupakan keturunan Norwegia.

Perlahan, karena negeri-negeri Skandinavia khususnya Norwegia menghadapi perang sipil, Islandia kedatangan bergelombang penduduk yang ingin memulai hidup baru. Ini menjadikan negeri yang luasnya hampir sama dengan Provinsi Papua Barat tersebut sebagai 'Amerika Serikat' atau negeri kaum imigran yang pertama.

Jika AS menjadi negara independen karena berhasil mengusir Inggris, Islandia menggapai status yang sama usai merdeka dari Norwegia dan Denmark. Pada 930, Islandia memproklamirkan diri sebagai persemakmuran (commonwealth), lalu mendirikan Althing--dewan perwakilan rakyat tertua di dunia--guna mengelola negeri. Pendirian Althing ini dilakukan karena Islandia percaya bahwa, mengutip apa yang ditulis Jónsson, "negara wajib dikelola oleh hukum, bukan raja." Konsep lini cukup mengentak para penguasa Eropa daratan kala itu.

Sebagai negeri yang dihuni kaum imigran, Islandia memilih hidup sebagai negara damai, tidak melakukan aksi militer untuk memperluas daerah kekuasaan dan demi terhindar dari kekuatan negara-negara kolonialis Eropa. Meski begitu, Islandia diyakini menjadi negeri yang menyulut semangat revolusi di seantero Eropa. Menariknya, itu tidak dilakukan oleh penduduk atau para aktivis, tetapi bencana alam.

Infografik Islandia

Infografik Islandia. tirto.id/Rangga

Mengubah Eropa Melalui Gunung Merapi, Mengubah Masa Depan Lewat Pemanasan Global

Secara topografi, Islandia identik dengan Hawaii. Kedua wilayah tersebut berada di atas 'hot spots' yang sangat aktif, di mana batuan cair (magma) mengalir terus dari pusat bumi (mantel) ke dalam tungku (gunung berapi) yang bergerak di bawah kerak bumi. Islandia terletak di antara lempeng tektonik Eurasia dan Amerika Utara yang saling menjauh 2,5 sentimeter per tahun. Karenanya, di negara yang kini dipimpin Perdana Menteri bernama Katrín Jakobsdóttir ini, gempa bumi sering terjadi dan sesekali menyebabkan gunung yang menyimpan magma meletus.

Salah satu letusan terdahsyat terjadi pada April 2010 lalu. Kala itu Eyjafjallajökull memuntahkan 140 juta meter kubik lava ke permukaan bumi, menyebabkan hujan abu vulkanik yang berlangsung seminggu. Akibatnya otoritas penerbangan Uni Eropa terpaksa menghentikan lalu lintas udara, yang menyebabkan 107 ribu penerbangan terdampak dan membuat industri penerbangan merugi 200 juta dolar AS--terparah sejak Perang Dunia II.

Meskipun letusan Eyjafjallajökull sangat mengerikan, bencana alam tersebut bukanlah yang paling buruk. Kejadian terparah tercatat pada 1783.

Merujuk How Iceland Changed the World: The Big History of a Small Island (2021), letusan Gunung Laki mulai terjadi tepat pada 8 Juni 1783 dan berakhir hampir setahun kemudian. Kala itu, gunung yang hanya memiliki ketinggian tak lebih dari dua kilometer ini memuntahkan 42 miliar ton material erupsi (lava dan debu vulkanik) ke angkasa hingga menyebabkan, sebagaimana disebut Benjamin Franklin, ilmuwan sekaligus salah satu founding father Amerika Serikat yang kala itu tengah menjadi duta besar di Swedia, "langit di seantero Eropa bagai kertas yang terbakar." Atau, merujuk Gilbert White, seorang naturalis asal Inggris, membuat "kabut aneh" menghampiri Eropa, membuat "matahari tampak kosong bagai bulan yang merana," yang ia percaya "tidak seperti apa pun yang diketahui dalam ingatan manusia."

Memuntahkan material erupsi yang sangat besar, letusan Gunung Laki membuat anomali di berbagai belahan dunia. Es, misalnya, muncul di Teluk Meksiko yang terkenal dengan cuaca kering. Lalu air Sungai Nil di Mesir tiba-tiba menghilang. India bahkan kehilangan musim hujan.

Di Eropa, letusan Gunung Laki berhasil menciptakan suhu minus 0,6 derajat Celcius sepanjang tahun, membuat lebih dari 30 ribu orang meninggal dunia hingga membuat masyarakat menyatakan bahwa 1783 hingga 1784 merupakan "tahun yang sangat luar biasa" dalam konotasi negatif.

Yang menarik, letusan Gunung Laki tak hanya menciptakan anomali cuaca, tetapi juga semangat revolusi.

Bjarnason mengatakan pada akhir abad ke-17 penemuan tambang emas di Brasil menyebabkan ekonomi Perancis lebih baik dan para petani akhirnya memiliki tanah dan memiliki standar hidup dan pendidikan yang lebih tinggi. Angka kematian akhirnya menurun sehingga populasi melonjak. Sayangnya, pada musim gugur 1783, cuaca dingin ekstrem yang disebabkan letusan Gunung Laki membuat gagal panen, harga roti naik, dan memicu kerusuhan.

Kerusuhan diperparah manakala Perancis terlibat dalam revolusi Amerika dan Raja Louis XVI hidup dalam kemewahan--yang membuat kas negara semakin parah. Parahnya, siasat raja demi terhindar dari kondisi negara yang kian buruk adalah memberlakukan pajak lebih tinggi.

Petani, kaum buruh/kelas pekerja yang telah lebih pandai dibanding dekade-dekade sebelumnya memberontak. Peristiwa ini yang kita kenal sebagai Revolusi Perancis.

Kisah tentang betapa mengerikannya letusan Gunung Laki telah menjadi kenangan. Namun, memiliki banyak gunung berapi dan diliputi es, Islandia tak akan berhenti menghantui dunia. Salah satu bencana yang mungkin terjadi dalam waktu dekat adalah mencairnya Gletser Sólheimajökull, wilayah yang tertutup es abadi seluas 180 kilometer. Andai Sólheimajökull mencair, yang sangat mungkin karena pemanasan global, muka air laut akan meningkat hingga satu sentimeter, membuat wilayah-wilayah pesisir, Maladewa misalnya, tenggelam.

Islandia, yang mungil dalam ukuran itu, tak bisa disepelekan.

Baca juga artikel terkait ISLANDIA atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Humaniora
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Rio Apinino