tirto.id - Sektor pengolahan tembakau menjadi salah satu penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) nasional pada tahun lalu, pertumbuhan positif hingga 5,64 persen (yoy). Hal ini ditopang dari permintaan pada kuartal IV-2022 yang tumbuh kuat, didukung windfall komoditas.
Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Esther Sri Astuti meminta agar pemerintah tetap menjaga pertumbuhan Industri Hasil Tembakau (IHT) yang sedang dalam masa pemulihan. Karena dia menilai pasca pandemi COVID-19 dan kenaikan cukai, industri ini dihantui rencana revisi PP 109/2012 yang berpotensi mengancam keberlangsungan IHT.
Esther mengklaim IHT memiliki kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, sebagaimana kinerja ekonomi nasional tahun lalu. Sebagai catatan, IHT dan turunannya tahun lalu juga menyumbang cukai Rp218,62 triliun atau lebih dari sepuluh persen dari total penerimaan pajak sepanjang tahun 2022 tersebut.
“Ini bukti industri tembakau adalah angsa bertelur emas, karena selalu menjadi tulang punggung APBN. Jadi, seharusnya pemerintah melindungi industri ini,” ujar Esther di Jakarta, Rabu (1/3/2023).
Menurut Esther, IHT akan terus menjadi tulang punggung pemasukan negara di 2023 sehingga ia mewanti-wanti pemerintah untuk menjaga pertumbuhannya. Dia juga menekankan bahwa IHT merupakan industri padat karya yang menampung jutaan pekerja, petani, dan berdampak terhadap industri-industri terkait seperti ritel, dan lainnya yang kuat kaitannya.
Lebih lanjut, dia menuturkan jutaan tenaga kerja juga sebagian merupakan tulang punggung keluarga. Karena itu, dia menjelaskan hal itu akan memengaruhi seluruh elemen pada ekosistemnya.
“Kebijakan yang eksesif dikhawatirkan akan mematikan industri hasil tembakau. Kalau pemerintah mau mematikan industri rokok lewat peraturan, maka pemerintah harus memikirkan migrasi buruh pabrik rokok ini akan kemana,” pungkas Esther.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin