tirto.id - Indosat menuding Telkomsel melakukan monopoli pasar di luar Jawa. Telkomsel yang menguasai 80 persen pasar seluler di luar Jawa dinilai melakukan praktik-praktik yang tidak sehat sehingga menghambat provider lain yang ingin masuk ke pasar tersebut.
Dalam pertemuannya dengan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), CEO Indosat Oredoo Alex Rusli pun buka-bukaan mengenai curangnya Telkomsel di luar Jawa. Segepok bukti-bukti disampaikannya saat dipanggil BRTI pada Selasa (21/6/2015) lalu. BRTI memanggil Indosat setelah terlibat perang iklan yang dianggap tidak etis karena menjatuhkan Telkomsel.
Indosat membantah hanya dirinya yang menjatuhkan lawan. Mereka merasa, saling sindir adalah hal yang biasa. Sejumlah bukti dipaparkan, salah satunya terkait iklan ulang tahun Telkomsel ke-21 berupa TVC yang menyebut langsung pesaing-pesaingnya mulai dari Indosat Oredoo, XL, Operator 3, Axis, dan SmartFren yang dianggap keberadaannya menjadikan Telkomsel sebagai juara. Bentuknya memang ucapan terima kasih, tapi terasa satir meskipun tidak langsung menjatuhkan lawan.
“Kami berterima kasih kepada Indosat Ooredoo. Atas dinamika selama ini. Yang mendorong kami menjadi yang terbaik. Demikian video ulang tahun Telkomsel ke-21.” Video itu dinilai Indosat provokatif.
Indosat juga memaparkan dugaan adanya oknum berbaju merah yang memborong kartu IM3 Oredoo paket Rp1/detik. Beberapa bukti lainnya adalah ancaman dari Telkomsel ke agen agar tidak menjual kartu IM3 Oredoo dan berbagai pertarungan di lapangan. Tidak ada konfirmasi dari Telkomsel terkait tudingan kecurangan ini.
Hanya saja, berselang sehari setelah Indosat membeberkan bukti-buktinya ke BRTI, Telkomsel angkat suara. Melalui Vice President Corporate Communications Telkomsel, Adita Irawati, Telkomsel menegaskan bahwa dominasinya di luar Pulau Jawa bukan merupakan praktik monopoli. Telkomsel sudah melalui proses panjang sejak 1995 untuk membangun infrastruktur di luar Pulau Jawa.
“Semangat membangun hingga ke pelosok merupakan semangat yang dimiliki oleh Telkomsel untuk menyatukan nusantara, dimana pada saat itu operator lain lebih fokus membangun di Pulau Jawa dan kota besar yang secara bisnis lebih menguntungkan,” kata Adita.
Ia menjelaskan, lokasi-lokasi pembangunan jaringan di luar pulau Jawa memiliki pasar yang tidak besar, dan pada saat yang bersamaan CAPEX yang dikeluarkan sangat besar. Begitu pula ketika dioperasikan, juga lebih mahal karena biaya produksi dan operasional jauh lebih tinggi dibandingkan di Pulau Jawa.
Adapun mengenai tuduhan bahwa Telkomsel telah melakukan praktek monopoli dengan melakukan memborong semua SIM Card milik kompetitor, Adita juga memberikan penjelasannya. “Seperti yang sudah kami sampaikan kepada Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), dan sudah disampaikan BRTI kepada media, Telkomsel menegaskan tidak melakukan praktek-praktek monopoli seperti yang dituduhkan kompetitor. Kami selalu memastikan agar tim karyawan Telkomsel tidak melakukan kegiatan-kegiatan tersebut, karena kami menghormati persaingan yang sehat,” urainya.
Hingga saat ini Telkomsel telah membangun lebih dari 116.000 BTS yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia . Angka penambahan jaringan ini dilakukan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 25 persen setiap tahunnya.
Sementara itu, Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Kristiono mengungkapkan pasar seluler Indonesia bersifat terbuka dan ditentukan melalui mekanisme pasar. Mereka yang agresif adalah yang akan memenangkan pesaingan.
"Agresivitas dari operator membangun jaringan itu kunci dia menguasai layanan. Di bisnis seluler itu dikenal 3C, Coverage, Capacity, Content. Coverage atau jangkauan yang utama. Saya lihat yang agresif dan konsisten itu memang Telkomsel urusan coverage, wajar dia paling luas dan banyak pelanggan," katanya, seperti dilansir dari Antara.
Menurutnya, jika ada operator berteriak ada ketidakseimbangan pangsa pasar secara layanan, sebaiknya melihat kembali kepada kewajiban membangunnya sesuai modern licensing yang diperoleh dan dijanjikan.
Sementara Ketua Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI), Kamilov Sagala mengatakan, isu monopoli di luar Jawa tak relevan, karena keduanya sama-sama punya lisensi seluler.
"Bedanya yang satu (Telkomsel) bangun terus, satu lagi (Indosat) baru mulai gencar bangun. Yang baru masuk ibaratnya ingin mengambil ikan di dalam kolam yang jernih, tapi membuat airnya keruh. Keduanya bertempur, bisa membuat kualitas layanan menurun," katanya.
Penulis: Nurul Qomariyah Pramisti
Editor: Sapto Anggoro