tirto.id - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat barang yang masuk dalam golongan buah-buahan mengalami peningkatan impor terbesar pada Agustus 2017. Dibandingkan dengan Juli 2017, peningkatan impor buah-buahan mencapai 277,73 persen atau senilai 63,6 juta dolar AS.
Menurut Kepala BPS Suhariyanto, jenis buah-buahan yang banyak masuk ke Indonesia bulan lalu ialah buah longan. “Itu dari Thailand, dan memang nggak diproduksi di sini ya,” ujar Suhariyanto dalam jumpa pers di kantornya pada Jumat (15/9/2017) pagi.
Kendati demikian, Suhariyanto tidak bisa memastikan faktor yang memengaruhi tingginya impor longan ke dalam negeri. Suhariyanto menilai peningkatan impor buah-buahan lebih dipengaruhi oleh faktor musiman.
Apabila buah-buahan disebut mengalami peningkatan impor non-migas terbesar, penurunan terbesar terjadi pada golongan perhiasan dan permata. Dibandingkan dengan Juli 2017 (month-to-month), impor perhiasan dan permata di Agustus 2017 turun sebanyak 71,77 persen atau setara dengan 184,1 juta dolar Amerika.
Suhariyanto menyebut penurunan impor tersebut merupakan hal biasa. Lebih lanjut, Suhariyanto melihat naik turunnya impor pada komoditas tertentu sebagai bentuk kebutuhan industri dan perilaku masyarakat yang fluktuatif.
“Saya tidak terlalu khawatir kalau kita ngomongin month-to-month. Pada saat tertentu bisa ada yang naik, ada yang turun. Kalau angka kumulatif (misal dari Januari-Agustus 2017), itu lebih stabil,” ungkap Suhariyanto.
Nilai impor non-migas pada Agustus 2017 memang dilaporkan turun 2,88 persen (13,49 miliar dolar AS) dibandingkan Juli 2017. Akan tetapi jika dibandingkan dengan Agustus 2016 (year-on-year), nilainya mengalami peningkatan 8,89 persen.
Sementara itu, impor non-migas pada Agustus 2017 turun 4,80 persen (11,53 miliar dolar AS) dibandingkan Juli 2017. Sementara itu, apabila dilihat secara year-on-year (dengan Agustus 2016), nilainya tercatat meningkat 8,85 persen.
Berbeda halnya dengan impor nonmigas, impor migas di bulan lalu malah mengalami peningkatan 10,16 persen (1,96 miliar dolar AS) dibandingkan Juli 2017. Peningkatan pun terjadi apabila dibandingkan dengan Agustus 2016, yakni sebesar 9,11 persen.
Masih dalam kesempatan yang sama, Suhariyanto turut memaparkan bahwa impor golongan bahan baku/penolong masih berperan besar, dengan persentase sebesar 74,65 persen atau senilai 10.067,3 juta dolar AS.
“Impor bahan baku masih tinggi, peningkatannya selama Januari-Agustus 2017 sebesar 15,43 persen. Kita harap ini dapat menggerakkan sektor-sektor di Indonesia, terutama industri pengolahan yang pada triwulan II pertumbuhannya tidak menggembirakan,” jelas Suhariyanto.
Akan tetapi, meskipun nilai impor bahan baku relatif tinggi, Suhariyanto berpesan agar ke depannya Indonesia bisa membangun lebih mandiri dan tidak bergantung pada bahan baku dari negara lain.
“Kalau ketergantungan terhadap terhadap bahan baku impor kan tidak bagus juga. Jadi pada titik tertentu, kita perlu bangun industri yang memproduksi bahan baku itu. Karena sebenarnya bahan baku kita banyak sekali,” ujar Suhariyanto lagi.
Berdasarkan catatan BPS, negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama Januari-Agustus 2017 masih ditempati oleh Cina dengan persentase sebesar 25,94 persen. Selanjutnya, Jepang merupakan negara terbesar kedua (11,49 persen) dan Thailand di urutan ketiga (7,27 persen). Adapun untuk impor nonmigas dari ASEAN adalah sebesar 20,54 persen, sementara dari Uni Eropa 9,41 persen.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Yuliana Ratnasari