tirto.id - Amalia Hakeem sudah tinggal di Alaska sejak 2009. Ia dan keluarga kecilnya menetap di Anchorage, kota terbesar yang terletak di Selatan Alaska. Amalia bekerja sebagai asisten guru di Anchorage School District.
Alaska adalah negara bagian Amerika Serikat terbesar. Biro Sensus Amerika memperkirakan populasi di negara bagian itu sebanyak 738.432 jiwa pada 2015. Dari total jumlah penduduk itu, hanya 0,5 persen yang beragama Islam. Kebanyakan dari mereka adalah imigran dari Afrika, Timur Tengah, dan Asia, salah satunya Amalia. Tahun ini, adalah tahun ke sembilan bagi Amalia dan sang suami melewati Ramadan di Alaska.
Menjalankan puasa di Alaska penuh dinamika, terutama untuk urusan waktu berbuka puasa yang berbeda. Saat Ramadan bertepatan dengan musim dingin, umat Muslim Alaska hanya berpuasa lima jam. Sebaliknya, jika bertepatan dengan puncak musim panas, mereka akan berpuasa hingga 22 jam.
Perbedaan berpuasa di Alaska tak cukup sampai di situ saja. Beberapa waktu lalu, Amalia diundang untuk berbuka puasa bersama oleh beberapa keluarga Indonesia yang menetap di Alaska. Ia tak bisa menghadiri undangan tersebut karena dasar jam berbuka puasa mereka berbeda.
Semua ini berawal ketika pada 2009, saat Dar al-Ifta al-Misriyyah—sebuah lembaga fatwa yang berpusat di Mesir—mengeluarkan fatwa bagi yang berpuasa di Alaska, boleh mengikuti waktu berpuasa di Mekah, Arab Saudi. Setelah itu, Dewan Mesjid Alaska pun membuat keputusan sesuai fatwa tersebut. Sejak itu, sebagian Muslim Alaska menjalankan puasa mengikuti waktu Mekah. Apapun musimnya, mereka akan sahur sekitar pukul 4 pagi dan berbuka pukul 6 sore. Namun ada beberapa umat Muslim di Alaska yang mengikuti waktu lokal, pada tahun ini mereka berpuasa 20 jam sehari.
Amalia salah satu Muslim yang melaksanakan puasa tanpa memakai kaidah fatwa. Ia beralasan, Al-Quran sudah menyebutkan dengan jelas bahwa berpuasa sejak matahari terbit hingga terbenam. Ia meyakini harus berpedoman pada itu saja. Ia pun tak pernah merasa bermasalah dengan waktu puasa yang panjang, karena suhu udara di Alaska yang tetap sejuk meski matahari bersinar terik saat musim panas.
“Jadi teman-teman Muslim di sini buka sekitar jam 6, saat masih terang benderang. Jam segitu, saya biasanya baru akan belanja untuk masak makanan berbuka,” katanya kepada Tirto, Minggu (18/6).
Dengan mengikuti waktu puasa di Alaska, di hari pertama Ramadan, ia berbuka puasa pukul 11.11 malam. Saat ini, waktunya lebih panjang, Amalia berbuka sekitar pukul 11.39 malam. Ramadan tahun ini bertepatan dengan puncak musim panas.
“20 Juni nanti, siangnya akan sekitar 22 jam,” ujar Amalia.
Di antara sekitar 20 keluarga Indonesia di Alaska, hanya Amalia yang mengikuti waktu lokal. Namun, puasanya sedikit lebih ringan karena sekolah sedang libur, jadi ia tak perlu bekerja dan bisa tidur lebih lama. Selain itu, banyak aktivitas yang bisa dipilih untuk menunggu waktu berbuka di Alaska, antaralain memancing Ikan Salmon.
Memancing Salmon
Alaska adalah surga bagi para pemancing, tentu hal yang menyenangkan bagi Amalia dan suaminya yang hobi memancing. Bulan Ramadan dan kewajiban berpuasa tak menghentikan mereka terhadap hobi itu. Ia dan suaminya sering menghabiskan waktu memancing di Russian River, sekitar dua jam jadi rumah mereka.
Kegiatan memancing pasangan ini biasanya bisa menghabiskan waktu dua hari. Dua hari kemudian, mereka akan pergi lagi untuk memancing, salah satunya Ikan Salmon. Ikan Salmon merah mudah sekali ditemui di Alaska, dan termasuk salah satu jenis ikan terbaik dunia. Memancing di Alaska, kata Amalia tak perlu menunggu lama untuk mendapatkan ikan. Saking mudahnya, ikan-ikan itu bahkan bisa diserok saja.
“Wild Alaskan Red Salmon is the best in the world. Kita bisa ambil dengan memancing atau dip net alias nyerok,” ungkap Amalia beberapa menit sebelum ia berangkat memancing.
Ada sekitar 39 titik lokasi memancing di Alaska. Russian River hanyalah salah satunya. Tak jauh dari Russian River, ada dua titik lokasi memancing yang bernama Kenai River.
Memancing di Alaska tak boleh sembarangan. Pemerintah setempat soal aturan perikanan. Sebelum memancing, para pemancing--penduduk lokal maupun turis, diwajibkan membeli lisensi memancing. Para turis harus membayar lebih mahal untuk lisensi dibandingkan penduduk lokal.
Bagi turis, biaya lisensi memancing untuk satu hari sebesar US$20, jika mengambil untuk seminggu, sedikit lebih murah, US$55. Sementara Amalia hanya perlu membayar US$24 untuk setahun. Memancing selama Ramadan, bagi Amalia, cukup ampuh untuk mengalihkan pikiran dari rasa haus dan lapar yang harus ditahannya selama 20 jam. Pengalaman Amalia tentunya tak semua orang bisa merasakannya.
Penulis: Wan Ulfa Nur Zuhra
Editor: Suhendra