Menuju konten utama

Indonesia Terlalu Persuasif

Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo menilai pemerintah Indonesia terlalu persuasif dalam menanggapi kelompok separatif Abu Sayyaf, sehingga penyanderaan bisa terjadi berulang kali

Indonesia Terlalu Persuasif
Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo. Antara Foto/Widodo S. Jusuf

tirto.id - Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo menilai pemerintah Indonesia terlalu persuasif dalam menanggapi penyanderaan WNI oleh kelompok separatis Filipina, Abu Sayyaf, sehingga hal yang sama terjadi berulang kali.

Ungkapan persuasif terlontar karena ia melihat kecenderungan pemerintah Indonesia lebih memilih melalui jalur perundingan dan belum pernah melakukan upaya militer. Selain itu, ada fakta yang menunjukkan bahwa kelompok bersenjata tersebut terkesan memilih-milih target saat menculik tiga WNI yang sedang menangkap ikan di perairan perbatasan Malaysia dan Filipina.

"Mungkin kita terlalu persuasif. Mungkin juga karena alasan ekonomi atau faktor politik. Ini harus kita analisis dengan benar," ujar Gatot usai mengikuti rapat koordinasi tentang pusat krisis (crisis centre) pembebasan sandera WNI di Kemenkopolhukam, Jakarta, Senin, (11/7/2016)

Ia menambahkan, "Kita tidak melakukan kegiatan operasi militer ke sana. Jadi mereka memanfaatkan celah-celah itu. Tetapi kalau ada (operasi militer), saya yakin mereka tidak akan berani,"

Panglima TNI itu lalu mendorong pelaksanaan perjanjian kerja sama yang telah dibahas dalam pertemuan antara menteri pertahanan RI-Filipina, Juni lalu, yang antara lain mencakup izin operasi militer bagi prajurit Indonesia untuk membebaskan WNI yang disandera di wilayah Filipina.

Panglima TNI meminta pemerintah Malaysia ikut andil dalam pembebasan sandera mengingat ketiga WNI yang diculik merupakan tenaga kerja legal yang bekerja untuk kapal penangkap ikan berbendera Malaysia.

Mengenai target, menurut keterangan majikan kapal, Chia Tong Len, para penculik memilih target warga yang akan disandera yakni WNI yang memiliki paspor Indonesia, sedangkan tiga ABK warga Filipina dan satu ABK WNI yang tidak membawa paspor, dilepaskan.

Peristiwa ini menjadi tanda tanya besar bagi publik Indonesia, yang kemudian berkembang menjadi dugaan bahwa WNI menjadi target penyanderaan karena pemerintah Indonesia bersedia membayar uang tebusan untuk membebaskan sandera.

"Saya tekankan bahwa sesuai apa yang disampaikan Presiden Joko Widodo, yang diutamakan adalah keselamatan sandera tetapi baik kita maupun pemerintah Filipina tidak menghendaki adanya pembayaran (tebusan)," ujar Gatot.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi menegaskan bahwa pemerintah Indonesia tidak akan pernah mendukung kebijakan pembayaran tebusan (ransom policy), meskipun tetap memprioritaskan keselamatan WNI yang menjadi sandera.

Sebelumnya, tujuh WNI ABK kapal Tugboat Charles 001 dan kapal tongkang Robby 152 juga disandera kelompok Abu Sayyaf di Kepulauan Sulu, Filipina selatan, sejak 21 Juni 2016.

Hingga kini, total WNI yang dijadikan sandera oleh kelompok separatis tersebut berjumlah 10 orang.

Baca juga artikel terkait WNI DISANDERA

tirto.id - Politik
Sumber: Antara
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh