tirto.id - Lembaga Swadaya Masyarakat Nexus3 menyebutkan kondisi impor limbah ke Indonesia memasuki fase yang mengkhawatirkan. Ia mencatat Indonesia menjadi tujuan pengiriman limbah dari Amerika Serikat.
Dalam catatannya, terdapat 58 peti kemas yang berasal dari Amerika Serikat, berisi limbah yang mengandung bahan berbahaya beracun (B3) dan kontaminan limbah plastik campuran pada September 2019.
"Berdasarkan Konvensi Basel, Indonesia seharusnya mengambil kendali ketat atas ekspor ulang pengiriman limbah ilegal," ujar peneliti senior Nexus3, Yuyun Ismawati dalam temu media di Jakarta Pusat, Selasa (5/11/2019).
Ia mencatat 12 dari 58 peti kemas itu sudah dikembalikan ke Amerika Serikat. Sisanya malah dialihkan ke negara lain.
"38 di antaranya dialihkan ke India, tiga ke Korea Selatan, dan masing-masing satu peti ke Thailand, Vietnam, Mexico, Belanda, dan Kanada," ujarnya.
Sebanyak 38 peti kemas yang dialihkan ke India, menurut Yuyun, pertama kali tiba di Terminal Teluk Lamong, Surabaya, Jawa Timur pada tiga kurun waktu dan titik berangkat yang berbeda. Tujuannya sejumlah pabrik kertas di Jawa Timur.
Pertama, 15 peti kemas berangkat dari Pacific Container Terminal di Long Beach, California, Amerika Serikat pada 27 Juni 2019. Kedua, 10 peti kemas berangkat dari SA Marine T-30 Terminal di Seattle, Washington, Amerika Serikat pada 2 Agustus 2019. Ketiga, 13 peti kemas berangkat dari salah satu pelabuhan yang tak teridentifikasi di Amerika Serikat pada 28 Juli 2019.
"Isi ke-25 peti kemas ini dinyatakan sebagai kertas campuran. Sementara 13 peti kemas isinya ditemukan berupa kertas surat yang bercampur dengan sampah plastik dan limbah B3," ujarnya.
Sementara 12 peti kemas yang sudah dikembalikan Indonesia ke Amerika Serikat mulanya tiba di Terminal Teluk Lamong, Surabaya, Jawa Timur pada 30 Juli 2019. Dikembalikan lantaran berisi kertas campuran limbah plastik.
Peneliti Ecological Observation and Wetlands Conservation (ECOTON) Daru Setyo Rini mengatakan impor limbah kertas sebetulnya tak jadi masalah sebab itu merupakan kebutuhan pabrik-pabrik kertas untuk membuat kertas baru. Namun, yang menjadi masalah ketika limbah kertas tersebut terkontaminasi plastik dan memiliki kandungan B3 atau istilahnya unsorted paper.
Aturan ini termaktub dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2016 tentang Ketentuan Impor Limbah Non Bahan Beracun Berbahaya.
"Terdapat empat jenis sampah kertas yang diimpor. Ada yang kardus, majalah bekas, kertas tulis bekas, dan yang jadi masalah adalah unsorted paper," ujar Daru.
Ia juga merujuk pada data dari Badan Pusat Statistik mengenai jumlah sampah kertas impor yang masuk ke Jawa Timur mencapai 750 ribu ton per 2018. Sedangkan untuk skala nasional mencapai 1,5 juta ton.
"Hampir 50 persen diserap pabrik kertas Jawa Timur. Dari 2017 ke 2018 ada peningkatan signifikan jumlah impor dari Amerika Serikat. Peningkatan sampai 5 kali lipat. Dari jenis unsorted paper dari 2017 sekitar 12 persen. 2018 menjadi 51 persen komposisinya," ujarnya.
Oleh sebab itu, ia menyarankan agar Indonesia menerapkan yang dilakukan Cina yakni membatasi jumlah impor sampah kertas ke negaranya.
"Cina melarang barang-barang ini karena suatu alasan. Kita harus melakukan hal yang sama," ujarnya.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Maya Saputri