tirto.id - Ekonom Insitute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira mengatakan penurunan kemiskinan Indonesia masih memuat sejumlah masalah. Pasalnya, Bhima mendapati penurunan kemiskinan di pedesaan akhir-akhir ini lebih lambat dibanding perkotaan.
Padahal percepatan ini diperlukan untuk mengurangi disparitas kemiskinan antara kota dan desa yang masih lebar.
Pada Maret 2019, dari data BPS, angka kemiskinan desa bernilai 12,85 persen hampir dua kali lipat dibanding perkotaan yang hanya 6,69 persen. Tren ini pun terus berlanjut sejauh dua tahun ke belakang.
Menurutnya, situasi itu mengundang pertanyaan sebab selama ini pemerintah sudah menaikkan anggaran bantuan sosial (bansos). Pada tahun 2019, angkanya hampir menyentuh Rp100 triliun naik dibanding tahun 2019 yang berkisar Rp80 triliun dan terus naik dari tahun 2017 yang berkisar Rp50 triliun.
“Ketika dicek penurunan kemiskinan di pedesaan lebih lambat lagi dengan yang ada di perkotaan. Ini kontradiktif dengan anggaran dana desa misalnya yang cukup besar dialokasikan,” ucap Bhima saat dihubungi reporter Tirto pada Senin (15/7/2019).
Bhima mengatakan hal ini menjadi petunjuk bahwa dana bantuan sosial yang cukup besar ternyata belum mampu menurunkan tingkat kemiskinan secara signifikan. Terutama, menurutnya, dana desa yang belakangan juga naik.
Pada tahun 2015, hanya berkisar Rp20,7 triliun lalu terus naik menjadi Rp47 triliun pada tahun 2016, Rp50 triliun pada tahun 2017, Rp60 triliun pada tahun 2018, dan Rp70 triliun pada tahun 2019.
“Ini ada yang salah dengan penggunaan dana desa yang masih kritis. Masih dikuasai elit-elit desa. Belum inklusif menyentuh akar masalah kemiskinan,” ucap Bhima.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Maya Saputri