Menuju konten utama

IM 57+ Meragukan Independensi Johanis Tanak Jadi Pimpinan KPK

Independensi Johanis Tanak sebagai pimpinan KPK dan orang dengan latar belakang mantan penegak hukum patut dicurigai.

IM 57+ Meragukan Independensi Johanis Tanak Jadi Pimpinan KPK
Wakil ketua KPK Johanis Tanak (tengah) menyampaikan keterangan kepada wartawan terkait kasus dugaan korupsi PT Amarta Karya (AK) di Gedung Penghubung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (11/5/2023). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/tom.

tirto.id - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) untuk mendalami lebih lanjut bukti percakapan antara Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dengan Kepala Biro Hukum Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Idris Froyoto Sihite.

"Pernyataan dewan pengawas terkait tiga chat yang dihapus dari komunikasi antara Johanis Tanak dan Idris Sihite perlu didalami lebih lanjut oleh dewan pengawas," ujar staf Divisi Hukum ICW Diky Anandya saat dihubungi Tirto, Jumat (22/9/2023).

Diky menilai Dewas KPK harus memiliki serangkaian proses pemeriksaan untuk mendalami motif komunikasi Tanak dan Idris Sihite.

"Nanti akan terungkap kenapa Johanis Tanak yang notabene sebagai pemimpin KPK berkomunikasi dengan pihak yang sedang berperkara," jelasnya.

Pendalaman terhadap pesan yang dihapus Tanak juga bisa menjawab ucapan Dewas KPK yang menyebut ada perbedaan antara bukti percakapan yang dilampirkan ICW dan hasil ekstraksi dari software Cellebrite.

"Jika memang ditemukan adanya perbedaan, antara bukti yang dilampirkan oleh ICW dengan temuan Dewan Pengawas seharusnya yang dijadikan acuan Dewan Pengawas ketika melakukan pemeriksaan etik itu adalah bukti yang sudah tervalidasi dari proses pemeriksaan," ujar Diky.

Namun Diky menyebut Dewas KPK justru mematahkan sendiri hasil temuannya.

"Dewan Pengawas sendiri yang menemukan tetapi dipatahkan oleh keputusan pertimbangan dari majelis etiknya sendiri," tuturnya.

Sebelumnya, penyidik KPK menyita ponsel milik saksi Mohammad Idris Froyoto Sihite terkait penyelidikan kasus dugaan korupsi tunjangan kinerja (tukin) di Direktorat Jenderal Minerba.

Ponsel milik Sihite diekstraksi oleh Laboratorium Barang Bukti Elektronik. Dari hasil ekstraksi tersebut diketahui bahwa Tanak pernah berkomunikasi dengan Sihite melalui Whatsapp.

Hasil ekstraksi tersebut kemudian bocor dan diunggah di Twitter dengan nama akun @rakyatjelata pada 9 April 2023. Bukti unggahan tersebut kemudian dilaporkan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) ke Dewas KPK.

Pada saat Dewas KPK melakukan pemeriksaan atas laporan pengaduan ICW, ditemukan ada komunikasi yang dilakukan Tanak dengan saksi Sihite melalui WA dan sebanyak tiga pesan masing-masing pada pukul 09.09, 09.10 dan 09.10. Namun ketiga pesan tersebut dihapus oleh Tanak.

Dirinya beralibi jika ia hanya meneruskan pesan dari seseorang untuk Idris Sihite. Ia juga mengatakan tidak mengetahui isi pesan tersebut. Atas fakta itu, ICW meminta Dewas KPK untuk mendalami tiga pesan tersebut.

Ketua IM57+ Institute M Praswad Nugraha mencurigai independensi Johanis Tanak sebagai orang dengan latar belakang mantan penegak hukum.

"Tanak merupakan eks penegak hukum bukan pengacara ataupun pihak swasta, perbuatan tersebut membuktikan bahwa adanya potensi Tanak terbiasa melakukan komunikasi semacam itu pada saat berposisi sebagai penegak hukum," tuturnya.

Dihubungi terpisah, Ketua Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengingatkan seluruh insan KPK, mulai dari pegawai hingga pimpinan untuk memperbaiki diri.

"Saya memberikan warning untuk pimpinan KPK harus memperbaiki diri. Jangan melakukan komunikasi, bersekongkol, atau malah transaksional. Saya minta mereka untuk tidak melakukan hal semacam itu," ucap Boyamin.

Johanis Tanak lolos dari jerat pelanggaran etik terkait kasus percakapannya dengan Kepala Biro Hukum Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Idris Froyoto Sihite. Majelis Etik Dewas KPK menyatakan Johanis Tanak tidak melanggar ketentuan yang diatur dalam Peraturan Dewan Pengawas Nomor 03 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK.

Putusan dibacakan majelis sidang etik yang terdiri dari tiga anggota Dewas KPK. Terdiri dari Ketua majelis, Harjono, didampingi anggota majelis Albertina Ho dan Syamsuddin Haris. Ketua Majelis, Harjono mengatakan, Johanis Tanak tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku.

“Memulihkan hak terperiksa dalam kemampuan dan harkat serta martabatnya pada keadaan semula,” lanjut Hartono.

Dugaan pelanggaran etik yang menyandung Johanis Tanak bermula dari publikasi sejumlah tangkapan layar yang memperlihatkan percakapan antara dirinya dengan Sihite. Percakapan itu tersebar luas di media sosial dan menjadi viral. Sebagai pimpinan KPK, semestinya Tanak tidak berhubungan dengan pihak berperkara. Dalam hal ini, Sihite tengah diperiksa KPK terkait kasus dugaan korupsi penyaluran tunjangan kinerja (tukin) pegawai di lingkungan Kementerian ESDM.

Baca juga artikel terkait PELANGGARAN ETIK PIMPINAN KPK atau tulisan lainnya dari Iftinavia Pradinantia

tirto.id - Hukum
Reporter: Iftinavia Pradinantia
Penulis: Iftinavia Pradinantia
Editor: Bayu Septianto