tirto.id - Berinovasi merupakan salah satu instrumen yang diperlukan dalam menghadapi perubahan dan situasi Pandemi COVID-19 yang tidak pasti.
Karenanya, inovator atau wirausahawan harus terpanggil untuk ikut serta dalam mengatasi perubahan situasi yang tidak hanya cepat namun juga kompleks.
“Produk-produk solutif yang dihasilkan wirausahawan bukanlah sesuatu yang dihasilkan tiba-tiba, tapi dilakukan secara sistematis, dan memiliki tujuan untuk menyelesaikan masalah. Kalau bicara pandemi, tentu tujuannya bagaimana mengatasi pandemi dan tujuan yang lebih besar adalah menggapai kesejahteraan baik dalam jangka dekat maupun jangka panjang," ujar Dosen & Fasilitator Strategi dan Manajemen Inovasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Dr Avanti Fontana dikutip situs resmi Satgas COVID-19.
Menurut Dr Avanti, inovasi tidak hanya akan merubah kondisi lebih baik dari sebelumnya, tapi juga diharapkan mampu membawa perbedaan yang signifikan dalam nilai manfaat baik dari sisi ekonomi maupun sosial dan untuk hal ini perlu sensitivitas yang tinggi dalam menemukan peluang yang tepat.
Chief (In Hospital) Business Officer & Co Founder HaloDoc menyebutkan, saat pihaknya menemukan solusi pertama kali, mungkin itu tidak langsung tepat guna.
"Kita pantau terus hasilnya seperti apa, sambil kita terus beradaptasi untuk mencapai hasil yang kita harapkan. Dari situ kita terus berevolusi”, terangnya.
Berdasarkan data internal HaloDoc, saat pandemi COVID-19 (Maret-Mei) transaksi tele konsultasi dengan dokter melalui platform HaloDoc meningkat 6x lipat. Lalu terjadi juga peningkatan sebesar 300% terhadap transaksi pembelian obat melalui aplikasi.
Kemudian jumlah pengguna aktif HaloDoc sempat mencapai 20 juta per bulan. Ini semua dikarenakan adanya layanan tes COVID-19, memfalisitasi tes COVID-19 secara drive thru.
Pemerintah pun ikut berperan dalam menciptakan kondisi ekosistem yang kondusif agar inovasi tersebut berjalan dengan baik.
“Untuk itu saya ada data dari Index Inovasi Global yang diterbitkan oleh INSEAD bekerja sama dengan WIPO. Pada tahun 2017-2020, tingkat inovasi Indonesia cukup stabil di angka 30/100. Di tahun 2020, skor Indonesia 26/100. Di sini menunjukkan bahwa betapa besarnya peluang inovasi bisa tumbuh di Indonesia. Itu butuh regulasi yang kondusif”, tambah DR. Avianti Fontana.
Sebelumnya, dari gerakan masyarakat, sudah muncul inovasi-inovasi yang menekan penyebaran penyakit yang disebabkan virus Corona tersebut.
Dilansir dari menpan.go.id, inovasi hasil karya anak bangsa itu dikenalkan dalam forum internasional bertajuk "Coping with the Crisis: Multi-level System in Action" oleh Deputi bidang Pelayanan Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Diah Natalisa, bulan September lalu.
Inovasi tersebut di antaranya Swab Chamber dari Universitas Indonesia (UI), inovasi 1000 Promoters From Jago Preventive dari sektor perusahaan, Panggungharjo Tanggap Covid-19 yang diciptakan masyarakat Bantul, D.I Yogyakarta, serta inovasi Penyuluhan Keliling dari Kota Palembang, Sumatera Selatan.
Total jumlah inovasi penanganan Covid-19 yang tercatat di Kementerian PANRB, mencapai 1.204.
Pemberdayaan inovasi dari masyarakat merupakan strategi bottom-up, yang menjadikan publik atau kelompok masyarakat sebagai aktor utama penanganan Covid-19. Namun, tentu pemerintah juga memiliki strategi top down, yang didasari pada kebijakan pemerintah dalam penanganan Covid-19.
Kampanye #ingatpesanibu terus gencar disosialisasikan pemerintah melalui Satgas COVID-19 agar masyarakat rutin melaksanakan 3M, yakni dengan memakai masker, menjaga jarak dan menghindari kerumunan, serta mencuci tangan pakai sabun.
________________________________
Artikel ini diterbitkan atas kerja sama Tirto.id dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Editor: Agung DH