tirto.id - Peneliti The Indonesian Legal Resource Center (ILRC), Siti Aminah Tardi mendesak agar aparat tidak menghukum penganiaya seorang anak AY di Pontianak dengan pidana penjara. Pertimbangannya, ketiga pelaku saat ini masih anak-anak.
"Kegeraman publik yang diekspresikan dengan mempromosikan hukuman keras bagi pelaku anak, termasuk pidana penjara. [Hal ini] tidak akan menyelesaikan masalah," ujar dia, di kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Kamis (11/4/2019).
Menurut dia, penjara adalah upaya terakhir, karena pemenjaraan hanya memberikan perhatian terhadap perbuatan, bukan menggali penyebab sebenarnya.
"Dalam kasus ini, akar masalahnya para pelaku tidak cukup memiliki self system dalam membangun relasi dengan lawan jenis," ujar dia.
Dengan menjebloskan pelaku ke dalam penjara, kata dia, tidak akan membuat pelaku mengubah perspektifnya akan tubuhnya dan penghormatan atas tubuh orang lain.
Penjara, kata dia, hanya memberikan efek destruktif bagi para pelaku yang masih anak-anak. Hal ini, kata dia, karena anak sebagai pelaku akan berada di penjara dalam jangka lama.
Seiring bertambahnya usia, maka mereka akan dipindahkan ke dalam penjara dewasa. Hal ini, lanjut dia, harus beradaptasi kembali dengan situasi yang berbeda.
"Jenis pidana yang harus diberikan pada anak harus berdampak pada pemulihan," kata dia.
Ia mencontohkan, pidana dengan syarat khusus untuk melakukan atau tidak melakukan hal tertentu seperti yang terakomodir Pasal 71 ayat (1) jo Pasal 73 ayat (4) UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Zakki Amali